Eps 11 : Privat Mengemudi

4 2 0
                                    

Alarm pagi berdering dengan kencangnya.

"Rade, bangun, udah pagi nih!" ibuku berteriak mendengar alarm yang tak kunjung kumatikan.

"Iya bu." jawabku sambil menguap dengan tubuh masih terlentang di kasur.

Hari ini adalah hari pertama libur panjang akhir semester. Pagi ini terasa lebih dingin dibanding hari-hari sebelumnya. Itu karena hujan yang kemarin malam mengguyur dengan lebatnya dibarengi angin dan gemuruh petir. Cuaca dingin di pagi ini membuatku malas untuk bernjak bangun, namun karena ibu sudah berteriak membangunkanku, apa boleh buat.

Di terah rumah, kulihat bapak sedang bersantai merapikan alat-alat tukangnya sambil menikmati sarapan paginya. Bapak sudah pulang sekitar seminggu lalu dari proyek luar daerah itu. Kini bapak mengambil pekerjaan yang ditawarkan oleh salah satu temannya. Tidak lah terlalu jauh, bapak bisa berjalan ke tempat di mana bapak diminta memperbaiki tembok pagar rumah temannya.

"Sebentar Rade antar ya, pak?"

"Eh Rade udah bangun, gak usah lah, bapak bisa jalan sendiri kok" bapak menolehku sejenak lalu melanjutkan rapi-rapi alat tukang.

"Gak apak kok pak, Rade libur kok, entar bareng aja ya berangkat sekalian Rade ke kantor."

Bapak terkekeh pelan, "Ya sudah kalau begitu, bapak ikut saja."

Aku meninggalkan bapak berjalan ke arah kamar Sastra. Di dalam kamarnya, Sastra sudah asik bermain game di ponselnya. Sudah menjadi kebiasaannya ketika liburan. Ia akan mengahabiskan sebagian waktunya untuk bermain saja. Walaupun begitu, jika ibu membutuhkannya, ia siap untuk membantu.

"Pagi-pagi udah nge-game aja" ujarku dari pintu kamarnya.

"Suka-suka aku lah." jawab sastra tak peduli.

Setiap pagi, ibu adalah anggota keluarga tersibuk di rumah kecil ini. Dari menyiapkan sarapan, makanan untuk di siang hari, dan banyak pekerjaan rumah lainnya. Namun, ibu sangat senang. Ibu tak bisa berdiam diri. Harus ada pekerjaan setiap detiknya. Jika tidak, ibu bisa linglung tak tau akan apa.

Agar bapak tak menunggu lama, aku segera bersiap secepatnya. Begitulah suasana pagi di rumahku ketika semua keluarga berada di rumah. Walaupun dengan rumah yang kecil, bagiku yang utama adalah kehangatan keluarga di dalamnya.

Setelah selesai bersiap, aku menghabiskan sarapan pagi yang dihidangkan ibu di atas meja. Bapak sudah siap menunggu di teras rumah. Aku dengan cepat mengunyah sarapan agar bapak takmenunggu lebih lama lagi. Untungnya dua buah kantong besar di motorku sudah ku lepaskan tadi kemarin sore setelah pulang kerja. Kulepaskan dari motor agar tak ikut kehujanan di luar. Jadi, bapak bisa ikut berboncengan denganku.

"Yuk pak,"

"Oh iya" bapak langsung bangun menenteng tas peralatan tukangnya.

Kuhantarkan bapak terlebih dahulu ke tempat rumah teman bapak. Tidak sampai lima menit dengan menggunakan motor. Setelah itu, aku balik lagi ke rumah untuk memasang kantong paket di motorku.

"Bu, Rade berangkat kerja dulu ya" Pamitku dari luar sedikit berteriak.

"Iya, hati-hati." balas ibu dari dalamdengan sedikit berteriak juga.

Pengantaran paket hari ini sama seperti hari-hari biasanya. Hanya saja paket hari ini tidak terlalu banyak. jadi aku bisa sedikit bersantai saat menghantar paket-paket ini. Di tengah pengantaran paket, tepatnya jam 12 siang, ponselku berdering. Aku mencari tempat yang sedikit teduh untuk menyingkir. Kuambil ponsel di saku celana melihat siapa kiranya menghubungiku di siang hari seperti ini. Aku terkejut ketika melihat nama Tika yang sedang mencoba menghubungiku. Tanpa berlama memikirkan alasan mengapa ia menelponku, langsung saja kujawab panggilannya.

