Chapter 27

113 24 112
                                    

GEN POV

"Selamat pagi dunia," ucapku setelah membuka jendela kamar. Suara kicau burung gereja menambah indah pagiku.

Aku sudah mandi dan rapi. Ku menatap diri ini di cermin. Terlihat tampan dan kasual.

"Kau memang hebat Gen!"

Ku menelusuri tatanan kamar milikku. Tak ada perubahan sedikitpun, hanya saja foto diriku bersama Yuka sudah lama menghilang.

Ah! Kalau mengingat momen suram bersama Yuka dulu, membuat diri ini ingin membunuhnya kembali. Tak pantas diri ini di selingkuhi oleh 'mantan' sahabat.

Lev! Hanya satu nama yang membuat hatiku menjadi buruk. Pemuda yang dianggap sempurna oleh orang lain khususnya para wanita. Ternyata pemuda itu memiliki sejuta sifat buruk yang disembunyikan dengan baik.

Untungnya kelompok 'kami' memiliki kehebatan yang luar biasa dari segi teknologi. Shuu! Pemuda itu sangat berjasa. Kami memiliki sistem saling menguntungkan.

Adegan kami yang membunuh sesama teman di rekam dengan drone berbentuk lalat ciptaan Shuu sendiri. Ia menjalani bisnis gelap yang sangat menguntungkan untuknya.

Namun, aku baru dapat kabar bahwa Shuu telah tewas tertembak oleh seorang sniper misterius. Aku sih bisa menembak siapa dalang di balik semua ini.

Murid kelas 2E yang tiba-tiba keluar dari grup kelas tanpa alasan jelas. Dan kelompok 'kami' yang telah mencari keberadaannya. Ia bisa menimbulkan kekacauan yang sangat besar bila tidak di bunuh.

Sekali lagi nama Lev terniang di otak. Aku harus menghentikan aksi kejamnya mendekati 'Ketua kami'. Aku takkan membiarkan dia terus menghipnotis orang-orang tak bersalah seperti... Rahasia.

"Yurina... Gadis bangsawan yang sangat tergila-gila padaku. Apapun yang aku minta pasti ia belikan. Aku sangat menyanyangi gadis itu. Tetapi...,

Ada satu gadis yang tersimpan di hati sejak lama. Di saat pertama kali kita bertemu di penerimaan siswa baru. Aku sangat menyukai bentuk tubuh gadis imut dan lucu. Seakan-akan aku akan mengarunginya."

Aku bukan lolicon! Aku hanya pemuda normal yang merasakan jatuh cinta dan kesenangan saat membunuh.

Aku memiliki beberapa gunting yang sudah ku gunakan sejak masuk sekolah. Banyak korban yang telah kubunuh dengan gunting ini.

Termasuk Yui sensei. Dia adalah seorang bucin akut. Selalu mengejar cinta yang tak pasti dari wali kelas kami yaitu Jui.

Berbicara tentang Pak Jui, aku sudah lama tak melihatnya semenjak kejadian pertama kali Giana ku bunuh.

Semua rahasia kami telah diketahui oleh beliau. Dialah yang telah mengumpulkan kami para penderita kelakuan psikis di kelas 2E.

Banyak hal lainnya yang belum terungkap dari identitas asli beliau. Padahal kelompok 'kami' sudah menculik adik kandungnya. Tetapi ia tak memunculkan diri juga.

Oh iya! Pagi ini aku harus pergi ke markas. Ada sesuatu hal penting yang ingin di bicarakan oleh 'Ketua'. Aku tak boleh telat atau aku akan terbunuh seperti Sera 'mantan' anggota kelompok.

"Aku berangkat dulu ya, sampai jumpa!" seruku melihat ke arah bingkai foto mendiang Ibuku.

GEN POV END....
.
.
.
.

NANA POV

Kita kembali ke malam hari. Aku yang sedang berjalan pulang tiba-tiba di serang oleh seorang pemuda. Erza! Dialah yang ingin membunuhku. Untungnya aku memiliki refleks yang bagus dan mampu merasakan hawa membunuh yang kuat.

Kami pun mulai berduel. Namun, di tengah duel sebuah peluru meluncur cepat ke arah kami. Peluru itu menembus tembok di belakang.

"Tch! Muncul pengganggu lagi!" umpatku kesal.

Pelaku penembakan itu ada di atas atap rumah. Aku tahu siapa di balik topeng tersebut. Dialah target yang di cari-cari oleh kelompok 'kami'.

"Mari kita bekerja sama untuk membunuh sniper itu!" ajak Erza. Aku pun menganggukan kepala kecil. Lawan kami cukup berbahaya dan profesional.

Sang sniper menatap kami tajam. Ia kembali bersiap untuk menembak.

Dor!

Dor!

Dor!

Tiga peluru meluncur lurus ke arah kami. Erza menghindari peluru itu dengan menggunakan tutup tempat sampah sebagai pelindung. Aku sendiri mudah saja, karena badanku kecil. Jadi... Aku tinggal mengumpat saja di belakang Erza.

"Za! Kau harus lindungi aku!" seruku.

"Enak saja! Kalau mau mati duluan silahkan!" sahut Erza kesal.

Dor! Dor!

Dua peluru kembali melesat. Tutup tempah sampah yang dipegang oleh Erza sudah tidak berguna. Sebaiknya aku kabur saja dari sini.

"Arghh!" erang Erza.

Ternyata salah satu peluru mengenai pundak kirinya. Darah merembas membasahi pakaiannya. Satu peluru lagi berhasil menembus dinding di belakangku.

"Sampai jumpa Erza! Semoga kita bertemu lagi kalau... kau selamat sih!"

Aku mengendap-endap seperti tikus. Aku melarikan diri sekuat tenaga. Napas terasa berat. Aku buruh pasokan oksigen yang banyak.

"Hahaha... Aku ingin dia mati!" seruku pelan.

Sosok Nana semakin menghilang dari kegelapan. Kini tersisa Erza dan sang sniper yang akan berduel menentukan siapa pemenangnya.

NANA POV END...
.
.
.
.

ERZA POV

Hai, perkenalkan nama sama Erza Junizar. Saya hanya mengingatkan kalian saja, jika lupa dengan sosok tampan seperti saya ini. (sambil menari ular)

Aku baru saja sampai di rumah. Melepaskan sepatu, lalu menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka, kaki, tangan dan ketiak. Aku malas mandi sih intinya. Hehehe...

Setelah membersikan diri, aku bermain dengan ular-ular kesayanganku. Aku sangat menyanyangi hewan peliharaanku.

Melukis. Aku juga senang melakukan hal itu. Sudah banyak hasil karyaku yang terjual di pasar gelap. Kenapa pasar gelap? Karena aku melukis menggunakan cat alami yaitu darah manusia atau lebih tepatnya 'gadis perawan'.

Aku pun tak masalah melakukan hal itu. Karena teman-temanku di kelas 2F sama sepertiku. Memiliki sisi gelapnya sendiri.

"Ah... Lukisan dari darah Emili begitu laku di pasaran. Dia memang masih perawan alami," ucapku.

Mau tahu harga penjualan lukisan dari darah Emili? Hmm... Aku beritahu saja yaitu sekitar 1 Milyar Yen.

Banyak sekali kan! Dengan uang sebanyak itu, aku bisa menyewa apartemen paling mahal di Tokyo dan   memberi makan ular-ular peliharaanku sebanyak mungkin.

"Hhmmm... Saatnya menjalankan tugas dari Yurina. Aku harus membunuh Nana," gumamku.

Kenapa?!

Karena Yurina merasa cemburu melihat Nana berdekatan dengan Gen. Yurina dan Gen adalah pasangan  rahasia di kelas.

Aku tahu dari Yurina sendiri setelah dia memberikan misi kepadaku. Ada rasa nyeri di dada. Tetapi, aku mengabaikan rasa itu.

"Baiklah... Kita berburu malam ini. Kurasa dia masih dalam perjalanan pulang," ucapku.

Aku langsung meninggalkan apartemen secepat kilat. Aku seorang pelari tercepat di Indonesia.

Sudah lupakan hal tak penting itu. Aku sudah menyelipkan senjata tajam yang sering kugunakan dan juga sebuah botol kaca untuk menyimpan darah.

"Hahaha... Setelah menyelesaikan misi ini, aku akan membuat mahakarya lukisan yang luar biasa. Mungkin nanti harganya mencapai 5M Yen,"

Selamat jumpa semuanya...
.
.
.
.
.

Teror di SMA Subarashii (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang