Bab 13

4.4K 557 31
                                    


Prilly mengetuk pelan pintu ruangan Ali. Tadi pria itu meminta dirinya membawakan kopi panas.
Sekretaris Ali terlihat bergeming menatapnya sekilas sebelum kembali larut dalam pekerjaannya.

"Masuk!"

Ketika mendengar suara Ali dari dalam Prilly segera membuka pintu dengan hati-hati dia melangkah mendekati Ali yang duduk di atas kursi kebesarannya.

Baru saja kemarin Prilly menginjakkan kakinya di sini atas ajakan Selly dan hari ini dia di sini sebagai pekerja Ali.

"Ini Pak." Prilly meletakkan cangkir kopi di atas meja Ali.

Pria mendongak menatap Prilly. "Pak?"

"Iya kan Bapak bos saya."

"Nggak. Aku lebih nyaman kamu panggil Mas dari pada Pak." jawab Ali santai sebelum menyeruput kopi yang dibawakan oleh Prilly.

Prilly mendadak bingung dengan sikap Ali. Bagaimana mungkin dia memanggil Ali 'Mas' ketika mereka berada di kantor. Di sini posisinya hanya karyawan biasa bagaimana mungkin karyawan biasa sepertinya memanggil Ali tanpa embel-embel Pak.

"Enak. Aku suka kopi buatan kamu." Kata Ali dengan senyuman kepuasannya. "Oh ya. Bu Merry ada bilang apa sama kamu?"

"Ba-- Mas mau aku bawain bekal setiap pagi." Prilly buru-buru meralat panggilan Bapak ketika Ali memelototi dirinya.

Ali tersenyum lebar. "Bagus. Pokoknya setiap pagi aku ingin bekal dari kamu." Prilly ikut tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Dia suka sekali senyum lebar Ali yang seperti ini. Manis sekali.

"Nanti siang kamu temenin saya jemput Selly ya." Ini bukan permintaan tapi perintah. Otak Ali tiba-tiba mencetuskan ide itu, dia yakin dengan kehadiran Prilly, putrinya pasti tidak akan marah lagi padanya.

Prilly mengernyit bingung. "Kenapa saya harus ikut Pa--eh Mas?"

Ali terlihat menghela nafasnya. "Tadi pagi ada insiden kecil di rumah terus Mas kelepasan mengeluarkan suara keras dan ya Selly marah sama Mas." Wajah Ali terlihat sendu ketika mengingat bagaimana wajah sedih putrinya tadi pagi.

Prilly mengigit bibirnya pelan, dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Selain dirinya yang masih asing untuk Ali dan Selly dia juga merasa tidak pantas untuk mencampuri urusan Ali.

Tapi hatinya juga tidak nyaman melihat wajah sendu Ali.

"Eum! Gimana kalau kita bawain hadiah untuk Selly Mas." Prilly tiba-tiba menyeletuk.

Ali menatap Prilly dengan dahi mengernyit, hadiah? Ali terlihat berfikir kira-kira apa yang sedang diinginkan putrinya.

Prilly juga terlihat sedang berfikir jika Tasya gadis kecilnya itu sangat menyukai coklat tapi kalau Selly dia belum tahu kira-kira apa yang disukai gadis itu.

"Kamu tahu apa yang Selly inginkan sebagai hadiah?"

"Iya Mas?" Prilly menggelengkan kepalanya. Mana dia tahu dia saja baru kemarin mengenal Selly.

"Kamu."

"Hah? Gimana?"

Ali tersenyum lebar, dia sudah tahu apa yang bisa membuat putrinya memaafkan dirinya. Prilly. Benar hanya Prilly yang sangat diinginkan putrinya saat ini.

Ali terlihat larut dalam lamunannya mengabaikan Prilly yang ternganga lebar. Tadi Ali bilang apa?

Ada yang bisa menjelaskan padanya apa maksud Ali tadi?

**

"Selly jelek! Nggak punya Ibu! Sayang sekali! Haha."

Selly duduk terdiam menatap serombongan anak-anak kelasnya yang kembali mengejek dirinya. Selly sudah sering menerima ejekan seperti ini tapi biasanya dia tidak akan tinggal diam seperti saat ini.

Hari ini Selly terlihat lebih pendiam tidak seperti biasanya.

"Aku punya Bunda sekarang." Namun suara Selly terdengar begitu lirih hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.

"Selly nakal sih makanya Ibunya pergi ya kan?

"Kasihan sekali pasti dia nggak tahu gimana rasanya dipeluk oleh Ibu, terus rambutnya  juga di kuncir terus, kuno! Pasti karena nggak punya Ibu jadi nggak ada yang kepangin rambut Selly kayak rambut aku."

Selly menatap tajam anak-anak perempuan sebaya dirinya yang semakin bersemangat mengejek dirinya.

Selly tidak membalas ejekan itu. Tatapannya kembali fokus ke depan. Untuk anak seusia Selly, gadis kecil itu terlalu banyak tahu dan sangat mudah memahami keadaan seperti dirinya yang selalu dimusuhi oleh Neneknya.

Dan tadi pagi Abi-nya juga memarahi dirinya.

Selly seperti down ketika Ali memarahi dirinya. Anak itu terlalu dekat dengan Abinya karena memang sejak kecil hanya Ali yang dia punya.

Dia tidak memiliki Ibu, jadi ketika Neneknya memarahi dirinya hanya Ali yang dia harapkan untuk membelanya tapi tadi pagi Ali juga ikutan memarahi dirinya hingga hati Selly sedih sekali.

Rupanya suara keras Ali tadi pagi dianggap sebuah kemarahan oleh Selly. Meskipun cerdas tapi Selly tetap gadis kecil yang masih terlalu polos pemikirannya.

Selly mengusut air matanya. Coba saja dia punya Ibu mungkin ketika Abi-nya memarahi dirinya akan ada Ibu yang akan membela dirinya.

Selly mendongak menatap langit yang terlihat mendung. Saat ini sedang jam istirahat jadi mereka bebas berkeliaran di luar kelas. Yang lain memilih bermain sedangkan Selly memilih duduk merenung sendirian.

Suara-suara temannya yang masih terus mengejek dirinya masih terdengar namun lagi-lagi diabaikan. Selly sedang tidak ingin beradu mulut dengan mereka.

"Selly Sayang."

Selly menoleh ketika mendengar suara wanita yang sangat dia kenali. "Bunda!!" Teriakannya terdengar memenuhi lorong kelasnya.

Prilly berdiri di sana membuka lebar ke dua lengannya bersiap menyambut Selly yang sudah berlari kearahnya.

Suara teriakan Selly yang memanggil Bunda menarik perhatian teman-teman Selly yang sedari tadi mengejek dirinya.

"Uh, Selly berat sekali Nak." Goda Prilly setelah membawa Selly ke dalam gendongannya. Prilly sedikit kesusahan ketika menggendong Selly namun dia tidak akan melepaskan gadis cantik ini.

Prilly mendengar semuanya. Bagaimana Selly diejek oleh teman-temannya hanya karena tidak memiliki Ibu.

Ya Tuhan, jika tidak mengingat mereka semua hanyalah anak-anak mungkin sudah dia jitak tuh kepala satu-satu. Heran sekali! Bagaimana bisa anak-anak seumuran mereka mengejek temannya sendiri dengan begitu tidak berperasaan.

Selly mengeratkan pelukannya pada leher Prilly sebelum menolehkan kepalanya menatap teman-temannya yang begitu terkejut dengan kehadiran Bundanya.

"Ini Bundaku. Walaupun aku nggak punya Ibu seperti kata kalian tapi sekarang aku punya Bunda. Bunda yang akan mengepang rambutku nantinya. Benarkan Bun?" Selly menatap Prilly dengan mata berbinar penuh harap.

Dengan sayang Prilly mengecup pipi tembam gadis kecil dalam gendongannya. "Tentu saja Sayang. Bunda akan lakukan apapun untuk Selly." jawabnya tanpa keraguan.

Dan tanpa Prilly sadari seseorang yang bersembunyi dibalik tembok seketika tersenyum lebar saat mendengar apa yang baru saja Prilly katakan.

Ah, pucuk dicinta ulam pun tiba.

*****

Bunda Untuk SellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang