Extra 1: Just Roommate

1K 89 2
                                    

Three years later,

Gadis bernetra kokoa itu memasuki flat ketika waktu sudah menunjukkan tengah malam. Kesibukannya sebagai seorang asisten psikolog membuatnya bekerja tak ubahnya seperti robot. Berangkat pagi hari dan jam pulang kerja yang tidak menentu, tergantung banyaknya klien yang harus ia tangani. Naora Indira seringkali berpikir bahwa kewarasannya semakin hari kian menipis akibat jam kerja yang begitu ketat. Namun ada yang lebih buruk dari itu sebenarnya.

Tatkala memasuki flat, indera penciuman Naora disapa oleh bau minuman beralkohol yang cukup pekat. Tidak perlu ditanya ulah siapa, tentu saja roommate kesayangannya, Kesha Viona. Gadis yang karakternya berkebalikan seratus delapan puluh derajat dari Naora. Gadis yang kewarasaannya patut dipertanyakaan akibat tingkah lakunya yang kadang tidak masuk akal. Gadis yang punya sekian baris kebiasaan yang dibenci Naora. Gadis yang setengah mati menyimpan rasa pada Naora.

Gadis yang saat itu terkapar di sofa dengan televisi yang menyala dengan volume rendah. Sisa kaleng minuman yang dibiarkan berserakan di atas meja serta bungkus biskuit dan keripik menambah nilai plus sebagai penyebab kepala Naora berdenyut keras, pening mendadak.

Naora menghela nafas berat, ingin rasanya ditenggelamkan ke perut bumi saat itu juga pikirnya. Ia kelewat lelah untuk menjadi manusia rajin saat itu tapi akalnya berontak hingga ia memutuskan melempar tas kerjanya ke sofa dan mendarat apik di kepala Kesha. Sayangnya tidak ada respon kecuali gumaman tidak jelas dari tersangka kejahatan itu—Kesha.

Naora mulai memunguti kaleng, bungkus biskuit dan keripik yang berserakan, mengelap meja, menyalakan penyedot debu dan mulai mondar-mandir kesana-kemari. Hingga setengah jam berlalu, barulah ia selesai dengan urusan bersih-bersih. Naora menggoyang-goyangkan punggung Kesha yang tertidur dengan posisi tengkurap, khas Kesha sekali.

"Bangun woy! Pindah sana ke kamar!"

Tidak ada respon.

"Bangun tolol!"

Terdengar gumaman tidak jelas.

"Woy! Masuk angin tahu rasa loh!"

Kesha membalikkan badan, perlahan berusaha membuka matanya, ia bergumam pelan, "Jam berapa?"

Naora memutar bola matanya, mencoba untuk tidak kesal pada teman kesayangannya dan menyahut tanpa memandang Kesha, "2."

Setengah sadar Kesha beranjak dan berjalan ke kamarnya dengan ber-oh sebagai balasan dari jawaban Naora. Pintu kamar Kesha ditutup dan Naora baru bisa menghela nafas panjang, ia melemparkan dirinya ke sofa yang masih terasa hangat sepeninggalnya Kesha. Matanya kini menerawang jauh entah kemana. Naora hanya merasa ia bisa saja mati saat itu juga karena kelelahan. Lelah fisik, mental dan hati. Namun sayangnya meski berulang kali merasa kelelahan yang begitu hebat, Naora masih bernafas hingga detik ini. Sial, memang.

Waktu mulai merangkak naik tatkala Naora sudah tuntas pergi ke alam bawah sadar. Faktanya memang sekejam itu, waktu tidak pernah menunggu orang-orang yang tertinggal. Meski baru tiga jam Naora tertidur, matanya kembali terbuka tatkala dering ponselnya berbunyi nyaring. Payahnya lagi Naora tertidur di sofa, artinya bukan posisi ternyamannya. Shit!

Naora berbicara dari sambungan telepon dan betapa jengahnya ia ketika sepagi ini sudah ada panggilan dari tempatmya bekerja dan mengeluhkan klien yang berulah minta ditangani secepatnya. Naora mencoba meminta toleransi dengan menanyakan asisten lain yang bertugas hari itu namun dengan tidak sopannya, semesta bersekongkol untuk membuat Naora mati muda. Tentu saja, mana mungkin Naora tega membiarkan asisten lain yang tidak lain juniornya harus menangani klien.

"Tiga puluh menit. Beri saya waktu tiga puluh menit."

Sambungan telepon ditutup, ia menghela nafas berat. Naora bergegas mandi dan berganti pakaian.

KeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang