Hai... gaes. Buat teman-teman yang nunggu kelanjutan cerita Frasya dan Adnan, maaf kalau kalian harus menunggu lama. Awalnya aku pikir akan lebih mudah menulis dan bercerita karena cerita ini merupakan curhatanku (sebagian). Tapi ternyata aku salah. Cerita ini lebih menguras emosi dan pikiran dari dugaanku. Aku jadi emosional waktu nulis, otakku panas, ngelag dan ngambek berpikir untuk beberapa saat. Aku bahkan jadi malas membaca dan menulis, tidak ada daya dan upaya. Jadi aku memutuskan untuk hiatus sementara waktu sambil mencari inspirasi, mencari bahan cerita, dan mencari mood. Terutama mencari mood. Jadi yah, sekali aku mohon maaf dan terima kasih sudah menunggu kelanjutan cerita ini.
With Luv ^^*
Tandai typo yah..
Frasya's POV
***
Tentu saja aku menolak ajakan Adnan untuk ikut ke rumahnya pagi itu, jadi aku langsung pergi ke Gazebo sendirian sedangkan Adnan pulang dulu untuk mandi.
Aku tidak bercerita pada ayah dan bunda kenapa aku sampai tertabrak malam itu. Aku juga tidak bercerita pada mereka tentang Soni, tentang kekhawatiranku ketika Soni menemukanku, tentang pikiranku yang sedang kalut dan tidak fokus. Aku hanya bilang, "Aku lagi sial."
Untungnya ayah dan bunda tidak bertanya lebih jauh. Bunda hanya mengomeliku agar aku lebih hati-hati.
Aku juga melarang Adnan menceritakan kejadian malam itu pada orang tuaku. Entah kenapa aku punya feeling mereka akan bertemu lagi. Meski feeling-ku belakangan salah karena ternyata selama dua hari orang tuaku di rumah, mereka dan Adnan tidak bertemu karena Adnan sama sekali tidak ke rumahku lagi.
Hari-hari setelahnya adalah hari yang indah dan tenang karena Soni sudah tidak lagi menggangguku. Adnan menepati janjinya untuk memasukkan Soni ke daftar hitam Gazebo dan melarangnya masuk ke Gazebo sampai waktu yang tidak terbatas, baik itu sendirian atau dengan teman-temannya. Padahal laporan dari satpam di depan, Soni masih sering datang ke Gazebo tapi selalu di cegat dan di larang masuk.
Aku senang sekali. Sekarang aku bisa pulang kerja dengan tenang. Meski awalnya Ajeng masih menemaniku di halte sampai aku naik bis, kadang juga ditemani Bono. Kadang satpam yang jaga juga mengantarku sampai halte bis. Kadang juga Adnan yang mengantarkanku pulang, terutama kalau aku dapat shift malam. Meski akhirnya aku dapat tatapan sinis dari Intan keesokan harinya.
Andai Intan tahu kalau Adnan pernah menginap di apartemenku. Mungkin aku akan di bully.
Tapi untungnya kekhawatiran tentang keberadaan Soni hanya beberapa minggu saja. Setelahnya aku merasa aman. Sudah tidak ada laporan lagi dari satpam kalau Soni berusaha masuk restoran.
Dan hampir tiga bulan sejak kejadian itu, aku benar-benar merasa aman. Setidaknya sampai pagi ini.
Ketika akan berangkat kerja, Pak Santoso —satpam yang bertugas pagi ini— menegurku. "Mbak Frasya, kapan hari ada mas-mas ganteng nyariin,"
"Siapa Pak?"
"Katanya sih temennya Mbak Frasya. Dia nggak mau kasih tau namanya. Tapi bukan temennya Mbak Frasya yang kaya oppa-oppa Korea itu. Mmm... lupa saya namanya. Mas... Adnan?" tanya Pak Santoso.
"Iya, Adnan," sahutku. Aku meringis mendengar Pak Santoso bilang Adnan seperti oppa-oppa Korea.
"Nah, kalo Mas Adnan, saya kenal mbak. Baik ya orangnya. Sering bawain saya makanan loh, mbak. Waktu Mas Adnan nganter Mbak Frasya pulang, saya dikasih martabak telur. Saya kira nitip buat kasih ke Mbak Frasya, ternyata memang buat saya. Kapan lagi gitu saya di kasih nasi goreng. Saya juga pernah dikasih Tahu Tek, mbak. Tahu aja Mas Adnan kalo Tahu Tek itu kesukaan saya. Bumbu kacangnya istimewa mbak, petisnya terasa banget. Trus ada kikilnya, empuk, lembut. Buat orang tua kaya saya ini, pas banget. Uenak tenan..." cerita Pak Santoso berseri-seri dengan logat Surabayanya yang kental.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future (?)
Roman d'amourFrasya divonis penyakit yang bisa merenggut masa depannya. Apakah dia mampu meraih cita dan cintanya di saat berlomba dengan waktu dan rasa sakit?