"Halo Tika, ada apa tumben nelpon?"

"Halo Rade, iya nih hehe, kamu lagi dimana?"

"Lagi di jalan mau nganter paket"

"Oh, maaf ya jadi ganggu"

"Gak apa kok, kenapa?"

"Aku udah dapet minjem mobil temenku nih, sebentar lagi dia ke kos bawa mobilnya"

"Eh kok gak bilang-bilang, nanti kalian kelamaan nunggu aku selesai kerja"

"Gak apa, santai aja, dia juga gak ada mau pergi. Sekalian mau main ke kostan ku"

"Oh begitu, baguslah."

"Iya kamu lanjut aja nganter paket ya, maaf ganggu."

"Iya."

"Hati-hati Rade"

"Iya, Tika" Pungkasku.

Melihat percakapanku dengannya di panggilan tadi, seperti sudah berpacaran saja bukan? Iya, kuharap dalam waktu dekat aku bisa mengungkapkan perasaanku pada Tika.

Aku memacu laju motorku lebih cepat agar lebih cepat pula semua paket ini terhantar. Satu persatu alamat sudah kudatangi. Tak terasa sudah satu jam berlalu sejak Tika menelponku. Biasanya jam segini aku makan siang bersama Tika di kampus. Kali ini aku makan bekal sendirian di ruang makan kantor. Sebenarnya tidak sendiri juga. Ada beberapa teman kantor yang sedang makan juga bersamaan denganku. Tapi rasanya aku ingin mengulang waktu. Makan bersama Tika di kampus sangat menyenangkan.

"Cie yang tumben makan siang di kantor!" ledek komang yang baru datang bergabung di ruang makan.

Teman-teman lain di ruangan itu ikut mengiyakan dan sedikit tertawa. Salah satu temanku bertanya, "Emang biasanya Rade makan dimana?" tentu saja ia tak tau. Wardi, OB baru di kantor ini tak pernah melihatku makan di kantor. Ia baru bergabung beberapa hari lalu. Namun ia sudah mengenalku sebelumnya. Wardi adalah tetanggaku yang baru sebulan pindah dari kampung. Jadi, kutawarkan saja bekerja menjadi OB di kantorku yang kebetulan sedang ada lowongan.

"Biasalah di kampus bareng pacarnya" jawab komang sambil menyiapkan bekal dari rumahnya.

"Tika!" Aku memasang wajah sedikit kesal.

"Gak apa lah Rade, gak usah malu gitu" ujar teman kantor lainnya.

Seketika ruangan ini dipenuhi pembahasan mengenai pacar. Aku tak ingin berlama-lama. Segera kuhabiskan sisa bekalku, sedikit basa-basi, lalu turun ke bawah mengambil paket yang sudah disiapkan Komang untuk dihantarkan. Aku harus cepat menyelesaikan pengantaran hari ini agar aku dapat cepat bertemu Tika. Itulah penyemangatku hari ini.

Setelah sekian jam berkutat dengan gas, rem, jalan, paket, dan teman-temannya, akhirnya pekerjaanku terselesaikan tepat pada pukul empat sore. Seusai mengantarkan uang COD, aku langsung melesat menuju kos Kamboja. Tak sabar ingin bertemu Tika lagi. Melihat wajahnya yang begitu cantik menawan. Sudah lama juga aku tak pernah kembali ke kos

Kamboja.

Sepertinya mobil merah yang terparkir di seberang kos Kamboja adalah mobil teman Tika yang pernah kulihat saat menghantarkan paket Tika waktu itu. Jika memang benar mobil itu yang akan kugunakan untuk latihan, kuharap tak ada sesuatu yang terjadi saat latihan nanti. Jika tergores sedikit saja, berapa lama aku harus menabung dari gajiku untuk menggantinya.

Tanpa buang waktu lagi, aku naik saja menuju kamar Tika. Agar tidak semakin sore saja. Sore nanti pastinya banyak orang pulang kerja di jalanan. Itu akan menjadi tantangan lebih sulit untukku latihan. Walaupun hanya untuk mengingat cara menyetir, tetap saja aku merasa sudah melupakannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Paket UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang