Tak ada yang bisa untuk menentang takdir. Sekuat apa pun kita berusaha menghindar, jika itu yang sudah Allah tetapkan, dijauhi seperti apa, semua tetap akan kita timpa.
•
••••
Pikiran Raffin benar-benar kacau. Kembali ia melupakan semua kenangan dengan Ana. Menghapus semua fotonya dengan Ana, baik yang sudah dicetak, maupun yang masih tersimpam di dalam galery. Polaroid di dalam kotak kemarin sudah ia bakar sekota-kotaknya. Tak ada yang bisa mengehentikan Raffin bila ia sudah begini.
“I really hate you Ana.” Tidak henti-henti ia melontarkan kalimat yang sama. Sampai ia berhenti kala pintu kamar itu terbuka.
“Fin?” panggil Ridwan.
“Papa?”
“Ada tamu di bawah! Cepat sana temui!” kata Ridwan.
“Siapa Pa? Untuk saat ini Raffin gak mau ketemu siapa-siapa dulu.”
“Nggak sopan! Ada tamu di bawah! Cepat temui!” Ridwan kembali menegasi. Bapak satu anak ini memiliki prinsip ‘ada tamu itu harus dihargai, sibuk tidak sibuk, sempat tidak sempat temui.’
“Iya-iya Pa!” Raffin mendengus kesal, kemudian pergi meninggalkan kamar.
Sementara Ridwan masih berada di kamar putra semata wayangnya. Ridwan penasaran dengan apa yang dibakar anaknya itu. Sebelum semuanya hangus, Ridwan dengan cepat menyirami percikan api dengan segelas air yang ada di meja belajar Raffin.
Ridwan berjongkok di hadapan api yang sudah menghanguskan sebagian foto itu. Tangan Ridwan tergerak mengambil foto polaroid yang kini hanya menyisakan foto Ana yang mulutnya menganga dengan tangan yang menjulur menyuapi sepotong kue. Bisa dipastikan tangan itu adalah milik Raffin yang fotonya sudah hangus terbakar.
“Ana? K–kok dibakar?” Ridwan kebingungan sendiri. Tidak biasa anaknya ini memiliki masalah sampai menghapus kenangan-kenangan cantik ini.
“Sepertinya ada yang tidak beres antara mereka berdua.”
Sementara di sisi lain, Ana tengah menyiapkan makan malam. Semenjak kepergian sang ayah, keadaan rumah semakin sepi. Jujur saja, Ana ingin memiliki seorang kakak perempuan. Seorang kakak yang benar-benar menyayanginya. Namun, Allah berkehendak dirinya menjadi anak tunggal, dan sudah semestinya harus disyukuri.
Makan malam telah usai, Ana dan Nia kembali ke kamar masing-masing. Di kamar, Ana terdiam sendiri. Masih melamun kejadian pada saat sore itu. Ana tidak sanggup hidup seperti ini. Raffin salah paham.
Ini juga salah gue, karena nggak bilang sejak awal sama Raffin.
—————
Tiga bulan berlalu, Raffin yang sudah lama memblokir nomor Ana menjadikan keduanya tidak dapat berkomunikasi. Cintanya setelah sang papa, hilang entah ke mana. Terbawa angin atau hujan, Ana juga tidak tahu. Yang ia tahu, dirinya menyimpan rasa kepada Raffin, sedang itu bertepuk sebelah tangan.
Teringat cinta bertepuk sebelah tangan. Kemarin info bahagia hadir menghampiri Ana dan teman-temannya. Setelah sekian purnama, Ica datang dengan memberi kejutan bahwa hari ini adalah hari di mana dirinya akan menjadi seorang istri.
Katanya, bulan kemarin Ica baru dikhitbah oleh dosen killer di kampus. Awalnya saja, Ica tidak suka melihat Irhan, dosen killer itu. Akan tetapi, takdir berkehendak lain. Ica dan Irhan malah dipersatukan dengan ikatan yang halal, sebentar lagi tapi. Mirip seperti film-film masa kini, tapi itu juga yang terjadi di kehidupan Ica.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selembar Kisah [END]
Random[Teenfiction - Spiritual] Singkat saja. Ini kisah cinta Ana yang terlalu rumit. Dia bahkan sampai membatalkan pernikahan impiannya bersama orang yang dicintai. Mengapa? © stories 2020 by Syadira Hr. © cover 2020 by Canva. All rights reserved. Please...