Extra 4: Kesha

1K 88 5
                                    

Setelah sepeninggalnya Rurin, tidak ada yang angkat bicara. Baik Kesha maupun Naora. Padahal Rurin sudah berpesan pada keduanya untuk tetap akur selagi dirinya pulang untuk berganti baju. Kesha canggung sementara Naora masih menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Enggan menatap Kesha apalagi mengajaknya bicara. Namun yang tidak Kesha ketahui bahwa Naora masih bersusah payah menutupi perasaannya yang begitu meluap-luap.

Kelegaan yang bercampur dengan rindu, yang sebelumnya tidak pernah gadis itu rasakan. Naora tidak ingin lagi mempertanyakan perihal orientasi seksualnya. Pikiran logisnya tidak boleh mengambil alih bahagianya. Naora pikir ia tidak tertarik pada siapapun, kecuali Kesha-nya.

"Ra, nggak sesek nafasnya?"

Tolol. Kesha merutuki dirinya yang kelewat bodoh karena mengajukan pertanyaan yang amat sangat tidak penting. Namun Naora tidak protes, hanya menggeleng pelan sebagai tanggapannya.

"Lo masih marah ya, Ra?"

Entah rungu Naora yang sudah kapalan atau memang kalimat itu adalah kalimat pamungkas Kesha. Ia terlalu sering mengucapkannya. Naora membuang nafas berat. Ia menatap Kesha yang tampak terkejut dengan sudut mata Naora yang merah dan sedikit berair. Naora yang lebih dulu memangkas jarak antara keduanya dan memeluk Kesha. Suaranya melemah dan debaran jantungnya tidak karuan.

"Gue takut, Sha. Takut lo pergi sebelum gue minta maaf."

"Mana bisa gue ninggalin elo, Ra kalau poros dunia gue itu elo."

Kesha membalas pelukan Naora. Mengusap punggungnya pelan, menghirup dalam-dalam wangi favoritnya dan mengecup puncak kepalanya. Kesha tidak tahu jika mencintai seseorang akan serepot sekaligus semenyenangkan ini. Bertengkar kemudian kembali mencinta lebih dalam. Mereka bertahan di posisi itu untuk beberapa saat hingga suara Naora kembali terdengar.

"Sha, gue pegel."

Kesha tertawa. Menertawakan suara parau khas sehabis menangis Naora yang sedikit merengek sambil sedot ingus serta ekspesinya yang kekanak-kanakan. Sehingga Kesha berinisiatif mengangkat Naora dan mendudukkannya di atas ranjang, berhadapan dengan dirinya.

"Jadi, mau pulang atau pindah?"

Naora menatap kedua manik Kesha. Ekspresinya begitu antusias. Garis wajah yang rasanya sudah lama sekali tidak ia lihat. Naora ingin mengakui dengan keras bahwa ia merindukannya. Merindukan rumahnya. "Pulang."

Satu kata itu cukup mewakili segalanya. Naora tidak ingin apapun. Ia hanya ingin kembali ke rumahnya. Kembali pulang bukan sekedar singgah namun untuk menetap. Di lain sisi, manik Kesha bersinar. Kedua pipinya bersemu lucu.

ANJING ANJING ANJING! SATU KATA TAPI DAMAGENYA BUKAN MAIN!!!

Kesha kembali menarik Naora ke dalam pelukannya. "Aduh lo lucu banget. Pacarnya siapa sih?"

"Kesha."

Hah?

Kesha hanya sekedar iseng dengan kalimatnya barusan. Ia hanya tidak tahan dengan tingkah menggemaskan Naora namun setelah mendapati respon polos tadi sontak Kesha melepaskan pelukannya dan mendapati wajah malu-malu Naora yang berusaha mengalihkan pandangan, menolak untuk beradu pandang dengan dirinya. Kesha menunggu hingga beberapa saat kemudian. Netra kokoa itu menatapnya, memantulkan pantulan wajahnya.

Detik berikutnya, bibir Kesha sudah berlabuh di bibir mungil milik Naora. Ia melumat bibir itu dengan lembut. Kesha kian tertantang tatkala Naora memberinya akses lebih. Kini lidahnya bermain indah di dalam rongga mulut. Mencecap, melumat dan saling bertukar saliva. Jemari Kesha merengkuh pinggang ramping Naora dengan nyaman, terasa sangat pas baginya.

Tatapan mata keduanya tidak terputus meskipun tautan di bibir sudah terlepas. Dahi bertemu dahi serta senyum yang tidak juga luntur dari kedua bibir. Ah, mereka memang mirip remaja yang baru kasmaran, pikir Naora.

"Manis."

"Pahit."

Kesha memundurkan kepalanya. "Hah?"

Naora bersungut-sungut. Ia turun dari ranjang. "Mulut lo pahit."

"Kan abis minum obat, sayang."

Naora tampak menimbang-nimbang. Alisnya menukik tajam dan kembali menatap Kesha datar. "Kalau gitu nggak ada ciuman lagi sampe lo sembuh."

Naora berlalu, berjalan memasuki toilet yang terletak di sudut ruangan meninggalkan Kesha dengan tampang tolol; setengah melongo, setengah menahan tangis.

TAU GITU TADI CIUMNYA NGGAK CUMA SEKALI DEH

.

.

a/n: a-anu, kalau di extra chapter berikutnya saya buatin explicitcontent kalian mau nggak?

KeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang