Tak sadar, aku tiba-tiba sudah terbangun oleh alarm phonselku. Kumatikan alarm itu dan kembali berbaring. Ya begitulah hidup terasa kurang bersemangat. Bagaimana dengan mereka yang tiap pagi sudah diberi pesan selamat pagi oleh pacarnya. Ingin sekali aku merasakan hal semacam itu. Ya sudah lah terima nasib saja. Segera kuregangkan badan dan bangun.
Ibuku sangat menyayangi anak-anaknya. Walaupun kami hidup pas-pasan. Sama seperti bapak, Ibu mengedepankan masa depan anak-anaknya. Seperti biasa pagi itu makanan sudah disiapkan. Sastra sudah berangkat kesekolah dengan sepedanya. Ibu dengan semangatnya mulai menjahit sepagi ini.
Setelah bersiap, Aku bergegas bekerja. Tinggal lah menggunakan sepatu. Dengan tampang yang sudah klimis, aku siap bekerja. Siapa tau hari ini adalah hari keberuntunganku, hariku mendapat cinta. Sebenarnya tiap hari aku berharap sama seperti itu.
"De, ingat sekalian jahitan bu Siti ya." Ibu mengingatkanku.
"O iya, mana bu ?" Untunglah ibu mengingatkan. Hampir saja terlupa.
"Sudah ibu gantung di motormu." Masih sibuk dengan jahitannya.
"Oh iya bu, Kalau begitu Rade berangkat ya." Aku berpamitan setelah selesai menggunakan sepatu.
"Hati-hati, De."
Mengendarai motor di tengah pagi yang masih lenggang. Menghirup udara segar melintasi taman kota menuju rumah bu Siti. Setelahnya aku mengawali pekerjaanku dengan mengambil paket di kantor terlebih dahulu. Seperti biasa di kantor aku bertemu komang.
"Pagi De" Sambut Komang.
"Pagi juga Mang" Kubalas sambutnya.
Hanya komang yang selalu memberiku salam. Komang Sudah memiliki pacar dan aku pun mengenal pacarnya. Komang yang ramah dengan pacarnya peduli. Benar-benar pasangan yang serasi.
"De, ini paket-paket yang harus kamu anter hari ini. Bisa kan ?" Komang bertanya memastikan.
"Ow, banyak juga ya. Aku ambil setengahnya lagi nanti aja setelah makan siang." Paket hari ini lebih banyak dari hari biasanya.
"Iya, kalau gak bisa, jangan terlalu maksa ya. Hari ini banyak yang harus kamu anter karena om Yande ngambil cuti untuk mengurus anaknya yang sedang sakit." Jelas Komang.
Om Yande adalah seniorku. Ia kurir sama sepertiku. Kurir adalah pekerjaan utamanya. Ia membiayai hidup keluarganya dengan hanya bekerja sebagai kurir. Tak masalah baginya. Walaupun gaji yang ia terima tak sebesar gaji seorang manager. Namun ia semangat menjalani hidup. Iya mengatakan bahwa hidup itu akan terasa semangat jika memiliki alasan untuk menjalaninya. Dan alasan om Yande adalah anaknya. Hal itulah yang ku pelajari dari om Yande.
"Aku usahakan menghantar semua hari ini." Akan ku warisi semangat om Yande.
"Okei semangat Rade!" Komang si ramah memang teman yang baik.
Tak ingin berlama, Aku bergegas mengangkut paket-paket itu menuju motorku.
"Rade!" Panggil Komang berteriak.
"Iya ?" Aku segera menoleh ke belakang.
"Ini paket kemarin malam yang kamu titip" Komang menyodorkan paket titipan semalam.
"O iya lupa." Aku hanya dapat melihat paket itu karena kedua tanganku sedang memikul paket-paket yang berat.
"Dasar Rade pelupa." Komang yang paham dengan keadaanku, membantuku dengan ikut membawakan paket titipan itu sampai motor.
Hemm. Banyak orang bilang aku ini pelupa. Tapi ya sudah lah. Pekerjaan ini harus segera ku selesaikan. Kutata Paket-paket itu di kedua kantong besar yang terpasang di kanan kiri motorku. Untungnya aku tidak lupa alamat paket kemarin. Kalau begitu aku akan memulai dari paket yang belum terhantar ini saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paket Untukmu
RomanceKisah pria kurir paket yang ingin memiliki pacar. Namun apalah daya dari sekian banyak wanita yang diidamkannya, tak satupun yang berujung padanya. Nasib memiliki sifat pemalu dalam diri. Suatu Ketika paket hari itu menghantarkan Rade pada sahabat k...