Chapter 1

68 17 3
                                    

Adam menguap untuk kesekian kalinya, sementara di depan kelas, Buk Nanik, guru sejarah sibuk berceramah. Sejak lima menit pertama setengah kelas suudah tertidur, dan setengah lainnya berusaha mati-matian menahan kantuk.

Ia kembali membuka komik yang belum selesai dibaca, tiba-tiba sebuah tangan menutup komiknya, wajahnya tidak menunjukan keterkejutan, siapa lagi kalau bukan Eve.

“Jangan harap aku membagikan catatanku lagi, tulis sendiri catatanmu!” Eve berbisik, sambil merampas komik dari jemari Adam.

Adam menghela nafas, dengan malas menarik kembali pena, dan buku catatan. Eve mendengus sebal, melihatnya mencoret-coret asal bukunya. Jelas Adam tidak menganggap serius gertakan Eve tadi, Eve tidak mungkin berbuat setega itu. Cukup merengek sedikit, maka ia akan memberikan catatannya.

“Jam ibu sebentar lagi selesai, ada yang ingin ditanyakan?” Buk Nanik membalikkan tubuhnya, sadar akan setengah kelas yang tertidur, ia tidak tinggal diam, tangannya langsung mengambil penggaris kayu panjang.

BRAAAAAAAAAAAKK…..

Bunyi penggaris kayu, dan papan tulis yang beradu membangunkan seisi kelas.

“Tiduuuuuuur…ajaaaa terus…., besok kita langsung ulangan materi hari ini!” Ucap Buk Nanik sambil membanting pintu kelas.

“Dasar nenek tua, padahal kemaren kan barusan ulangan.” Ucap Jo, begitu pucuk kepala Buk Nanik tidak terlihat di ambang jendela.

“Itu orang dikasih makan apa sih? Galak bener.”

“Bakso super pedas mbak Inem paling.” Jo nyengir, lantas mereka berdua tertawa. Sedangkan Eve yang malas meladeni mereka, sibuk memebereskan bukunya.

“Jadi laper, makan bakso mbak Inem yok.” Jo bangkit dari kursinya.

“Yuk lah, yok Eve.”

“Kalian pergi aja, aku mau disiiiii….”

“No…no…no…, kamu ga boleh jadi cewek freak kayak waktu SD sama SMP, yang kerjaanya cuma dikelas, dan baca buku.” Jo menarik paksa pergelangan tangan Eve, sadar ukuran tubuhnya jauh lebih kecil dari Jo, Eve hanya bisa pasrah diboyong Jo ke kantin.

“Mbak Inem, baksonya tiga ya, yang satu gak pake mie kuning, yang satu komplit, yang satu lagi yang super komplit ya, gorengan enam, sama lemon tea tiga.” Jo menerobos masuk ke stan mbak Inem.

“Siap mas.” Mbak Inem mengacungkan jempol.

“Eh mbak, Adam titip salam nih, katanya nge-fans sama mbak Inem.” Jo terkekeh.

“Apaan sih Jo, mau kupotong junior-mu itu?”

“Gak usah malu-malu deh, kan kamu yang semalam bilang mbak Inem cantik.” Bahkan Eve ikut-ikutan menggoda.

“Ya ampun mas Adam makasih lho, jadi malu iiiih….” Mbak Inem cekikikan.

“Hahaha…ha…ha.” Adam tertawa kaku.

“Nih pesenannya, mbak diskon deh khusus mas Adam.” Mbak Inem mengedipkan sebelah matanya.

“Wah kalo gitu Adam aja yang nraktir, setuju Eve?” Jo melirik Eve, sebagai balasan Eve mengacungkan jempolnya.

“Ogah, bayar sendiri-sendiri.”

“Tapi jangan nangis ya, kalau komik kamu kesita Buk Nanik.” Eve tersenyum miring.

“Oke aku traktir.”

“Selamat makan.” Jo dan Eve berucap, tanpa merasa bersalah. Di dalam hati Adam hanya mengumpat kesal. Bisa saja ia melaporkan kepada polisi atas tindak kejahatan pemerasan, tapi Adam tidak yakin polisi akan menganggap serius laporannya, dan untuk saat ini Buk Nanik lebih menyeramkan dari pada polisi.

Son Of Venus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang