"Dia gak pernah jadi milik gue."
***
"Ngapain kalian disitu!?"
Di pinggir danau itu, Ryan dan Lia dapat melihat Bu Nana yang menatap garang pada mereka. Lia meneguk ludah susah payah.
'Mati gue." batinnya takut.
Sementara Ryan tetap memasang ekspresi santai seolah tidak terjadi hal apa-apa. Dia memutar kendali perahu dengan tenang ketika melihat Bu Nana mengayunkan tangan dengan cepat, seolah meminta mereka untuk segera menghampiri dirinya.
"Ryan, gue takut. Kayaknya bu Nana bakal marahin kita berdua deh," ucap Lia ketika perahu mulai mendekat ke pinggir danau.
"Lo tenang aja. Biar gue yang hadepin." Lia mengangguk dan harap-harap cemas semoga wali kelas mereka itu tidak menyemprot mereka habis-habisan. Lagipula kenapa sih bu Nana bisa tahu mereka ada disini. Perasaan tadi saat mereka pergi, tidak ada satu orangpun yang melihat dan hari masih begitu pagi. Tidak ada yang terbangun.
Cengkraman Lia erat di lengan Ryan saat mereka sudah sampai di pinggir danau. Dengan telaten, Ryan membantu cewek itu untuk turun dari perahu dengan hati-hati.
"Segitu doang takut. Cemen banget sih jadi orang." Lia mencubit lengan Ryan kuat saat cowok itu malah mengejeknya dalam keadaan genting seperti ini. Mereka sudah melanggar peraturan perkemahan yang melarang untuk pergi tanpa seizin guru.
"Sakit tolol." Ryan meringis.
"Bodo."
Meski begitu Lia tidak sedikitpun melepaskan tangannya yang dikaitkan di lengan Ryan. Jantungnya serasa memompa ketika mereka sudah sampai di hadapan bu Nana yang masih tidak melepaskan tatapan garangnya itu.
"Ryan. Lia. Kenapa kalian pergi ke tempat seperti ini tanpa seizin ibu? apa yang kalian berdua lakukan berdua di tempat sepi sepagi ini?"
Lia meneguk ludah dengan berat. Rasanya dia seperti sedang menjalani vonis hukuman karena melakukan kesalahan yang sangat besar, padahal kan dia dengan Ryan hanya mengobrol biasa dan tidak melakukan apapun.
"Itu tangan kamu juga kenapa nempel terus di tangan Ryan?" tunjuk bu Nana pada tangan Lia yang sedari tadi memang tak berniat untuk dilepaskannya. Dia terlalu takut dan merasa terancam sekarang.
Lia barusaja hendak menarik tangannya sampai tangan Ryan malah menggenggam jari jemarinya dengan pasti di hadapan bu Nana yang melotot tajam. Hatinya menghangat ketika sela-sela kosong jarinya terisi oleh tangan Ryan, mereka terasa lengkap.
"Kami tidak melakukan apapun disini bu, hanya mengobrol biasa." jelas Ryan tenang. Karena itu memang kenyataannya, jadi mereka harus bisa menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Dan Ryan rasa, ada seseorang yang telah mengatakan yang tidak-tidak pada bu Nana.
Mata bu Nana masih memicing tidak percaya. "Terus kenapa tangan kalian pegang-pegangan seperti itu?"
"Memangnya tidak boleh ya bu? Ibu pernah muda juga kan? tidak salah kan jika saya memegang tangan pacar saya seperti sekarang?"
Deg. Jantung Lia memompa begitu cepat ketika Ryan menyebut kata "Pacar". Apa maksudnya berkata seperti itu? tapi ketika mengingat mungkin ini hanya sebagai bentuk pembelaan, Lia hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Bukannya kalian berdua sudah putus?" pertanyaan itu membuat Lia kembali terbengong. Sehebat itukah kepopuleran Ryan, sampai para guru juga tahu bahwa mereka pernah pacaran bahkan sampai sudah putus juga mereka tahu.
"Kami tidak pernah putus, yang kemarin itu hanya sedikit kesalahpahaman. Iya kan sayang?"
Lia memelotot pada Ryan ketika mendengar panggilan yang dulu sempat dianggapnya menjijikkan itu. Tapi kenapa kali ini dia merasa sangat bahagia sekali dipanggil seperti itu oleh Ryan. Lia memilih mengangguk kecil tanpa berani lagi menatap Ryan maupun bu Nana.
"Tapi ibu bisa pegang ucapan saya. Kalau saya tidak akan pernah melakukan hal lain kepada orang yang masih menjadi pacar saya kecuali memegang tangannya. Karena saya tahu kami berdua belum halal, jadi tidak mungkin juga saya melakukan hal yang tidak-tidak."
'Padahal dia pernah peluk gue juga.' Lia membatin.
"Ibu percaya sama kalian berdua. Tapi ibu peringatkan sama kalian berdua, jangan pergi tanpa meminta izin dulu kepada Ibu." Ryan mengangguk sambil tersenyum kecil.
Lia mendongak ketika merasa Ryan meremas tangannya. Cowok itu melirik seakan mengatakan "Kita udah aman, lo gak perlu takut lagi." Lia tersenyum dan menatap Bu Nana yang melirik mereka dengan senyum. Ryan memang murid kesayangan para guru, bahkan wali kelas mereka tidak sekalipun pernah marah pada cowok yang masih menggenggam tangannya ini. Alasan-alasan konyol itupun dapat dipercayai guru dengan mudahnya. Hebat.
Sepertinya kalau mereka memang menjalin hubungan akan banyak yang merestui hubungan mereka. Oke. Lia mulai ngaco.
***
Rafa merangkul bahu Ryan sesaat setelah mereka sampai kembali di tempat perkemahan. Ternyata anak-anak sudah pada bangun dan bersiap untuk melakukan aktivitas pertama mereka di tempat ini.
"Lo kemana aja bro? kaga ajak-ajak gue."
"Ada urusan."
"Urusan apaan? pacaran?"
Ryan melepas paksa rangkulan Rafa dan menjitaki kening Rafa berkali-kali. "Kok gue yang kena jitak sih!? emang omongan gue salah apa? lo emang lagi ada urusan dalam tanda kutip "pacaran" kan sama Lia? lo ngajak dia balikan, yan?"
Ryan mendengus mendengarnya. Hanya Nugraha yang tahu bahwa dia dan Lia hanya pacaran pura-pura. Bahkan sahabatnya ini hanya tahu bahwa dia dan Lia memang pacaran dan sudah putus. Dan karena kesalahpahaman itu, Rafa mungkin menarim kesimpulan kalau dia dan Lia kembali berpacaran karena mereka pergi diam-diam berdua tadi.
"Ngaku lo, yan?"
"Kenapa emang kalau gue ngajak dia balikan? lo gak terima?"
"Elah, gue seneng lah dengernya kalau misalnya lo berdua balikan. Gue perhatiin juga gak ada satupun dari kalian berdua yang keliatan bahagia setelah putus. Gak ada adegan caci makian lagi, kalian malah diem-diemen kayak orang bisu. Sekolah gak rame kalau kalian gak berantem, anjir?"
"Sialan. Lo jadiin adegan berantem gue sama Lia sebagai tontonan gratis lo disekolah gitu? Lo merasa terhibur liat kita berdua caci makian?"
"Ya bukan gitu. Gue rasa kalian berdua cocok banget bro, rugi kalau putus. Lo gak liat tu si Andre udah mulai gercep deketin mantan lo itu?"
Seketika itulah mata Ryan menoleh kearah yang ditunjuk Rafa. Dilihatnya Andre yang menggoda Lia, yang hanya ditanggapi seadanya oleh Lia. Sementara Ayu bersedekap menatap pemandangan itu. Mungkin masih merasa dendam karena kelakuan kasar cowok itu beberapa minggu yang lalu. Saat di lapangan.
"Lo gak cemburu, yan? mending lo cepet ajak Lia balikan lagi sebelum dia direbut sama playboy itu. Lo udah tahu sendiri kan gimana kelakuan Andre?"
Ryan mengangguk dengan mata yang masih mengarah pada mereka berdua. "Gue lagi usaha. Lo tenang aja." Rafa tersenyum ceria dan merangkul bahu Ryan kembali.
"Itu baru sahabat gue."
'Gue lagi usaha biar dia maafin gue dan bisa jadi milik gue seutuhnya.' sambungnya dalam hati.
Biarlah dia dicap sebagai egois. Tapi dia benar-benar tulus pada Lia. Sekalipun perasaannya tidak pernah berubah pada cewek itu. Dia harus berusaha lebih keras lagi untuk menyiapkan mental menjelaskan semuanya pada Lia agar cewek itu memaafkannya dan mau menerima perasaannya. Dia tidak tahan lagi menyembunyikan perasaannya pada cewek itu.
***
Jangan lupa vote and komen guys.
Dan jangan copy and plagiat my story!!!
See you di part berikutnya. Akan banyak penjelasan di part-part berikutnya, makanya tungguin terus cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Rain
Teen FictionLia Beliana sangat membenci cowok yang bernama lengkap Ryan Alwijaya. Karena sebuah peristiwa di masa lalu, yang membuat Lia bersikap demikian yang tentunya ada hubungannya dengan Ryan. Cowok itu yang telah membuatnya kehilangan orang yang sangat di...