Chapter 11

162 44 39
                                    

'Artis, bintang iklan dan model yang sedang naik daun. Kini di tenukan tewas dalam gudang sekolah yang tak terpakai. Kondisi jasadnya sungguh memprihatinkan. Ia tergelantung di atas langit-langit dengan beberapa jari tangan yang putus, serta wajah yang penuh dengan goresan luka. Hampir saja jasadnya tidak diketahui.'

Berita di sore hari di salah satu acara stasiun televisi swasta menuai kehebohan. Pasalnya artis muda yang masih duduk di SMA ternama, baru saja ditemukan meninggal dunia.

Topik hangat bagai kue yang baru selesai di panggang langsung menyebar cepat. Keluarga besar, para fans dan temen-teman dekatnya begitu terguncang.

"Keiko-chan," Nana menangis.

Lagi-lagi Ia harus kehilangan temannya. Sudah 5 korban di temukan dan semuanya berada di lingkungan sekolah SMA Subarashii. Sekolah itu benar-benar terkutuk. Apalagi kelas 2F yang menjadi sumber kematian murid-murid di sana.

Sore ini Nana sekarang berada di rumah. Hari pertama setelah libur tiga hari, malah mendapatkan berita mengejutkan. Tentunya untuk kelas 2F. Akhrinya sekolah pun diliburkan kembali sampai kasus ini benar-benar selesai.

"Maggiana, Sera, Hoshi, Rock dan Keiko,"

Nana menangis kembali. Ia teringat akan kenangan bersama mereka, walau ia lebih dekat dengan Maggiana, sahabatnya selain Lullin di kelas.

"Hiks... Aku jadi tak memiliki semangat hidup,"

Kondisi Nana semakin lemah. Ia mengambil sebuah gunting kecil yang berada di laci meja belajar. Terdapat noda darah kering masih menempel.

Nana menjadi ragu dan bingung. Ada beberapa pertanyaan melintas di otak.

"Noda darah siapa ini?"

Ia sangat bingung. Ia pun tak tahu sejak kapan memiliki gunting kecil tersebut.

"Tidak! Aku bukanlah pembunuh mereka!" seru Nana tiba-tiba. Keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuh.

"Tidak! Aku... Ahh!" jerit Nana histeris. Ia membuang gunting kecil sampai masuk ke dalam bawah kosong tenyang tidur. Ia juga membuang barang-barang yang ada di meja belajar. Lampu belajar hancur tak beraturan di lantai.

Nana memegang kepala dengan kedua tangan erat. Jeritannya semakin histeris dan tak terkendali. Airmata terus mengalir deras. Hingga pandangan mata mulai kabur dan menjadi gelap.

Brukk!!

Tubuh Nana terjatuh cukup kencang di lantai. Beberapa pecahan kaca menancap di tangan kanan.

Kehebohan di kamar Nana membuat kedua orang tua yang tengah berada di ruang keluarga terkejut. Mereka langsung  menaiki tangga menuju ke lantai 2. Letak dimana kamar Nana berada.

"Astaga! Nana!" seru sang Ibu Nana. Ia hampir saja pingsan melihat kondisi isi kamar dan Nana yang tersungkur di lantai.

"Cepat! Kita harus bawa Nana ke rumah sakit!"

Itu adalah suara berat Ayah Nana. Ia membawa tubuh kecil Nana ke dalam gendongan ala bridal style. Sedangkan sang Ibu hanya bisa menangis lemas.
.
.
.
.

Hari ini Ota tak membuka kedainya. Ia pun saat ini tak ingin dinganggu oleh siapapun termasuk keluarganya sendiri.

Kejadian berturut-turut yang menewaskan semua teman sekelasnya membuat ia frustasi. Ia merasakan gerak-gerik geriknya seperti diamati seseorang.

Ota lebih baik mengurung diri di kamar atau berkutat di dapur. Di lantai 2 letak kamar dan dapur minimalis yang ia buat sendiri. Jadi, ia tak perlu repot-repot turun ke bawah jika sedang lapar.

Wilayah dapur menjadi tempat berkuasanya. Ia sering membuat beberapa eksperimen ataupun kreasi untuk makanan dan minuman. Sudah terbukti banyak orang menyukai menu makanan yang disajikan di kedai kecil miliknya.

"Hah! Lebih baik aku membuat sebuah makanan baru," ujar Ota. Ia merasa sangat bosan.

Ota langsung bergegas ke dalam dapur mini. Beberapa bagian makanan serta botol-botol berbagai warna sudah tersaji di atas meja dapur.

"Hmm... Ada daging, sayur kol, jahe,  bawang merah dan putih, kunyit, kepala tua, garam, gula, dan kecap manis," ucap Ota mengabsen satu persatu bahan-bahan baku.

Sebuah ide bagus terlintas di otak Ota. Senyum lebar malah sangat lebar terukir di kedua ujung bibir.

Ota terlihat lihai dan pandai dalam mengolah bahan-bahan makanan tersebut. Suatu saat nanti, mungkin ia menjadi seorang koki terkenal di Jepang.

"Semua bahan sudah tercampur menjadi satu. Tinggal menambahkan satu bahan yang sangat spesial,"

Ia melihat botol-botol berbagai warna. Ia pun memilih botol berwarna merah maroon. Saat membuka tutup botol, bau khas tercium melalui Indra penciuman.

"Aah... Aroma ini nikmat sekali," gumam Ota.

Ota mencelupkan beberapa tetes cairan berwarna merah kental. Ia tersenyum lebar namun bagi orang yang melihatnya mungkin akan 'ketakutan'.

Ia mengaduk-aduk semua bahan di dalam panci berukuran cukup besar. Aroma harum dan khas semakin tercium.

"Ahh... Nikmat sekali," ungkap Ota Setelah mencicipi sedikit kuah makanan.

Beberapa menit kemudian, sebuah mangkok bergambar ayam jago sudah berada di atas meja. Makanan baru ciptaan Ota sudah matang dan ia siap untuk menyatapnya.

"Aku berikan nama makanan ini... Sup Daging Kol Merah," ucap Ota bangga.

Ia langsung menikmati sup dengan lahap hingga tak tersisa. Ia tak lupa memberikan sedikit untuk kucing peliharaannya. 'Hachi' nama kucing Ota.

"Kenyangnya,"

Ota memegang perutnya. Ia pun membereskan kekacauan yang ia buat tadi. Tanpa sepengetahuan sang pemilik kucing, Hachi di temukan terbujur kaku di bawah kolong dapur. Ada bekas muntahan makanan berwarna merah kental. Sepertinya Hachi telah keracunan makanan.
.
.
.
.

Yoshino Akemi. Gadis cantik berambut hitam panjang. Ia terkenal dengan kepintaran, ramah dan selalu menyukai kesukaan seseorang. Syal merah yang terlilit di leher menjadikan ciri khasnya.

Para fans baik pria maupun wanita sangat menyukai segala sesuatu yang dilakukan oleh Akemi. Ia sangat menyukai minuman Milkshake Durian dan sangat membenci pelajaran fisika.

"Huh!"

Sudah sekian kalinya ia menghela napas. Akemi duduk termenung menatap pemandangan di langit. Sinar matahari sudah tak nampak di sana. Hembusan angin sepoi membasuhi wajah.

"Bosan sekali!"

Akemi menjerit cukup keras untuk menghilangkan kebosanan. Namun, ada rasa yang menjanggal di hati. Ia belum merasa puas dan tak bosan bila tidak melakukan rutinitas yang memacu adrenalinnya.

Pintu kamar terbuka. Di sana berdiri seorang nenek yang berumur kira-kira 70an. Nenek itu memandang Akemi sedih.

"Akemi," panggil sang Nenek.

"Eh Nenek. Ada apa nek?" tanya Akemi tersadar. Ternyata ia baru saja melamunkan hal seru. Mungkin.

"Ayo turun ke bawah, kita makan malam," ajak sang Nenek.

"Oke Nek!" sahut Akemi.

Dan fakta mengejutkan bahwa Akemi sudah melamun sampai 5 jam lamanya. Kalau tidak di panggil Neneknya, mungkin ia akan melamun sepanjang waktu.

Akemi dan Nenek pun makan malam dengan hangat. Daging bakar dengan saus mentega, serta milkshake kesukaan Akemi. Malam ini kebosanan Akemi mulai menghilang.

Teror di SMA Subarashii (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang