Barcode

1.1K 110 2
                                    

"Kesha, muka lo freak banget."

Itu Rurin yang baru ketemu sudah menghujat. Tapi memang tidak salah. Raut wajah setengah merana setengah cengar-cengir dan dipaksa mikir yang Kesha pasang tentu akan membuat siapapun yang melihatnya akan kebingungan. Ia sudah berkelakuan seperti ini sejak duduk di sudut sebuah restoran yang jaraknya tidak jauh dari kos Rurin.

Rurin Anna Putri, perempuan dengan tinggi 164 cm dan berat 47 kg merupakan tipikal sahabat yang baik alias yang akan selalu ada untuk teman-temannya yang sedang kesusahan. Contohnya saat ini, Rurin yang dengan sukarela diseret Kesha untuk menemaninya makan malam. Alih-alih makan malam bersama, Rurin menyadari pada akhirnya sesi curhat adalah inti acaranya. Lihat saja gelagat Kesha yang seperti induk ayam kehilangan anaknya. Ampas banget, tidak enak dipandang.

Baru beberapa minggu setelah Kesha dan Naora jadian—well, begitu menurut Kesha—gadis itu sudah disodori kenyataan pahit bahwa, sebenarnya mereka itu apa sih? Pasalnya, pasca adegan berpelukan mereka tidak ada kejadian luar biasa yang terjadi setelahnya. Kesha pening. Apakah ia salah mengartikan?

"Muka gue dari dulu begini," keluh Kesha acuh tak acuh. "Tapi ngomong-ngomong bisa nggak sih, ngehujatnya di dalam hati aja?"

"Nggak, soalnya muka lo bully-able."

Kesha mengelus dada, ingin sekali berkata kasar atau minimal menimpuk Rurin dengan buku menu yang ada di tangannya saat ini namun urung karena Kesha berhati baik bak malaikat, batinnya.

Setelah selesai dengan urusan memesan makanan, Rurin memulai aksi interogasi dadakan pada pelaku yang sejak tadi memasang raut wajah mati-segan-hidup-tak-mau. Kalau Rurin tidak ingat Kesha adalah temannya, ingin sekali ia menonjok wajah itu karena baginya merusak pemandangan.

"Kenapa lo?"

"Hah?"

"Lo ngajak gue makan dan masang ekspresi begitu, nggak mungkin niat lo murni ngajak makan doang. Ada apaan?"

Hehehehe.

"Fuck. Serem anjir!"

"Kebangetan lo, Rin."

Kesha menghembuskan nafas panjang, lelah hatinya tapi tidak tahu mesti berbuat apa. Ia juga sedang menimbang-nimbang apakah menceritakan semuanya pada Rurin adalah opsi terbaik. Pasalnya hal ini tidak hanya menyangkut dirinya tapi juga pujaan hatinya. Tidak, Kesha tidak ingin ambil resiko jika itu menyangkut Naora.

Dasar bucin.

"Rin, misalnya ada orang yang lo suka dan dia bilang jangan tinggalin dia. Menurut lo maksudnya apa?"

Rurin berdecak. "Harus banget pake misalnya dan gue jadi contohnya, ya?"

Kesha ingin protes namun Rurin lebih dulu melanjutkan perkataannya. "Mungkin dia suka sama lo tapi dia masih ragu sama perasaannya sendiri."

"Jadi, saran lo?"

"Tunggu aja."

"Nggak puas gue sama jawaban lo, nggantung kayak hubungan gue."

OH.

Kesha baru saja menyadari kalau ia kelepasan tatkala Rurin tersenyum jahil kepadanya. Rurin mengangguk-ngangguk paham dan terkekeh sekilas. Niat Kesha untuk meluruskan ucapannya meluap begitu saja ketika Rurin kembali berbicara padanya.

"Gue nggak jago kalo urusan beginian. Coba lo tanya Naora."

"Bukannya dia nggak pernah pacaran, ya?"

"Memang, tapi gebetannya banyak."

Kesha kini memasang tampang bloon setengah terkejut. Rurin tidak tahan untuk tidak melanjutkan kalimatnya. "Asal lo tahu ya, meskipun Naora keliatan heartless dan cuek setengah mati tapi kalo udah berhubungan sama masalah psikologis orang dia bakal berubah jadi dewi dan itulah daya tariknya. Well, meskipun cakepan gue kemana-mana."

"Cakep tapi belom sold out nggak usah banyak gaya."

JLEB.

Rurin berusaha abai dengan ucapan Kesha barusan.

"Iya, sih. Banyak yang suka dia tapi kelihatannya dia nggak tertarik pacaran tuh. Sayang banget sih menurut gue."

Malam hari sepulang dari tempat makan, Kesha uring-uringan. Bahkan ketika jarum jam sudah menunjuk ke angka 11, kantuknya tidak kunjung tiba. Kesha hanya berguling kesana-kemari, menghela nafas dan memukuli gulingnya. Kesal dengan pikirannya sendiri yang terlalu liar, Kesha memutuskan meraih ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat. Selesai dengan urusannya, ia meletakkan ponsel di nakas dan pergi tidur.

Di sisi lain, Naora menatap isi pesan yang Kesha kirimkan padanya. Dahinya mengerut, alisnya bertaut, bingung. Setelah dibuat pusing dengan laporan praktikumnya yang baru saja selesai, sekarang ia harus menggunakan otaknya untuk berpikir keras akan makna sebuah pesan yang baru saja Naora terima.

Kesha Viona

Lo udah punya barcode dari gue. (23.12)

Barcode apaan?

Sejak kapan gue jadi barang dagangan??

.

.

tbc.

KeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang