Eps 1 : Kurir Jomblo

97 7 2
                                    

"Kok lama banget sampainya?"

"Mohon maaf ya bu atas keterlambatan kami, terima kasih sudah sabar menunggu."

Kalimat seperti itu kerap kali ku temukan dalam keseharianku. Hari demi hari, aku menghabiskan sebagian besar waktuku di jalanan. Mengantarkan paket-paket pada penerimanya. Teriknya surya adalah makanan sehari-hariku. Tak jarang pula aku harus kehujanan agar paket-paket itu sampai tepat pada waktunya. Mungkin banyak orang yang menganggap pekerjaanku ini adalah pekerjaan yang rendah. Aku hanyalah seorang kurir pengantar paket. Bagiku waktu dan keselamatan paket adalah hal terpenting.

Aku melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hariku termasuk membiayai kuliahku. Ya, aku harus bisa hidup mandiri agar tidak membebani bapak dan ibu. Aku tak ingin beban kehidupan mereka bertambah hanya karena aku ingin melanjutkan pendidikanku di kampus yang kuinginkan. Bagi bapak, pendidikan anak-anaknya adalah yang utama. Bapak tidak mau anak-anaknya berakhir sepertinya. Sebenarnya bapak ingin sekali membiayaiku dengan penghasilannya sebagai seorang kuli bangunan. Tapi aku teringat akan hutang-hutang yang dimiliki keluargaku. Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk menunda untuk masuk kuliah selama dua tahun. Sejak saat itu aku bekerja sebagai kurir hingga saat ini sebagai penunjang kehidupan.

Dengan mengendarai motor cicilan yang akan kulunasi bulan depan ini, satu persatu alamat ku hampiri. Menghadapi berbagai sifat dari penerima paket membuatku seperti guru bimbingan konseling di sekolah yang menghadapi macam-macam kepribadian siswa. Di luar itu semua, aku sangat menikmati pekerjaanku ini. Tanggapan positif dari para penerima paket menjadi penghargaan untukku yang dapat memberikan rasa semangat menjalani keseharianku.
Akhirnya tinggal satu paket lagi. Tak sabar aku menghantarkan paket ini dan segera pulang. Hari ini adalah hari liburku. Jadi aku bekerja dari pagi hingga sore. Biasanya aku bekerja setengah hari, karena setengah hari lagi kugunakan waktuku untuk kuliah.

Hari semakin gelap. Alamat yang terakhir ini cukup mudah mencarinya karena terletak di dekat salah satu jalan utama di kota Denpasar. Ternyata alamat ini mengarahkanku pada sebuah kos-kosan yang bisa dikatakan untuk mereka yang cukup kaya. Dari gerbangnya saja sudah terlihat mewah. Jika aku mengantarkan paket yang beralamatkan kos-kosan, aku tidak akan masuk begitu saja. Aku akan menelpon penerima paket yang nomornya sudah tertera pada data paket. Dan akan kulakukan pada paket ini juga.

Tuuut... Tuuut... Tuuut... Maaf nomor yang anda panggil tidak menjawab, silahkan hubungi sebentar lagi.

Coba sekali lagi deh.

Tuuut... Tuuut... Tuuut...

"Halo..." sambut suara seorang wanita.

"Iya halo selamat sore, saya kurir yang mengantarkan paket atas nama Tika, benar dengan mbak Tika?" Kalimat pembuka yang biasa kuucapkan saat menghubungi penerima paket.

"Oh iya aku Tika, tapi aku lagi tidak di rumah. Titip aja paket itu sama temenku yang di kamar nomer 15 sebelah kamarku di lantai 2 ya." Wanita itu sepertinya sedang sibuk, terdengar ia sedang terburu-buru.

"I" belum genap aku mengatakan iya, telepon sudah terputus.

Segera aku masuk dan naik ke lantai 2. Sepertinya para penghuni kos sedang keluar. Lorong kos tampak gelap, hanya beberapa kamar saja yang diterangi lampu. Sampailah di depan kamar 15, kamar dari teman yang memiki paket yang kubawa. Sama seperti kamar kebanyakan. Kamar bernomor 15 ini terlihat sepi tanpa penghuni. Tak perlu pikir lama, aku mengetuk pintu kamar di depanku. Tak ada tanggapan sama sekali. Aku mengetuknya sekali lagi. Ku tunggu beberapa menit. Nihil.

"Permisi... halo... paket" aku berteriak memanggil. Tidak ada jawaban. Aku penasaran sehingga aku mengintip ke dalam kamar. Gelap, tak terlihat apapun.

Paket UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang