Bagian XX

206 43 6
                                    

Dapet notif jam 00.02 dari makhluk setengah nokturnal

Selamat membaca...!

Sebuah festival besar diadakan dua hari setelahnya. Belasan warga yang telah mendapatkan izin, membuka toko di depan Ziggurat. Beraneka macam makanan ringan dijual. Tak lupa alunan lagu dengan iringan alat musik tradisional menambahkan kesan meriah di acara ini. Semua masyarakat dengan berbagai kalangan mulai berdatangan sejak sore tadi, dan terus bertambah.

Api unggun dinyalakan di tengah-tengah festival. Apinya yang berkobar-kobar menerangi seluruh area festival ketika matahari benar-benar tenggelam.

"Shamhat, mau kleicha?" Addaru menarikku ke sebuah tenda milik penjual makanan manis. Aku menurut saja sembari mengamati perban lukanya yang masih belum dilepas. Aku tidak tahu apakah Addaru mengetahui kejadian ketika aku nyaris terbunuh di hutan Arash tempo hari. Jika dia mengetahuinya, akankah sikapnya terhadapku akan berubah?

"Waah, kue kleicha. Sepertinya enak. Paman, tolong sebungkus."

Suara ini, aku menoleh ketika mendengar suara gadis yang tak lagi asing bagiku itu. Syira, kali ini dia tidak memakai seragam pelayan. Sepertinya dia juga memang telah menyadari keberadaanku di sini sebelumnya. Ia tersenyum ceria untuk menyapaku.

"Shamhat, kenalanmu?"

Aku mendadak gugup. "Mm, iya. Seharusnya... dia adik iparku."

"Aduh, Kak Shamhat, bukan seharusnya, tahu! Aku memang adik iparmu! Kalian sebelumnya, kan, sudah menikah secara resmi."

Emh. Aku menelan ludah. Sungguhkah begitu? Aku tidak ingat pernah menikah dengan siapa pun. Tapi, aku senang dia masih mau menerimaku. Jika nanti saatnya telah tiba, aku berharap Shamhat juga bisa menerimanya.

"Addaru, dia Syira adik iparku. Dan, Syira, dia Addaru teman kerjaku sebelumnya."

"Silahkan kleichanya...." Kami buru-buru merogoh kantong ketika pria tua itu menyerahkan kue pesanan kami. Setelah berterima kasih, kami mencari tempat untuk duduk dan menyaksikan tarian adat sembari menikmati musiknya.

"Jadi, bagaimana hubungan kalian?"

Kukunyah kue kleicha yang tadi telah kami beli mengabaikan Addaru yang ternyata mengajakku bicara. Manis. Kleicha terlalu manis untuk lidah pecinta pedas sepertiku, karena kue ini terbuat dari keju putih, kurma, dan kismis. Aku tidak pernah membuatnya karena aku juga tidak terlalu menyukai kismis.

"Haloo, aku bicara padamu, Shamhat."

"Eh?"

"Kalian tinggal seatap, bukankah lebih baik kalian menikah saja?"

Aku tersedak seketika. Karena kami belum membeli minuman, rasanya menyedihkan sekali. Syira yang tanggap, bergegas menuju tempat penjual minuman terdekat. Sementara Addaru menepuk-nepuk punggungku.

"Kenapa kau seterkejut ini? Bukankah kau sudah pernah menikah? Lagipula kau tinggal dan tidur bersamanya setiap hari, kan?"

Tolol! Aku bahkan belum mengerti makna pernikahan yang sesungguhnya. Aku pun yakin, di kehidupanku yang sebenarnya, aku pun belum menikah. Lagipula yang menikah dengan kakaknya Syira bukanlah aku, melainkan Shamhat yang asli.

Begitu Syira kembali, aku lantas meneguk habis air di dalam gelas yang dibawanya. Dia cukup lama membelinya. Tunggu, sungguhkah dia membeli? Rasa airnya tawar. Dan aku mulai ragu dengan--adakah orang yang menjual minum selain bir di zaman ini?

"Syira, dari mana kau mendapatkannya?"

"Ziggurat."

Kutepuk kedua bahunya dari depan. Aku merasa bersalah. "Maafkan aku."

Shamhat [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang