Naora Indira itu 100% cewek. Perempuan tulen.
Tinggi badannya 159 cm dan beratnya 42 kg. Rambutnya sepunggung dan sengaja dicat coklat, katanya biar senada dengan matanya yang berwarna coklat gelap. Usianya saat itu 20 tahun dan ia masih meyakini bahwa dirinya perempuan.
Seminggu telah berlalu sejak acara nonton bareng terlaksana, yang artinya seminggu juga sudah terlewati pasca peristiwa penembakan Naora. Atau lebih tepatnya, pengakuan perasaan Kesha padanya. Selama itu pula, Naora tidak bertemu atau menghubungi Kesha begitu pula sebaliknya. Grup chat mereka pun terakhir hanya berisi foto-foto sewaktu mereka menonton bersama tidak ada pembahasan lanjutan.
Naora tidak ambil pusing awalnya. Namun malam Seninnya terasa lebih horror kali ini. Bukan karena besok ada kuis atau ulangan dadakan melainkan sebuah pesan masuk yang dikirimkan sejak setengah jam yang lalu oleh seseorang yang tidak ingin Naora pikirkan saat ini. Pada akhirnya, Naora tidak punya pilihan lain. Karena ia juga tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
Kesha Viona
Lo ada waktu nggak? Ada yang mau gue omongin. (19.15)
Naora I.
Kenapa? (19.46)
Kesha Viona
Gue mau ngomong langsung. Bisa ketemu sekarang? (19.50)
Naora I.
Oke. Di taman deket kos gue, gapapa? (19.54)
Kesha Viona
Oke, otw (19.56)
Naora terpaksa mengajak Kesha ke atap bangunan kosnya karena taman yang semula menjadi tempat janji temu mereka sedang ramai. Ia tidak mau ambil resiko, mengingat topik obrolan yang akan mereka bicarakan bukanlah hal yang lumrah. Setidaknya ia ingin main aman demi dirinya karena yang Naora tahu Kesha memang sudah coming out terkait preferensi seksualnya.
Kesha sudah duduk di sebelahnya tatkala Naora mencuri pandang padanya. Atap bangunan ini memang dibiarkan terbuka karena itu tidak ada pencahayaan sama sekali namun Naora masih bisa melihat kecemasan yang sedang Kesha hadapi. Sinar bulan malam ini cukup terang sehingga Naora tidak perlu repot-repot menyalakan lilin atau menyalakan senter dari ponselnya.
"Ra."
Naora tersenyum sesaat, seolah mengirimkan sinyal pada Kesha bahwa ia akan mendengarkan apapun yang ingin Kesha katakan. Kesha menyadari itu, ia mencoba menenangkan dirinya.
"Gue tau lo kaget sama apa yang gue omongin minggu lalu. Tapi jujur, itu yang sebenarnya," ungkap Kesha, ia menyadari tatapan intens yang Naora tujukan padanya. Tanda bahwa Naora benar-benar mendengarkannya.
"Awalnya gue nggak tau gimana caranya deketin lo. Karena lo keliatan nggak tertarik sama apapun bahkan setelah kita temenan, kesimpulan yang gue ambil dari karakter lo adalah elo yang menutup diri, emosi dan perasaan lo. Gue berusaha cari celah tapi gue clueless sampai gue nemu ide itu."
Bahkan sampai detik ini, Kesha masih merasa clueless. Ia tidak berdaya. Perasaan aneh yang berputar di dalam perutnya membuatnya kesulitan berpikir. Sialan!
"Gue suka sama lo sejak projek kita selesai, tepatnya bulan Februari. Gue nggak tau gimana semuanya bermula, yang gue tau gue mulai merasa nyaman di dekat lo. Gue nggak pernah bosen ngobrol sama lo, gue bahkan senang ketika kita berdebat karena hal-hal sepele. Gue mulai terbiasa sama ekspresi yang lo buat, senyum lo, sikap acuh lo, omongan kasar lo, semuanya tentang lo, Ra."
Kesha ingin sekali menangis. Ketakutannya semakin besar. Ia ingin menangis sejadi-jadinya namun sebagian dari dirinya menolak. Kesha ingin menuntaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesha
Romance"Jangan suka aku! Biar aku saja yang suka kamu." -Kesha, bukan Dilan.