Hari ini waktu terasa sungguh lambat. Sama seperti ketika aku menunggu sebelum-sebelumnya. Sudah hukumnya mungkin. Ketika kita menunggu sesuatu maka waktu akan berjalan sungguh lambat, sebaliknya ketika kita menikmati sesuatu maka waktu terasa sangat cepat.
Ketika kelas berakhir, aku adalah orang yang paling bersemangat keluar kelas. Berjalan cepat menuju kantin sambil tersenyum girang tak sabar sebentar lagi penantianku selama sehari terhitung dari kemarin saat Tika mengajakku makan bersama, sebentar lagi terwujud.
Aku sudah menyiapkan makan siangku dari rumah dan sedikit melebihkannya. Aku bermaksud ingin berbagi makanan dengan Tika. Semoga saja ia suka dan semoga ia belum menunggu terlalu lama. Dari kejauhan aku melihat Tika sudah menunggu dengan termenung menatap layar ponselnya.
"Tika." Sapaku terlebih dahulu.
Tika yang tengah menatap layar ponselnya sontak melihatku "Hai." Ucapnya dengan tersenyum.
"Udah lama nunggu ya? maaf." Langsung saja kumeminta maaf sambil mengeluarkan bekalku dari tas.
"Santai aja kali, aku juga baru sampai."
"Oh hehe. Hari ini bekal apa?" Aku berbasa-basi seikit sebelum mulai makan bersama.
"Aku masak nasi goreng tadi sebelum berangkat. Sepertinya menumu hari ini enak ya." Tika melihatku sedang membuka bekal.
"Iya ibu masak banyak tadi, jadi aku bawa lebih hari ini. Kamu mau?" Tawarku padanya.
"Ow ibumu baik sekali, pasti ibumu sangat menyayangi anak-anaknya." Cakapnya menatapku tersenyum.
"Iya begitu lah..." Aku terdiam sejenak memikirkan ibu. "Eh ambil ini buat kamu hehe." Pikiranku tersentak kembali lalu menawarkan bekalku padanya.
"Wah makasih, pasti enak nih." Tika terlihat senang menerimanya.
"Iya selam...," kalimatku terpotong sebelum tuntas.
"Tunggu dulu, kamu juga cobain bekalku ya." Tika menyendokkan nasi goreng bekalnya diberikan padaku.
"Wah makasih juga, yuk, selamat makan." Melanjutkan kalimat terpotomg tadi.
"Selamat makan." Sambungnya.
Kami berdua menikmati bekal siang ini dengan nikmat. Rasa nasi goreng buatannya seperti rasa nasi goreng buatan ibu. Mirip, sangat mirip. Ternyata Tika bukan hanya wanita yang mandiri namun ia juga wanita yang pandai urusan dapur. Siapa yang menolak menjadi pacarnya.
Kami selesai makan berbarengan. Tika melanjutkan perbincangan terlebih dahulu.
"Enak ya masakan ibumu, Pasti ibumu jadi juru masak di tempat makan ya." Sanjung Tika sambil menebak-nebak.
"Iya aku juga berharap seperti itu, tapi nyatanya ibu hanya seorang penjahit." Sedikit terkekeh.
"Ooh begitu." Tika mengangguk-angguk kecil terdiam sejenak. "Kamu makin mirip dengan sahabat kecilku. Ibunya juga seorang penjahit. Aku makin yakin kamu ini sahabat kecilku tapi entah kenapa kamu lupa. Padahal dulu kita pernah berjanji tidak akan melupakan." Lagi-lagi Tika teringat sahabat kecilnya.
"Jika memang benar aku sahabat kecilmu, kamu mestinya punya bukti agar aku dapat mengingatnya."
"Bukti ya... Hemm." Tika mulai termenung lagi. Sepertinya ia sedang mengingat-ingat apa kiranya yang dapat diperlihatkan padaku agar aku dapat mengingat masa kecil itu.
Tidak ada angin, tidak ada hujan, ponselku bergetar tiba-tiba mengeluarkan nada notifikasi yang kencang hingga mengagetkan Tika yang tengah termenung. Terpampang nama Komang Tuti di bilah notifikasi. Aku buka saja. Tertulis "Rade, kamu udah punya pacar ya." Terdiam sebentar membaca pesan awal dari Komang. Bingung apa yang harus aku tanggapi. Tak lama berselang kembali Komang mengirimkan pesan selnjutnya. "Jangan bohong deh, aku udah belajar liat sikapmu. Pastinya aku tau kalau kamu lagi deket sama cewek. Iya kan? Belakangan kamu sering telat ngambil paket ke kantor. Tapi gak masalah yang penting kamu sudah gak menjomblo lagi wkwkwk." Masih saja meledekku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paket Untukmu
RomanceKisah pria kurir paket yang ingin memiliki pacar. Namun apalah daya dari sekian banyak wanita yang diidamkannya, tak satupun yang berujung padanya. Nasib memiliki sifat pemalu dalam diri. Suatu Ketika paket hari itu menghantarkan Rade pada sahabat k...