Chapter 18

129 32 91
                                    

Akemi, Lev, Gen dan Nana bertemu di taman dekat sekolah. Mereka berkumpul untuk mencari seseorang.

"Bagaimana kalau kita ke rumahnya dulu?" tanya Lev memberi sebuah saran.

"Tidak! Kita pergi ke tempat biasa ia bermain game!" seru Gen menolak pendapat Lev. Ia memberikan usul lain.

Nana hanya diam. Ia hanya akan mengikuti kemana mereka pergi.

Akemi tengah dalam pose berpikir. Ia pun tersenyum tipis.

"Kita ke tempat Hashimoto biasa bermain game, setelah itu ke rumahnya," ucap Akemi.

"Nana, ikut saja," sahut Nana polos.

Gen menyeringai kecil. Ia tahu pemuda di sebelahnya merasa kesal.

"Baiklah," balas Lev agak kesal. Ia melirikan tajam ke arah Gen. Aura permusuhan keluar dari dirinya seperti di anime.

Lev menahan emosi. Mereka pun memutuskan untuk mencari keberadaan Hashimoto di tempat biasa ia kunjungi.

~Game Center Tokyo~

Gen dan Nana memilih untuk mengecek di sayap kanan, sedangkan Akemi dan Lev di sayap kiri. Suasana di game center cukup ramai. Kebanyakan di kunjungi oleh remaja dan anak-anak.

"Gen! Kamu sudah menemukan Hashimoto?" tanya Nana. Ia berpose dengan kedua tangan di pinggang.

"Belum, lebih baik kita bermain-main saja dulu di sini," jawab Gen tersenyum sangat tipis.

"Ah iya! Aku setuju!" sahut Nana semangat.

Di tempat Akemi dan Lev. Keduanya masih sibuk mencari. Mereka juga sudah bertanya kepada para pengunjung, namun tak ada jawaban yang memuaskan.

Lev memilih duduk di salah bangku. Ia juga memesan dua buah minuman.

"Lelahnya," ungkap Lev. Ia mengelap keringatnya yang basah kuyup di wajah. Akemi sendiri masih melirik ke kanan dan kiri. Ia pun akhirnya menyerah.

"Huh? Disini kita tak menemukan hasil," keluh Akemi. Ia duduk di sebelah Lev.

"Sudah ku bilang lebih baik kita ke rumahnya saja, tetapi kamu malah memilih usulan Gen," ujar Lev mencibir.

Akemi tak membalas. Ia asyik dengan jus lemon segar miliknya.

"Tch! Kenapa kau jadi berubah Akemi?!" tanya Lev kesal. Ia merasa dirinya di acuhkan oleh gadis yang telah mencuri hatinya.

Akemi tetap diam. Ia sesekali memainkan ponsel miliknya. Hingga...

"Hei! Kembalikan ponselku!" seru Akemi kesal. Ia menatap tajam Lev.

Lev tak peduli. Ia melangkah pergi meninggalkan Akemi dengan ponsel gadis itu tetap bersamanya. Akemi mau tak mau mengikuti kemana pemuda menyebalkan itu pergi.
.
.
.
.

Keempat remaja sedang berada di dalam perumahan cukup elit di Tokyo. Mereka tengah mencari keberadaan seseorang.

"Hihihi... Rumah Hide dimana?" tanya Yurina, satu-satunya gadis di sana.

"Hmm... Aku lupa," jawab Erza. Ia mengaruk kepalanya yang tak gatal.

Roman masih fokus dengan ponselnya. Sebenarnya ia tengah mencari alamat rumah Hide yang diberikan olehnya Jui-sensei.

"Bagaimana sudah ketemu alamatnya?" tanya Ota. Ia melirik ke Roman yang tak kunjung lepas dari layar ponsel.

"Ah ketemu!" seru Roman. Ia tersenyum senang. Ketiga temannya langsung mengelilingi dirinya.

"Coba aku lihat," ucap Yurina. Ia telah memegang ponsel milik Roman. Roman sendiri tak merasa keberatan.

Yurina melihat ke depan, lalu ke ponsel. Ia mengulanginya sampai tiga kali.

"Bagaimana?" tanya Ota mulai tak sabar. Cuaca siang ini cukup panas. Ia menutup sebelah tangan di wajah.

Roman mengambil alih ponselnya. Ia berjalan lurus ke depan. Yurina dan Erza mengikuti dari belakang. Ota pun ikut dengan terpaksa.

Beberapa menit berlalu, keempat remaja itu masih belum menemukan alamat yang dituju. Rasa lelah dan frustasi mulai bermuncullan.

"Lebih baik aku berlari 2 kilometer, daripada harus berjalan tak jelas seperti ini," gerutu Erza.

Roman menghela napas kasar. Dirinya kalau boleh jujur merasa lelah. Namun, sebagai ketua kelas ia harus bertanggung jawab dan menjadi contoh yang baik.

"Aku pulang! Sampai jumpa!" sahut Ota. Tanpa menunggu jawaban dari ketiganya, ia langsung berjalan pergi.

"Hihihi... Dia seperti wanita yang sedang datang bulan saja," ejek Yurina. Ia menatap kepergian sosok Ota dengan pandangan berbeda.

"Biarkan saja! Aku juga tak peduli dengannya!" seru Roman. Ia merasa kesal dengan kelakuan seenaknya Ota. Ia akan membuat perhitungan dengannya nanti.

Erza dan Yurina saling berpadangan. Mereka berbicara melalui tatapan mata. Roman yang melirik kecil, memahami percakapan keduanya. Ia menyeringai kecil.
.
.
.
.

Hide baru saja tiba di lokasi kejadian. Semenjak berangkat tadi, perasaannya sudah tak karuan. Pikiran negatif selalu menghantui.

Peluh keringat mengalir dari wajah hingga ke leher. Pakaian yang Hide kenakan sudah basah dan berantakan tak karuan.

"Di-dimana polisi berada?" tanya Hide. Ia masih mengatur napasnya. Hirup dari hidung, keluarkan dari mulut perlahan.

Hide berjalan pelan. Ia mencari keberadaan petugas polisi yang berjaga. Hingga ia menemukan di salah satu kafe di pinggir jalan.

"Permisi Pak," sapa Hide sopan.

Petugas polisi yang tengah beristirahat menolehkan kepala. Ia menatap heran pemuda di depannya.

"Ada apa nak?" tanya petugas polisi. Ia bernama Faisal. Salah satu petugas kepolisian yang di datangkan langsung dari Indonesia.

"Hmm... Mayat yang tadi pagi di temukan, sekarang berada dimana?" tanya Hide ragu. Entah kenapa ia merasa terintimidasi dari tatapan polisi tersebut.

Faisal masih menelusuri pemuda itu. Ia pun menjawab. "Mayat saat ini di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi,"

Hide menghela napas pelan. Ia merasa sedikit lega. Setidaknya mayat wanita itu yang ditemukan masih dalam keadaan aman. Ia masih harus mencari informasi lebih lengkap.

"Apa kamu keluarga korban?" tanya Faisal.

Hide diam. Ia bingung harus menjawab apa. Perasaan ragu dan gelisah terpancar jelas dari ekspresi di wajah.

"Hmm... Sa-,"

Dor!!!

.................................TBC..............................

Teror di SMA Subarashii (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang