Chapter 02

368 68 89
                                    

Suasana di SMA Subarashii masih berduka. Pihak sekolah meliburkan semua murid selama 3 hari. Kasus tentang siswi yang bernama Oka Maggiana berumur 16 tahun kelas 2F, kini sedang dalam penyelidikan para pihak keamanan.

Jasad Maggiana masih berada di dalam ruang otopsi rumah sakit untuk di selidiki sekaligus mencari bukti. Kasus kali ini membingungkan kepolisian, dikarenakan motif dari pembunuhan atau bunuh diri dari sang korban.

Waktu telah menjelang siang hari. Beberapa murid kelas 2F tengah berkumpul di rumah salah satu murid. Sekitar delapan orang berada di sebuah kamar.

"Kensel, kau harus tenang. Pihak kepolisian saat ini tengah menyelidiki kasus Giana," ucap pemuda berwajah seram, Rock.

"Tidak! Aku harus ke sana dan mencari kebenaran itu sendiri!" seru Kensel emosi. Ia menatap tajam satu persatu wajah teman-temannya saat ini.

Nana terduduk lemas di atas kasur. Ia tak pernah berhenti menangis mengingat kejadian kemarin. Ia melihat dengan kepala mata sendiri. Sosok teman sekelasnya tergantung di atas langit.

"Hiks... Hiks..." suara tangis Nana kembali pecah.

Sosok gadis kecil yang terkenal dengan ceria dan ramah, kini terlihat sangat terpuruk. Seorang gadis berambut pirang memeluk tubuh kecil Nana erat.

Ia turut merasakan kesedihan di tinggal oleh teman. "Nana, kamu harus kuat," ucap gadis itu lembut.

"Iya Na. A-aku tak suka melihatmu seperti ini! Ta-tapi, aku berkata seperti itu, bukan berarti aku peduli, ya!" sambung pemuda itu dengan ekspresi malu-malu. Ia melipat kedua tangan di dada.

"Tch! Masih saja dia berlagak sok keren!" batin pemuda lain yang memiliki kulit berwarna cokelat mencibir.

Gadis berambut pirang yang tengah memeluk Nana tersenyum kecil. Ia tahu bahwa pemuda itu, sebenarnya sangat peduli dengan Nana. Ah! Mungkin cinta.

"Hei Yurina!"

Panggil pemuda berkulit cokelat bernada heran. Ia melihat gadis yang menurutnya sangat cantik itu, melirik lalu tersenyum kepada pemuda tsundere.

"Ada apa Erza?" tanya gadis berambut pirang tersenyum manis. Yurina Nikolov. Biasanya di panggil dengan Yurina. Ia berasal dari negeri Rusia dan sekarang tengah melakukan pertukaran pelajar di negeri matahari terbenam.

Brak!!!

Suara dentuman keras yang berasal dari meja membuat suasana menjadi tegang. Sang pelaku yang memukul meja itu terlihat sangat emosi.

"Kalian masih bisa bersantai-santai!" serunya tajam.

"Kens-,"

"Cukup Rock!" potong Kensel cepat.

Kensel sudah tak tahan lagi. Ia muak dengan semua orang di dalam ruangan tersebut.

"Aku akan pergi sekarang! Dan...," jeda Kensel.

"Jangan ada yang coba menghentikan diriku! Aku tak butuh bantuan dari kalian!" lanjutnya. Ekspresi wajahnya begitu keras penuh emosi dan amarah yang menumpuk di sana.

Kensel lalu meninggalkan kamar tanpa menunggu jawaban dari yang lainnya. Rock yang ingin menyusul langsung ia urungkan.

Sepeninggalan Kensel, tujuh orang yang tersisa hanya bisa diam. Nana semakin kencang menangis. Yurina masih berusaha menenangkannya.

Hide, si pemuda tsundere hanya diam tak berkata. Pemuda yang bernama Erza mengepalkan kedua tangannya erat menahan emosi. Sedangkan Rock begitu terkejut. Baru pertama kali ia melihat sahabatnya Kensel begitu emosi.

Satu orang yang daritadi hanya mengamati tersenyum misterius. Ia sangat menyukai suasana seperti ini. Dan tangannya terasa gatal untuk membunuh seseorang.
.
.
.
.

Seseorang baru saja melewati gerbang sekolah SMA Subarashii. Ia berjalan mengendap-endap memasuki kawasan tersebut.

Di sebelah gerbang, terdapat kantor pos keamanan penjaga sekolah. Namun, di dalam tak ada seseorang pun yang berjaga.

"Ini kesempatan," gumannya.

Pemuda itu berjalan ke arah belakang sekolah. Sepertinya ia akan melewati jalur tersebut.

Terdapat beberapa pohon yang berdiri kokoh nan rimbun. Diperkirakan usianya mungkin sudah puluhan tahun.

"Bagus. Di sini tidak ada petugas yang menjaga." ucapnya pelan.

Saat ia akan melangkah kembali, mulutnya telah di bekap oleh sebuah tangan. Tubuhnya di tarik ke belakang pohon besar. Pemuda itu terkejut akan tindakan mendadak dan tak bergeming.

"Ehmm..."

Ia berusaha melepaskan bekapan di mulutnya. Entah kenapa tenaga sang pelaku begitu besar daripadanya.

Beberapa menit kemudian, dua penjaga sekolah melewati area tersebut. Mereka menatap ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu. Hingga, kedua penjaga sudah menghilang dari pandangan mereka.

"Huh... Huh..."

Pemuda itu mengambil napas sebanyak-banyaknya. Sekian menit, dadanya terasa sesak kehabisan napas.

"Akhirnya, mereka juga sudah pergi," ucap seseorang yang telah membekap pemuda itu.

"Su-suara itu,"

"Hai Kensel," sapa orang tersebut santai.

Saat Kensel, pemuda yang telah diam-dian masuk ke sekolah membalikan badan. Kedua matanya melotot lebar akibat terkejut.

"Lev!" seru Kensel.

"Iya, anda benar sekali," balas pemuda yang memiliki rambut berwarna putih seperti 'kakek tua' tenang.

Teuraki Lev. Pemuda yang memiliki paras tampan dan sangat populer di kalangan wanita di sekolah.

"Kau hampir saja membun-,"

"Aku baru saja menyelamatkanmu dari mereka," potong Lev santai.

Kensel begitu emosi. Ia pun pergi berniat meninggalkan Lev dan segera menuju ke dalam sekolah. Namun, pemuda itu menahan tangannya kuat.

"Jangan menghentikanku!" bentak Kensel.

"Kau jangan bertindak gegabah. Saat ini banyak polisi yang berkeliaran di sekolah ini," ujar Lev. Ia begitu tenang, tetapi dalam hati ia merasa gelisah.
.
.
.
.

Di lantai 3...

Seorang pemuda botak tengah berdiri di lorong lantai 3. Wajahnya terlihat ketakutan. Sesekali ia menengok ke arah belakang, seakan ada hantu yang sedang mengejarnya.

"Mau kemana kau?" tanya seseorang misterius yang berjalan menuju ke arah pemuda itu.

Ia memegang sebuah tongkat bisbol. Ada noda merah menempel di ujung tongkat.

"Ja-jangan bu-bunuh aku," ucap pemuda itu terbata-bata.

Tetesan darah merah yang masih segar terjatuh di lantai. Pemuda itu memegang kepalanya yang terluka. Ia meringis kesakitan.

"Ahahaha... Ekspresimu begitu nikmat untuk di pandang," kata seseorang misterius menyeringai.

Pemuda botak itu terus mundur ke belakang hingga ia terjebak di sudut lorong. Ia melirik ke sebelah kanan. Di sana terdapat sebuah tangga menuju ke lantai 2.

Seseorang misterius semakin cepat melangkah. Hingga ia sampai di depan sang pemuda botak.

"Selamat tinggal... Hoshi," ucap orang misterius itu. Ia memukul tongkat bisbol tepat ke wajah dan dada kiri. Terdengar suara remukan tulang.

Hoshi memuntahkan darah segar dari mulutnya. Kini ia terduduk lemas. Nafasnya semakin pelan dan...

Bughh!

Orang misterius itu menendang kencang tubuh Hoshi hingga terjatuh ke lantai 2 melewati anak tangga. Setiap anak tangga kini berlumuran darah merah segar.

"Aa... selanjutnya siapa ya," gumamnya menyeringai puas.

Teror di SMA Subarashii (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang