06. Rasa tidak pernah salah

4.8K 527 10
                                    

🍁  🍁  🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁  🍁  🍁

Sudah seminggu berlalu sejak terjadinya insiden menegangkan di hari pertamanya bekerja itu, sejauh ini semua baik-baik saja. Atta tetap bersikap dingin dan lebih sering berada di dalam ruangannya, sementara Alea kini mulai terbiasa dengan pekerjaannya. Kadang jika Nightfall tidak terlalu ramai, dia akan membantu Dito di dapur, mencoba berbagai menu baru dan turut memberikan saran kepada Dito. Laki-laki yang sebentar lagi akan menikahi tunangannya itu tentu saja menerima bantuan Alea dengan senang hati, Alea bisa mewakili lidah semua umat perempuan meskipun tidak seahli Dito, tapi soal mencecap rasa Alea juaranya. Ngomong-ngomong soal rasa---Alea langsung teringat sesuatu. Apa Arkana tahu?

Apa Arkana tahu jika adiknya ternyata pernah se-bucin itu kepada Atta? Kakak kelas yang sekarang menjadi Bos-nya. Alea yang dulu bisa senyum-senyum sendiri hanya karena melihat Atta dari jauh, Alea yang selalu deg-degan ketika berpapasan dengan Atta, Alea yang bisa histeris sendiri hanya karena melihat Atta tertawa bersama teman-temannya di pojok kantin, Alea yang sampai harus menandai kalender ketika semua pemberiannya di terima Atta dan Alea yang tiba-tiba kehilangan semangatnya ketika Atta lulus dan tidak pernah lagi terlihat. Rasa sukanya sudah sampai pada batas kewarasan, bahkan mengalahkan rasa sukanya pada leader Bigbang yang karisma-nya selalu menggoyahkan iman.

Kisah cinta Sma yang menyedihkan. Menyukai seseorang tanpa adanya harapan, tidak ingin melangkah terlalu jauh karena takut akan penolakan.

***

"Dit, berapa menu baru bulan ini?"

Alea menegang di tempatnya, tanpa berbalikpun Alea sudah bisa menebak siapa pemilik suara itu. Suara berat itu mendekat, aroma parfum yang sudah Alea hafal di luar kepala semakin tercium.

Deg!

Alea menyentuh dadanya, merasakan detak jantungnya yang tidak beraturan. Alea memang sudah tidak se-excited dulu, tidak seheboh fangirl ketemu bias-nya ketika bertemu Atta, tapi cara kerja jantungnya masih sama ketika berada di dekat laki-laki itu. Berantakan dan tidak beraturan.

"Alea?"

"Alea?"

"Hah?" Alea mengerjap matanya beberapa kali, tiba-tiba linglung.

"Baju kamu kotor." Dito memberi isyarat dengan dagunya, di bagian dada Alea yang terkena tepung terigu. Sepertinya perempuan itu tanpa sadar sudah menyentuh dadanya tanpa mencuci tangan lebih dulu.

"Oh---astaga!" Tangannya yang hendak menyentuh bagian dadanya langsung di tahan Atta, tanpa sadar Alea menahan napasnya. Tatapannya terpaku pada pergelangan tangannya yang sedang di pegang Atta.

Atta yang menyadari itu langsung menarik diri, kembali membuat jarak di antara mereka. Tadi itu, benar-benar di luar kendalinya.

"Makin kotor kalo lo nggak cuci tangan dulu." Hanya itu alasan yang terlintas di otaknya. Ya, seharusnya Atta hanya perlu mengatakan itu tanpa perlu menyentuhnya kan?

"Oh, i-iya!" kata-katanya seakan tertahan di tenggorokan, Alea bahkan tidak sanggup menatap mata Atta dalam jarak sedekat ini. Kehadiran laki-laki itu selalu membawa dampak buruk bagi otak dan jantungnya. Tidak ingin lebih lama bersikap bodoh di depan Atta, Alea langsung bergegas masuk ke dalam toilet.

"Ini gue kenapa sih? Wake up, Aleanara. Lo bukan anak belasan tahun lagi yang kehilangan akal sehatnya hanya karena di senyumin doi." Alea berdialog pada bayangannya sendiri. Seolah-olah yang ada di dalam cermin itu adalah dirinya versi bucin. "Malu sama umur, lo bahkan udah pernah pacaran sekali meskipun akhirnya di selingkuhin." Alea mengacak-ngacak rambutnya kesal, lalu merapikannya lagi sebelum memutuskan untuk keluar dan menghadapi dunia.

"Udah selesai?"

"Astaga!" Alea berjengit kaget ketika melihat sosok di depan pintu toilet, sudah tidak terhitung berapa banyak laki-laki ini mencoba membuat Alea nyaris terkena serangan jantung. Alea mengusap-ngusap dadanya, mencoba bersikap biasa saja pada lawan bicaranya, "Ma-mas Atta mau pake toiletnya? Ya udah silahkan." Alea bergeser dua langkah ke samping kanan, memberikan Atta jalan.

"Lo nggak cocok manggil gue Mas, ikut gue." Atta langsung menarik tangan Alea, membawanya ke arah tangga tanpa perduli bagaimana keadaan perempuan di belakangnya.

Alea syok, keadaan sekitarnya terasa hening. Tatapannya masih terus memperhatikan tangan yang sedang menariknya itu. Lengan kemeja laki-laki itu sudah di gulung sebatas siku, meskipun terlihat kekar genggaman tangan Atta tidak terlalu kuat dan terasa hangat.

Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Alea bahkan baru sadar jika sudah berada di dalam ruangan Atta. Susah payah Alea menelan ludahnya, "Sa-saya ada salah ya?"

Takut-takut Alea mengangkat wajahnya, menatap sepasang mata yang juga sedang menatapnya intens.

"Lo---" Atta mengerutkan dahinya, pikirannya berkecamuk ketika berhadapan langsung dengan Alea. Atta menghembuskan napasnya frustasi. "Answer all of my questions, don't try to run Aleanara. Gue muak mikirin pertanyaan yang sama selama ini." Atta maju beberapa langkah, menipiskan jarak di antara mereka.

"The one who always puts gifts and letters on my desk... is that you, Alea?"


Deg!

Tamatlah riwayatmu, Aleanara.

Look at me, only me.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang