Bab 10 - Bahagia Sesungguhnya

93 18 2
                                    

Tidak ada bangkai yang tidak bau.

•••••

“Sebentar ya Na, saya mau beli minum.” Rasyid bangkit dari duduknya.

Ya, bisa dibilang sedari tadi Rasyid bersama Ana. Tidak berdua, tapi berempat. Kebetulan saja Irhan pamit ke toilet sebentar. Alhasil sisa Rasyid, Ana, dan Ica yang berada di tempat wisata itu. Seperti taman lebih tempatnya, dibilang wisata pun tidak ada hewan atau games. Hanya dipenuhi bunga-bunga, dengan pemandangan alam yang ada di daratan.

“Oh, dikira nggak ada orang lain, kali, ya, selain Ana.” Ica memberengut seolah-olah kesal. Padahal sebenarnya tidak. Ana jadi senyum malu-malu.

“Hehe. Ijin beli minum dulu, ya, Kak, Na.” Rasyid mengulangi lagi.

“Telat.”

“Na! Gimana?” tanya Ica begitu punggung Rasyid mulai menjauh dari mereka berdua.

“Gimana?” Ana mengernyitkan dahi. “Gimana apanya?”

“Itu ... gimana, udah ada rasa belum sama Rasyid?”

“Rasa apa? Nggak ada rasalah. B aja.”

Gue nggak tau sama perasaan gue, berasa bukan Ana aja kalo gue bilang suka sama Rasyid. Sementara kita baru bertemu tiga kali ini. Lagipula mengenai rasaku pada Raffin belum terjawab oleh hati hingga detik ini.

“Na! Lo udah move on, ‘kan sama si Raffin?”

“Maybe, yes.”

“Kenapa nggak cari yang baru? Biar bisa tembus halal.”

“Belum ada.”

“Ada.”

“Siapa?”

“Rasyid.” Seketika wajah Ana berubah masam. “Buruan cari, tiga tahun lagi dua lima loh.”

“Kapan-kapan.”

“Jangan gitu. Entar nggak punya keturunan. Sulit hamil.”

Naudzubillah woy! Ngomongnya yang bagusan dikit napa! Do'a lu jelek banget ama gue.”

“Bukan doa. Kan takutnya aja.” Ana hanya berdehem.

—————

“Sayang ... mau itu!” Ayla menunjuk pada sebuah etalase yang menampilkan bola beruang besar bewarna coklat.

“Haduh, Sayang. Kamu nggak bosen boneka terus yang dibeli?” tanya Raffin. “Di kamar kamu udah banyak, ‘kan? Nanti nggak muat, loh.” Sebenarnya Raffin tidak suka jika Ayla selalu membeli boneka setiap kali mereka pergi berdua. Borosin uang, dan jatuhnya malah terbengkalai.

‘Mana ada aku bosen. Boneka beruang itu favorit aku banget. Sebagai pacar yang baik, kamu harus kasih.” Ayla tersenyum. “Beliin ya, Sayang? Please ....”

“Kamu beda banget sih sama Ana? Ana orangnya nggak suka beli sesuatu yang nggak bermanfaat kayak kamu.” Raffin mulai kesal. Ia tidak bisa lagi mengendalikan emosi. Ia mengeluarkan uneg-unegnya.

“Ya jelas beda dong, Fin. Ana ya Ana, aku ya aku. Jangan mentang-mentang Ana lebih kalem dari aku seenaknya kamu kayak gitu. Kamu itu pacar aku! Ingat itu!”

“Ana nggak kalem, dia bar-bar, kok, tapi Ana nggak kayak kamu, yang suka beli sesuatu berlebihan.” Raffin mengusap wajahnya kasar. “Terus kalau kamu pacar aku, kamu seenaknya minta beliin ini itu sama aku?”

“Kamu kok berubah sih, Fin? Apa emang Ana udah mempengaruhi pikiran kamu?” tuding Ayla, detik berikutnya, “apa kamu juga udah baikan sama dia?”

Selembar Kisah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang