Bab 05 - Bukan yang Dulu

89 20 2
                                    

Masih bolehkah aku untuk bersikap egois perihalmu?

- Raffin Al-Imran.

•••••

"Ana! Mama mau ke pasar, 'kan ngelewatin kampus kamu tuh. Mama bareng sama kamu boleh, nggak?" dengan tangan yang menenteng tas belanja, Nia menghampiri Ana yang tengah memasang tali sepatu.

"Wah. Boleh banget, Ma. Ana pesen taksi online dulu, ya?" Nia mengangguk.

Selang beberapa menit akhirnya taksi yang dipesan datang juga. Ana dan mamanya langsung datang menghampiri. Sekitar lima belas menit untuk sampai di kampus. Kebetulan jarak kampus dan pasar dekat. Jadi, Ana dan Nia memutuskan untuk turun di depan kampus saja.

Dari jarak yang cukup jauh Raffin melihat Ana turun dari sebuah taksi. Laki-laki itu membelalakkan matanya lebar-lebar. Apa yang iya lihat seperti mimpi. Raffin bingung karena ada Nia yang ikut turun dalam taksi tersebut. Ana nampak ramah dengan Nia, seolah baik-baik saja tidak ada masalah.

Jauh dari itu, ada yang lebih anak itu perhatikan. Perihal pakaian Ana yang mendadak berubah. Pakaian lebar dengan kerudung menjuntai hingga lutut.

Ana berubah? Apa dia udah minta maaf sama Mama Nia?

Tanpa banyak memakan waktu. Raffin berlari kecil menghampiri Ana, sedangkan yang akan dihampiri masih sibuk memperhatikan sang mama yang tengah berjalan ke arah pasar. Melihat mamanya sudah memasuki pasar, anak itu lantas membalikkan tubuhnya. Ia terkejut melihat Raffin yang sedang berlari ke arahnya.

Ada apa sama Raffin?

Kini, pemuda itu sudah berdiri di hadapan sang gadis. Gadis yang dulunya pernah ia gendong saat masih kecil.

"Ada apa?" Ana bertanya sambil membuang muka. Raffin merasakan perubahan yang begitu pesat dari gadis di hadapannya.

"Lo udah minta maaf sama Mama Nia?"

"Seharusnya begitukan?"

"Lo marah sama gue?" pemuda itu nampak gigih dalam bertanya. Memastikan bahwa jawabannya tidak salah.

"Enggak juga." Gadis itu menghela napas gusar sambil membetulkan salah tali tasnya yang jatuh. Detik berikutnya, anak itu berkata, "Udah nggak ada yang dibahas, 'kan? Gue cabut dulu."

"Tunggu Bodong! Lo kenapa sih? Gara-gara waktu itu lo nggak mau lagi temenan sama gue?" tanya Raffin. "Perjanjian kita sudah berakhir."

"Bukan nggak mau, sebaiknya kita menjaga batasan. Udah ya gue, cabut. Assalamualaikum." Tanpa menunggu balasan dari Raffin, Ana langsung pergi begitu saja, sedangkan laki-laki itu mematung. Tidak paham dengan diri Ana saat ini.

-----

Jujur aja gue bingung sama lo Na. Tiba-tiba lo cuek disaat masalah kita berakhir. Perihal masalah menjaga batasan? Apa maksud lo? Gue harus jaga batasan gitu sama lo? Gue nggak boleh main gitu sama lo?

Di saat gue udah mau melupakan dia buat menghargai perasaan lo, tapi lo malah kayak gini, atau ... ini semua karena pakaian yang lo pakai sekarang udah jauh beda sama diri lo yang dulu? Itu yang buat lo gak mau main lagi sama gue?

"Lo kenapa Fin, kayak lagi bingung gitu?" tanya Arsan, teman Raffin lebih tepat lagi sahabatnya.

"Gue heran aja sama sahabat gue itu."

"Siapa? Si Ana?"

"Yaiyalah siapa lagi, sahabat gue selain lo?"

"Oh iya-iya." Arsan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Emang kenapa dia? Kok lo ampe bingung?"

Selembar Kisah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang