Chapter 9

19 7 1
                                    

“Lima ribu lima ratus rupiah.” ucap seorang kasir minimarket berwajah muram. Adam mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribu rupiah, lalu memberikannya kepada kasir perempuan berwajah muram tadi. Setelah mengambil kembaliannya Adam mengambil roti isi cokelatnya, sambil menunggu bus kota Adam melahap rotinya.

Seminggu setelah pertarungannya dengan Wendigo, dan Bloody Mary di toilet siswa, sekolah kembali dibuka. Kepolisian menemukan jasad pak Theo, dan pak Supri yang asli di gudang sekolah. Pak Theo dinyatakan tewas karena menghirup gas beracun, sedangkan pak Supri karena serangan jantung. Adam yakin kalau Omyoji ikut campur tangan dalam pemecahan kasus meninggalnya pak Theo, dan pak Supri.

Menit demi menit berlalu, halte bus semakin sesak oleh penumpang, namun belum ada satu pun bus kota yang hinggap. Adam mulai gelisah, tiga puluh menit lagi bel akan berbunyi, namun busnya belum juga datang.

Seorang turis wanita berambut pirang berjalan masuk ke dalam halte, turis itu menjadi pusat perhatian orang-orang, bukan hanya karena rambut pirangnya, namun karena wajahnya yang menunjukan kalau ia seorang bule. Turis itu memandang bangku kosong di sebelah Adam. Excuse me, may I sit here?” tanyanya sambil menyunggingkan senyum. Adam balas tersenyum lantas bergeser. “Sure miss.”

Setelah penantian panjang akhirnya bus datang juga. Adam meringsek maju, membelah kerumunan massa yang menghalangi jalan. Ia segera menempatkan diri di bangku paling belakang. Ternyata wanita bule tadi juga satu jurusan dengannya. Mereka bertemu pandang, lantas bertukar senyum.

Saat bus sudah penuh sesak dengan penumpang, diam-diam turis asing itu menyentuh telinganya. “Target is on.” Ia menyunggingkan senyum licik di wajahnya.

*****
Astartoth berjalan mondar-mandir di dalam ruang singgasananya, wajah cantiknya tertekuk, sedang mulutnya menggumamkan sesuatu. Iblis-iblis bawahannya hanya diam memandang ratu mereka yang tengah gusar, beberapa lainnya saling berbisik.

Semenjak kunjungan Lucifer, Astartoth terus-terusan diteror oleh iblis-iblis bawahan sang pangeran neraka.

“AAAAARGH!” Astartoth menjerit frustasi, lantas melemparkan pisau ke arah pengikutnya. Iblis-iblis itu lagsung menunduk ketika pisau Astartoth hampir menancap di wajah atau ubun-ubun mereka. Seketika ruang singgasana hening, tak ada yang berani bicara.

Astartoth ikut terdiam, dadanya naik turun menahan emosi. Ia berbalik ke singgasananya, kembali mendudukan pantatnya. “Lucu sekali, hahahahaha” Ia tertawa jengah, lama-kelamaan tawanya makin menggelegar.

Iblis-iblis pengikutnya saling berbisik, saling bertanya, apakah Astartoth sudah gila? 

“Kalian tidak tertawa, padahal lucu sekali?” Astartoth kembali melancarkan tawa dari mulutnya.

Iblis-iblis itu semakin heran. Salah satu dari mereka memberanikan diri bertanya, “Ratuku, apakah gerangan yang membuat anda tertawa?” Astartoth memandang jengah iblis rendahan itu. “Kau tahu apa yang lucu?” Astartoth bergerak mendekati iblis itu, tanganya terangkat seolah-olah tengah mencekik.

Tiba-tiba saja iblis itu terangkat beberapa senti dari tanah, dadanya naik turun mencari oksigen, tangannya meraba-raba lehernya yang tercekik.

“Akan kuberitahu kau, kita sudah pernah membunuh ratusan orang, menghasut makhluk-makhluk jelek itu untuk menyembah kita, menjadikan mereka penyihir.” Astartoh melepaskan cengkaramannya, iblis itu jatuh berdebam ke tanah, ia menarik oksigen sebanyak-banyaknya.
“Tapi tak ada satupun dari kalian yang bisa membunuh atau menangkap bocah ingusan itu!” Astartoth menjerit.

Son Of Venus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang