Bab 25

4.2K 505 14
                                    


Mata Prilly mengerjap beberapa kali bahkan sampai Ali yang sudah mengambil posisi duduk Prilly masih belum bisa menguasai dirinya dari keterkejutan.

"Maafin Mas Sayang."

Prilly mulai tersadar ketika suara Ali kembali terdengar di telinganya. Dengan cepat Prilly menarik tangannya dari genggaman Ali, dengan tubuh yang sudah menegak sempurna Prilly masih terus berusaha menarik tangannya yang justru semakin erat digenggam oleh Ali.

"Lepasin!"

Dengan manja Ali menggelengkan kepalanya. Prilly nyaris mengeluarkan suaranya kembali saat tiba-tiba Ali menarik tangannya hingga tubuhnya terhuyung ke depan.

Mata Prilly sontak membulat saat Ali dengan manja memeluk erat pinggangnya lalu menyusupkan kepalanya ke perut Prilly. Tubuh Prilly berubah kaku bahkan tanpa sadar Prilly sampai menahan nafasnya.

Ali semakin membenamkan wajahnya ke perut rata Prilly, kedua lengannya memeluk erat pinggang kekasihnya. Dia benar-benar ingin menikmati kebersamaan mereka seperti ini.

Ah, padahal baru sehari Prilly menjaga jarak dengannya tapi kenapa bagi Ali sudah sangat lama sampai rindunya menggunung seperti ini.

"Mas." Prilly mendorong pelan bahu Ali yang langsung di balas gelengan kepala oleh pria itu. "Jangan tolak Mas sayang! Mas kangen kamu." Suara berat Ali terdengar samar karena pria itu masih membenamkan wajahnya di perut Prilly.

Terdengar helaan nafas dari Prilly, rasanya semakin berat saja untuk melanjutkan aksi ngambeknya pada Ali. Pria ini benar-benar terlihat begitu tersiksa karena perselisihan mereka kemarin tidak hanya Ali tapi dirinya juga seperti itu, mereka sama-sama tersiksa.

"Mas jangan seperti ini! Nanti anak-anak liat Mas." Prilly kembali mendorong pelan bahu Ali.

Kepala Ali bergerak mendongak menatap Prilly. "Kamu udah nggak marah?" Tanya Ali memastikan.

Prilly menggeleng pelan, "Dari kemarin aku memang nggak marah sama kamu. Aku hanya kecewa dengan sikap kamu kemarin." Prilly berkata jujur.

Ali semakin merasa denyut menyakitkan tepat di ulu hatinya. Kemarin dia memang benar-benar keterlaluan.

"Maafin Mas ya." Ali hanya bisa meminta maaf sebanyak-banyaknya pada sang kekasih.

Dengan pelan Prilly menganggukkan kepalanya. "Aku maafkan tapi lain kali tolong jangan seperti itu lagi Mas. Kamu harus adil."

"Mas janji besok-besok Mas akan berusaha adil terutama pada kamu karena selain karyawan kamu juga calon istri Mas." sahut Ali penuh keyakinan.

Wajah Prilly sontak merona dengan malu-malu wanita itu menoel pipi Ali. "Dasar gombal!"

Ali terkekeh belitan tangannya di pinggang Prilly kembali mengerat. "Serius dan salah satu tujuan aku kemari selain meminta maaf adalah untuk mengajak kamu ke rumahku. Kita akan menemui Mama dan kamu akan Mas perkenalkan sebagai calon istri Mas."

Mata Prilly kembali membola dia benar-benar kaget ketika Ali mengutarakan keinginannya untuk mengajak dirinya ke rumah pria itu.

Berkenalan dengan sang Ibu dari pria yang sangat dia cintai. Apakah dia siap?

**

Sepanjang perjalanan ke rumah Ali tak henti-hentinya Prilly mendesah pelan karena rasa gugup dan juga takut menyusup ke hatinya. Sejak tadi dia memang sudah tak tenang bahkan dia berusaha menolak ajakan Ali namun ketika melihat wajah memelas kekasihnya dia jadi tidak tega.

Hingga akhirnya dia menerima ajakan Ali, dia setuju dengan usulan Ali yang ingin memperkenalkan dirinya pada sang Ibu.

"Kamu gugup sekali ya Sayang?" Ali bertanya sambil menggenggam sebelah tangan Prilly. Ali membagi fokusnya antara jalan didepannya dengan sang kekasih yang terlihat begitu gelisah.

Prilly menoleh menatap Ali lalu mengangguk pelan. "Iya Mas aku gugup. Rasanya belum bertemu Ibu kamu saja aku sudah merasa ditolak." Wajah Prilly terlihat sendu. Dia sudah menyiapkan dirinya jika Ibu Ali nanti tidak menerima kedatangannya dengan tangan terbuka.

Dia tidak akan merasa sakit hati toh sejak awal dia tahu perbedaan antara dirinya dan Ali bagai langit dan bumi jadi dia tidak perlu sakit hati.

Prilly berulang kali mengulang kata itu di dalam hatinya. Dia tidak perlu berharap banyak jadi ketika ditolak nanti rasanya tidak terlalu menyakitkan.

"Mama akan nerima kamu kok. Aku yakin." Ali menarik tangan Prilly yang dia genggam lalu dia bawa ke mulutnya dengan lembut Ali mengecup punggung tangan kekasihnya.

Aroma lembut dari kulit Prilly membuat dirinya begitu tenang.

"Semoga saja Mas." sahut Prilly sambil memaksakan senyumannya.

Prilly meremas pelan tangan Ali ketika pria itu memberitahu dirinya jika tepat di depan sana komplek perumahan Ali tinggal berada.

Dan secara reflek Prilly menahan nafasnya ketika mobil Ali mulai memasuki area komplek perumahan Ali.

Ini kali pertama Prilly menginjakkan kakinya di area perumahan Ali. Bahkan sapaan satpam saja dia abaikan, dia terlalu sibuk menenangkan gemuruh di dadanya.

Mobil Ali kembali melaju pelan. Setelah melewati pemeriksaan di pos satpam Ali kembali menaikan kaca mobilnya.

Pandangannya kembali tertuju pada sang kekasih yang terlihat sedikit pucat. Sepertinya Prilly benar-benar gugup saat ini. Mendekati taman yang tak jauh lagi dari rumahnya Ali sengaja menghentikan mobilnya.

Prilly jelas bingung saat mobil yang dikemudikan oleh kekasihnya berhenti di samping taman bermain. Sepertinya taman ini di khususkan untuk anak-anak di komplek ini. Aduh Prilly! Ini komplek perumahan elit jelas saja fasilitas di sini sangat lengkap dan di khususkan untuk mereka yang tinggal di sini.

Prilly meringis tanpa sadar saat membayangkan berapa banyak duit yang harus dikeluarkan untuk membeli satu rumah di perumahan elit ini. Langsung saja jiwa miskinnya menjerit!

"Hei kenapa?"

Prilly tersentak saat tangan Ali tiba-tiba menangkup pipinya. Sepertinya dia terlalu larut dalam lamunannya sehingga tidak menyadari jika Ali sudah sepenuhnya memperhatikan dirinya.

"Aku gugup Mas." Prilly menghela nafasnya sebelum kembali menoleh menatap Ali. "Dan juga takut jika Ibu kamu menolak ku."

Ali terdiam sejenak dia mengerti kekhawatiran kekasihnya saat ini karena sejujurnya dia pun merasakan hal yang sama. Ali takut Ibunya memancing emosinya, dia tidak yakin akan sanggup menahan dirinya jika sampai sang Ibu menyakiti kekasihnya.

"Kamu tenang ya, ada Mas di sini. Mas nggak akan biarin siapapun nyakitin kamu. Mas janji."

Dan kali ini Prilly kembali mempercayakan hatinya pada Ali. Dia yakin Ali tidak akan membiarkan dirinya di sakiti.

Dengan penuh keyakinan Prilly menganggukkan kepalanya. "Iya Mas. Ayo kita temui Ibu kamu."

*****

Bunda Untuk SellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang