•••
"Hari ini, hari terakhir kamu kerja kan?" Tanya Herman di seberang sana.
"Iya Pa, mungkin nanti malam aku udah balik ke rumah."
"Oke, sekalian kita makan malam. Ada yang mau Papa bicarain sama kamu."
"See you tonight, Dad."
Alea menghembuskan napasnya panjang begitu panggilan itu di tutup. Seumur hidupnya, perpisahan adalah moment yang paling dia benci. Enam bulan bekerja di Nightfall, enam bulan yang membuatnya merasa memiliki keluarga baru, enam bulan berharga yang dia habiskan bersama Atta meski awalnya tidak berjalan begitu baik, namun selama ini tidak ada satupun hari dimana Alea menyesal bisa ada disini bersama dengan Atta, Nima, Reza, Oji, Dito dan juga Rani. Orang-orang baik yang membuatnya berat hati meninggalkan Nightfall karena masa 'tradisi pendewasaan' yang telah berakhir.
Hari ini adalah hari terakhirnya bekerja, meskipun Nightfall masih bisa dia kunjungi kapan saja namun rasanya tetap berbeda ketika suatu saat nanti dia datang hanya sebagai pengunjung dan bukan bagian dari Nightfall. Sebelum hari ini tiba, Alea sering tiba-tiba merasa sedih dan akhirnya menangis karena memikirkan perpisahan ini, Atta sampai geleng-geleng kepala tidak habis pikir karena menurutnya sekalipun Alea berhenti bekerja, Alea tetaplah bagian dari dirinya dan Nightfall. Tapi tetap saja, membayangkan tidak akan bertemu dengan mereka setiap hari---seperti biasanya selalu membuat perasaannya kacau dan mendadak mewek. Seperti saat ini...
"Hey! Kenapa? Kok nangis?"
Atta tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan cemas sambil mengusap pipi basahnya.
Sambil terisak Alea berkata, "Ini... hari terakhir aku kerja disini." Ujarnya terbata-bata.
Atta menghembuskan napasnya panjang lalu merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya, satu tangannya mengusap rambut Alea dengan sayang. "Listen to me, nothing will change after this, you are still part of Nightfall and you can come at any time as a part time worker."
Perlahan, Alea mendongak. Menatap Atta dengan mata basahnya. "Really? you promise?"
Atta memutar bola matanya malas, mengusap pipi basah Alea dan berakhir dengan menarik kedua pipinya gemas. "Iya, sayaaaang."
"Kerja woy! Kerja! Malah pacaran." Seru seseorang yang baru saja membuka pintu ruangan Atta tanpa permisi.
Atta mendengus kesal begitu melihat siapa pemilik suara itu. Siapa lagi yang bisa se-ngelunjak itu sama Bos kalau bukan Dito, di belakang Dito ada Reza yang membawa nampan berisi berbagai jenis cupcake, lalu di ikuti Oji, Rani dan Nima yang langsung memeluk Alea.
"Kita bakalan kangen sama lo, Al." Ujar Rani dengan mata berkaca-kaca yang langsung di angguki Nima, "Lo masih nggak mau bilang alasan lo resign?" Tanya Nima dengan tatapan sendunya.
Alea tersenyum haru, lalu menggeleng pelan. "Sorry, Nim. Nggak sekarang."
Nima mengendikkan bahunya pasrah, lalu kembali memeluk Alea erat.
Oji yang mulai jengah dengan moment mewek-mewek itu mulai bersuara, "Udahlah, nggak usah sedih-sedihan gitu. Alea juga bakalan sering mampir kesini---" sontak Nima dan Rani langsung menatapnya penuh tanya, "Lah! Kan pacarnya disini." Jelasnya lagi seakan mengerti kebingungan dua perempuan itu.
Sontak, penjelasannya menuai gelak tawa dari semua orang. Sedangkan Atta, sesekali matanya memperhatikan interaksi Alea dengan karyawan-karyawannya. Tidak menyangka jika kehadiran perempuan itu cukup berpengaruh banyak bagi Nightfall dan juga dirinya sendiri. Meskipun akhir-akhir ini dia selalu bisa menguatkan Alea, meyakinkan perempuan itu bahwa tidak akan ada yang berubah, bahwa perpisahan ini tidak akan benar-benar memisahkan mereka namun---jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Atta juga merasakan hal yang sama.
Satu hal yang mengganggu pikirannya saat ini... besok tidak ada lagi Alea yang akan menyambutnya. Entah kenapa, hal itulah yang terlintas. Bagaimana Alea selalu tersenyum ketika menyambut kedatangannya di Nightfall, bagaimana ekspresi bahagianya ketika mencicipi menu baru di dapur dan mungkin pemandangan itu yang akan dia rindukan nanti.
"Ta? Kamu ngelamun?" Tanya Alea dengan alis berkerut.
Atta terperangah lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, baru sadar jika saat ini hanya tersisa dia dan Alea. Berapa lama dia melamun? Atta meringis, lalu menarik Alea lebih dekat. Posisinya yang tengah bersandar di meja kerjanya memudahkannya untuk mengapit perempuan itu dengan kedua kakinya. "Aku pasti bakalan kangen banget sama kamu."
"Pastilah!" Alea menyahut percaya diri sambil mengeratkan pelukannya. "Kamu akan inget aku setiap hari, setiap jam bahkan setiap menit. Hanya aku yang boleh ada di pikiran kamu." Titahnya tegas.
Atta tidak bisa menahan diri untuk tersenyum, jika Atta memilih menyimpan semua kegelisahan yang dia rasakan berbeda dengan Alea yang secara blak-blakan selalu menunjukan apa saja yang terlintas di otaknya. Tanpa filter.
"Kamu dengerin apa yang aku omongin nggak sih?" Gerutu Alea karena tidak kunjung mendapatkan respon dari Atta.
"Denger, sayaaang." Atta terkekeh geli lalu melonggarkan pelukannya, membuatnya bisa dengan leluasa memperhatikan setiap inci wajah perempuan itu.
Atta mengecup kening Alea cukup lama, "You know I love you right?" Tanyanya, Alea mengangguk. Kali ini Atta mengecup hidungnya, "I will also love you tomorrow, the next day, and the next day again to an unspecified limit." Lalu, Atta menempelkan bibirnya ke bibir Alea. "You will always be the girl I love." Bisiknya pelan sebelum melumat bibir Alea penuh gairah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at me, only me.
RomansaAtta yang terlalu menggampangkan urusan cinta, nyatanya telah jatuh karena mencintai Aleanara. Adik kelas yang dulu menyukainya diam-diam, menyampaikan rasa lewat kalimat-kalimat yang tanpa sadar sudah menarik perhatian Atta. Perempuan yang tanpa d...