Bab 03 - Putus Hubungan

111 20 0
                                    

Kehidupan memang pahit, bila kita tidak memberinya sedikit rasa manis.

•••••

Harul ini Ana bahagia sekali. Sebab, Raffin mengajaknya untuk makan malam di luar. Ini bukan first time dinner mereka. Namun, ini menjadi pertama kali, karena sebelum ini Ana tidak menyimpan rasa kepada Raffin.

Dengan gemuruh hati penuh bahagia, Ana bersiap cepat, seperti biasa dengan pashmina yang selalu menemaninya untuk berpergian.

Suara motor Raffin terdengar dari bilik kamar Ana. Gadis itu mengintip ke jendela untuk memastikan bahwa itu memang Raffin, dan ya, benar sekali dugaan Ana. Raffin datang menjemputnya untuk dinner yang lebih istimewa ini.

Ana menyambar tas yang bergelantungan di punggung kursi, anak itu keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga.

“Ana! Mau ke mana, Nak?” tanya Nia begitu mengetahui anak semata wayangnya membuka pintu dengan pakaian yang cukup rapi.

“Bukan urusan lo!” ketusnya.

“Bodong! Berapa kali sih gue bilang sama lo? Itu orang tua lo, bagaimana pun juga lo harus bersikap sopan sama orang tua Mama Nia. Lo gak inget lo cuma punya satu orang tua! Lo harus bahagiain beliau, sebelum lo tau rasanya kehilangan kedua orang tua!” Ana malas jika Raffin menasehati masalahnya dengan wanita bernama Nia itu.

Anak itu menghela napas gusar. “Gue itu–––” belum sempat Ana berucap Raffin langsung memotong pembicaraannya.

“Gue nggak mau denger alasan lo lagi! Sekarang juga lo minta maaf sama mama lo atau kita batalin dinner kali in?”

Deg. Ini pilihan sulit bagi Ana.

Terpaksa gue memilih batal dinner daripada minta maaf sama tuh wanita.

“Lebih baik gue nggak jadi dinner sama lo, daripada gue harus minta maaf sama wanita pembunuh!” tanpa banyak bicara, Ana meninggalkan Raffin. Baru selangkah Ana menaikkan tungkai, tiba-tiba terhenti karena ucapan Raffin.

“Oke kalo memang itu mau lo, nggak papa sih guenya. Cuma tolong ya Na, jangan hubungin gue lagi mulai sekarang. Karena, orang tua lo jauh lebih penting dari gue.”

Ana seketika membalikkan badan. “Fin? Lo nggak bercandakan sama yang lo omongin barusan?” tanya Ana tidak percaya. Tanpa sadar, bulir bening telah membasahi pipi mulus gadis kepala dua ini.

“Gue nggak pernah bercandain masalah yang serius Na!” jawab Raffin dengan tatapan yang begitu dingin. Di mana tatapan itu membuat raga Ana ketar-ketir.

“Lo tega Fin! Lo tega sama gue! Sebegitunya lo mutusin hubungan kita yang dari kecil sampai kepala dua gini. Lo tega banget sih! Nyatanya di dunia ini cuma papa gue yang sayang sama gue. Nggak ada lagi selain papa gue!!” Ana menegasi ucapannya terus menerus. Meluapkan semua rasa sakitnya. “Gue kecewa sama lo Fin!”

Jujur hati gue gak tega lihat lo gini Na, gue tau lo suka sama gue, tapi mau gimana lagi, gue harus buat lo sadar dulu sama sikap lo yang nggak wajar sama mama lo itu, cuma ini jalan yang bisa gue lakuin buat lo, maafin gue Na. Gue sayang sama lo, tapi sebagai sahabat. Saat ini gue sedang memperjuangkan satu nama Na. Maafin gue yang gak bisa balas cinta lo itu.

Raffin menyalakan motornya, ingin dia melajukan motornya. Tiba-tiba terhenti sebab Ana berkata di luar dari pikiran pemuda itu.

“Selama ini gue nggak pernah benci sama lo Fin! Tapi kali ini, gue bener-bener benci sama lo.” Tanpa menunggu Raffin membalas, Ana langsung memasuki rumahnya, begitu pun dengan Raffin yang kembali melajukan motor.

Selembar Kisah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang