🍁🍁🍁
Mobil berhenti tepat di depan bangunan dua lantai dengan cat berwarna biru langit, Arkana menyuruhnya turun tanpa menjelaskan tujuannya. Ia kini tengah menurunkan koper besar milik Alea dari bagasi mobil.
"Suka nggak sama lingkungannya?" Tanya Arkana sambil menyapukan pandangannya ke segala arah. Tidak jauh dari tempat mereka berdiri, Ada sekumpulan ibu-ibu yang kini tengah menatap mereka sambil berbisik. Mengingat mobil Arkana yang kelewat wow ini memang terlalu mencolok untuk ukuran komplek sederhana, sepertinya Arkana memang minta di ghibah.
Tapi bukan itu yang menarik perhatian Alea dari tadi, melainkan tulisan di papan kecil yang tergantung di pintu bangunan dua lantai di depannya-lah yang membuatnya harus berkali-kali menyipitkan matanya,
"Kos-kosaan putri?" gumamnya lirih, Alea menoleh cepat ke arah Arkana, menatapnya penuh tanya. "Aku ngekos? Sumpah demi apa Bang?"
"Gak usah pura-pura sedih, Abang tau ini keinginan kamu dari dulu." Arkana menarik napasnya panjang lalu menepuk puncak kepala Alea dengan sayang, "Setiap kali kamu kesulitan kamu harus ingat kata-kata Abang... dari pada kamu ngeluh lebih baik kamu nikmati setiap prosesnya. Karena mulai saat ini, nggak ada lagi Abdillah yang akan beliin kamu pembalut tengah malam, Abang juga nggak bisa bikinin kamu nasi goreng lagi pas kamu minta. Apalagi Papa sama Mama yang sudah menjalankan tradisi ini selama bertahun-tahun. Kamu harus bisa survive sendiri, Aleanara."
Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Alea memeluk Arkana erat. "Jangan bikin aku mewek lagi dong, malu nih di liatin orang." Gerutunya seraya melepas pelukannya, Alea menghembuskan napasnya panjang lalu mengecup pipi Arkana, "Makasih ya, Bang. Aku bakalan kangen sama kalian."
Arkana balas mengecup puncak kepala Alea lalu mengacak rambutnya, "Jaga diri kamu, jangan boros. No credit card, no ATM. You only have five million in cash. That's why you need work to survive, jangan sampe kamu nyerah cuma gara-gara kelaparan."
Alea mencibir, "Iya."
"Don't say my name to get privileges, you will fail if you do that."
Alea mendengus kesal, "Abang tuh harusnya bangga punya adik blasteran surga kayak Aku. Kecantikanku udah teruji luar dalam, gak semua orang seberun---Aakh!"
Arkana memiting leher Alea dengan gemas, mengabaikan teriakan Alea yang mulai mengundang tatapan penuh minat dari warga sekitar.
"Abaaang---Ih!"
"Bodoh amat!"
"Ya Allah, Bang. Malu ih, di liatin orang. Lepaaas dong." Alea masih berusaha berontak dengan memukul-mukul lengan Arkana yang tengah merangkul lehernya.
***
Alea menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, posisinya telentang menghadap langit-langit plafon dengan pikiran menerawang. Merenungi perjalanan hidupnya.
Alea menghembuskan napasnya panjang, "Capek ya Allah---Bik Iyem, kayaknya sampe matipun Lea tetap nggak bisa balas semua jasa-jasa Bik Iyem deh, Bik Iyem tuh pantes banget di sandingkan sama R.A Kartini." Ujarnya entah kepada siapa, satu-satunya nama yang terlintas di kepalanya---orang yang paling sering dia repotkan dengan kenakalan serta tingkah manjanya selama ini, Bik Iyem. Asisten rumah tangga ter-favorite sepanjang masa.
Padahal baru beberapa jam yang lalu dia meninggalkan rumah dan segala kemudahannya, tapi rasanya seperti sudah berabad-abad. Alea mendadak melow jika mengingat semua kebaikan Bik Iyem---yang sudah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun untuk keluarga Wijaya bahkan sebelum Alea lahir.
Setelah semua barang-barangnya tertata rapi di kamar berukuran 3x5 dengan fasilitas yang cukup luas untuk kalangan anak kos, jangan berharap ada AC, keberadaan kipas angin saat ini saja sudah sangat di syukuri-nya. Alea juga baru tahu ternyata kos-kosan dua puluh pintu ini tidak hanya di huni oleh kalangan mahasiswa, ada juga pegawai kantoran dan pengangguran seperti dirinya. Tadi saat hendak membuang sampah, Alea sempat berpapasan dengan dua orang perempuan---yang mengenalkan diri sebagai Rani dan Dewi. Rani bekerja di Bank sebagai customer service, sedangkan Dewi sendiri bekerja di Sephora.
Seketika bayang-bayang bekerja sambil di kelilingi oleh berbagai macam produk kecantikan di tempat itu kembali mengusik jiwa dan raganya. Tapi, Alea cukup tahu diri. Cantik saja tidak akan cukup jika tidak di sertai dengan senyum menawan serta keramah-tamahan yang entah kenapa tidak bisa dia lakukan secara natural. Sudah menjadi takdir jika dia terlahir dengan garis wajah tegas yang terkesan angkuh dan membuatnya terlihat seperti pemeran antagonis, tatapan matanya selalu berhasil mengintimidasi lawan sekalipun tidak ada unsur kesengajaan di dalamnya.
Lagipula, Arkana tentu tidak akan menyetujui keinginannya itu. Sudah bagus Arkana berbaik hati mencarikan pekerjaan di Cafe milik temannya. Tidak bisa di bayangkan jika Alea yang masih fresh graduated from the oven ini harus luntang-lantung mencari pekerjaan pertamanya di kota sekeras Jakarta. Dan Arkana tentu tidak akan membiarkan itu terjadi. Alea bisa saja di tipu lalu di jual dan---Ah! Sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at me, only me.
RomansaAtta yang terlalu menggampangkan urusan cinta, nyatanya telah jatuh karena mencintai Aleanara. Adik kelas yang dulu menyukainya diam-diam, menyampaikan rasa lewat kalimat-kalimat yang tanpa sadar sudah menarik perhatian Atta. Perempuan yang tanpa d...