Part 19

19 3 0
                                    


"Akh..!!" Alvin menghentakkan tangannya di lengan sofa tunggal yang ia duduki. Dengan serta merta Kenia terhenyak dan melepar pandangannya ke arah cowok yang terlihat kesal yang ada di depannya. Ia tahu, kalau lelaki itu sedang menahan kesal dan frustasi, sama seperti dirinya saat ini.

"Maaf, atas sikap bokap gue yang buat bang Alvin kesel," cicit Kenia, ia merasa tak enak hati dengan keegoisan papanya.Terbesit penyesalan di dalam hatinya, ia kira Alvin mau saja dengan perjodohan diantara mereka, ternyata Alvin sama seperti dirinya, malahan Alvin baru tau dengan kenyataan yang ada, bahwa sudah terjadi perjodohkan tanpa dia ketahui. Karena dirinya melihat dengan mata kepalanya sendiri, akan keterkejutan yang ditunjukkan dari wajah yang diakauinya tampan itu.

Alvin memijit pelipisnya, kepalanya mendadak terasa pusing.

"Gue juga baru tau kemaren, bang. malah papa nyuruh gue mutusin pacar gue," curhat Kenia. Alvin melihat sekilas dara belia yang masih mengenakan pakaian putih abu-abu.

"Gue tau, bang Alvin juga pasti tidak mau nerima keputusan ini,"

Alvin menganggukkan kepalanya. Tangannya menarik-narik di pangakal batang hidungnya yang mancung. "Abang bener-bener kaget apa yang abang denger tadi, orang tua abang gak pernah mengatakan apa-apa akan hal ini," sahut Alvin lirih, ia berasa tidak ada daya, ia bener-bener syok.

Terbesit ada perasaan iba di hati Kenia, melihat lelaki di hadapannya itu. Karena ia juga kemarin merasakan hal yang serupa. Kaget, kesel, kecewa serta marah. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Kesunyian kembali menyapa mereka.

"Kamu sudah cerita sama kekasih kamu?" Cetus Alvin tiba-tiba.
Kania menggelengkan kepalanya. "Gue gak berani, bang. Gue gak ingin buat dia kecewa, gue takut kehilangan dia, gue belum siap, bang," Kenia berkata lirih dan suaranya terdengar sedikit bergetar.
Kenia menghela nafasnya pelan, ia berusaha menstabilkan emosinya.

"Bang Alvin juga pasti udah punya pacar juga kan..?" Tebak Kenia asal, ia mencoba mencairkan suasana yang dirasakaan sedikit melow ini. Alvin pun menggelengkan kepalanya.

"Huuff..." Alvin menghembuskan nafasnya dengan kasar, biar rongga dadanya yang terasa sesak menjadi sedikit longgar. Tanpa sengaja, Alvin melirik jam yang melingkar manis di tangan kirinya.

"Astagfirullah..." Alvin menepok jidatnya. "Abang pergi dulu, lain kali kita bicarakan lagi, Ken," setelah meraih gelas yang berada di atas meja dan meneguk isinya, Alvin buru-buru berdiri dan meranjak berjalan kearah luar rumah.
Kenia hanya bisa melongo sesaat, ia pun sontak menggeret kakinya dengan perlahan untuk mengantar Alvin sampai keteras rumahnya.

"Assalamu'alaikum...," Pamit cowok tampan itu.

"Wa'alaikumussalam...," jawab Kenia cepat.

Ketika Alvin berjalan ke arah pintu gerbang, tiba-tiba dari luar, ada seseorang masuk kedalam halaman rumah keluarga Bagaskara dan hampir menabrak Alvin yang saat itu berjalan cepat sambil menundukkan kepalanya.

"Nak Alvin...?!" Merasa ada yang menyebut namanya, Alvin menegakkan kepalanya

"Lho, bu Ningsih...?" Alvin sedikit kaget, dan terkesima sesaat, setelah tau siapa yang telah memanggil namanya. "Kok ibu ada disini?" Alvin menatap bu Ningsih heran, dahinya terlipat. "Rumah ibu berada di daerah sini??" Tanya Alvin lagi, karena merasa tidak ada respon dari wanita paruh baya itu. Alvin melihat bu Ningsih termangu, sedangkan tangannya menenteng bungkusan.

Kenia yang masih diteras, bergegas mendekat.

"Bang Alvin kenal dengan bu ningsih?" Lelaki itu menganggukkan kepalanya, sementara matanya masih menatap bu Ningsih. seolah ia takut Ningsih raib dari hadapannya.

In DepressionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang