Setelah mengumpulkan keberanian semalam, hari ini aku memutuskan untuk kembali membahas rencana liburan Tika yang ingin mengajakku berlibur bersamanya. Seperti biasa saat jam makan siang kami akan makan bersama di tempat yang selalu sama pula. Sebenarnya sejak kemarin malam aku ingin mengiyakan ajakannya itu melalui chat. Namun dasarnya pemalu aku masih saja tak berani mengungkapkan walaupun itu hanya sebuah chat
"Sudah ingat Rade?" Suara dari Tika pertama yang menyela seusai kami menghabiskan santap siang hari ini.
"Ingat apa?" Aku menatapnya bingung.
"Yang kemarin itu, kamu mau bilang apa?" Tika mencoba mengingatkan kembali.
Betapa pelupanya diriku padahal seharian kemarin aku memikirkan hal ini, bahkan hingga sebelum mulai duduk dan makan bersama Tika itu adalah hal yang tak terlupakan.
"Emm apa ya?" Aku pura-pura memasang wajah kebingungan berusaha mengingat. Tentu saja aku sudah mengingatnya namun aku belum siap hanya untuk berkata iya pada ajakannya itu.
"Kamu lupa lagi ya?" Tika menatapku dengan alis yang ditekuk dengan sedikit tersenyum. "Tentang apa sih? Aku jadi penasaran." Lanjutnya.
Aku berpikir cepat untuk mengalihkan pembicaraan ini segera "Oh ya, rencana vlog liburanmu gimana?" Kuharap topik ini akan menghantarku pada waktu yang tepat untuk menerima ajakannya kemarin.
"Aku sudah mulai merencanakannya semalam. Mulai dari destinasi yang akan kukunjungi, perlengkapan, kebutuhan, biaya, dan waktunya juga." Jelasnya.
"Waw semangat banget."
"Iya dong, kapan lagi dapet kesempatan seperti ini." Tika menyengir. "Tapi aku perlu supir travel untuk nganterin aku seharian nanti. Kira-kira dimana nyari ya? Mungkin kamu punya kenalan." Lanjutnya cepat.
Tentu saja aku punya banyak kenalan supir travel. Hampir sebagian besar tetangga di lingkunganku adalah seorang supir travel, ada juga beberapa teman SMA dulu yang memutuskan melanjutkan pekerjaan ayah mereka menjadi seorang supir travel.
"Ada sih. Tapi kamu mau pergi sendiri ya? Atau sama temen-temenmu? Pastinya kamu perlu bantuan kan disana nanti." Aku sedikit menyinggung untuk mengarahkan percakapan.
"Kalau yang itu belum. Aku cuma ngajak kamu kemarin." Tika menggeleng lemah.
Ini adalah kesempatan yang tepat untuk kembali menerima ajakannya namun entah mengapa degup jantung mulai terasa lagi seperti kemarin. Udara semakin panas, jari bergemetar, pikiran amburadul, keringat mulai menetes, napas semakin cepat. Aku tak tahan, jangan sampai Tika melihat wajahku yang mulai gugup ini. Kutundukan saja wajahku agar tak terlihat olehnya.
Terasa sentuhan kulit lembut menyentuh jari-jari tangan kananku yang bergemetar dibarengi suara "Rade?". Sontak saja aku mendongak kedepan menatap wajah Tika yang penuh kebingungan melihatku seketika berubah seperti ini.
"Kamu sebenarnya kenapa?" Pertanyaan yang akan ditanyakan oleh semua orang ketika melihatku seperti ini.
"Gak, gak apa." Langsung mengusap wajah dengan kedua telapak tangan yang secara tidak langsung melepas sentuhan lembut dari Tika.
"Kamu sering seperti itu. Aku jadi bingung."
"Hehe. Gak kok, gak apa, lupain aja." Tertawa pelan sambil mengibaskan tangan ke belakang.
"Udah jam, kamu gak kerja?" Ia melihat jam di ponselnya.
"Eh iya." Aku ikut memastikan waktu di ponselku.
"Ya sudah, hati-hati ya." Ujar Tika sambil merapikan pakaiannya hendak berdiri.
"Iya, daaa Tika." Aku ikut menimpali
KAMU SEDANG MEMBACA
Paket Untukmu
RomanceKisah pria kurir paket yang ingin memiliki pacar. Namun apalah daya dari sekian banyak wanita yang diidamkannya, tak satupun yang berujung padanya. Nasib memiliki sifat pemalu dalam diri. Suatu Ketika paket hari itu menghantarkan Rade pada sahabat k...