Prolog

22.4K 1.1K 44
                                    


Di dalam ruang operasi semua nampak tegang keringat dingin bercucuran dimasing-masing insan. Mereka sedang berusaha mempertahankan seorang remaja yang terbaring lemah diatas ranjang operasi.

"Dok, pendarahanya sulit dihentikan,"

"Tetap berusaha hentikan pendarahanya, jangan menyerah, dia harus hidup banyak yang menantinya,"

"Tanda vitalnya menurun,"
"Dok, detak jantungnya melemah,"

Tiiiiiittttt....

Dokter yang menjadi pemimpin operasi ini langsung naik keranjang operasi untuk melakukan CPR lalu meletakan kedua telapak tangan yang saling tumpang tindih ditengah-tengah dada menekan berulangkali selama 30 kali kompresi dada, berharap detak jantung itu kembali lagi.

"Siapkan defibrilator, CEPAT,"

"Abang mohon bertahanlah sedikit lagi, banyak yang menunggu Aska pulang..,"

Suster yang mendampingi operasi tersebut menyiapkan defibrilator.
Sang dokter turun dari ranjang operasi lalu mengambil alih defibrilatornya, kedua tangannya sudah memegang alat yang seperti setrika itu. Plis Ita ga tau apa itu

"200 joule"

"Siap,"

"Clear," tubuh itu mengejat saat dadanya bersentuhan dengan alat itu, namun tetap tak ada respon. Dokter itu langsung naik dan kembali melakukan kompresi dada.

"250 joule,"

Kembali turun dan bersiap untuk mengejut jantung yang tak berdetak itu.

"Siap,"

"Clear," tubuh itu kembali mengejat namun masih tak merespon.

Tak menyerah dokter itu kembali naik dan melakukan kompresi dada lagi.

Semua yang berada diruang operasi itu menatap iba kepada sang dokter.

"Sudah ikhlaskan dia pergi,"ucap asisten dokter seraya memeggang pergelangan tangan dokter itu agar menghentikan perbuatanya.

"Ti.. tidak di.. dia masih hidup," dokter itu tetap melakukan kompresi berharap detak itu kembali lagi.

"Umumkan kematiannya, kau dokternya,"ucap asisten dokter lagi. Kini dokter itu mulai berhenti melakukan CPR dan turun dari ranjang.

"Waktu kematian pukul 19.25 WIB,"lirih dokter itu seraya menunduk dalam.

Semua yang berada diruang operasi itu menundukan kepala, mereka sangat merasa kehilangan. Dia yang terbaring tak bernyawa adalah pasien yang sangat mereka sayangi, sikapnya yang hangat baik sopan dan selalu bisa membuat orang lain merasa nyaman didekatnya harus berakhir tragis. Tak cukupkah hidupnya yang penuh derita kini ia pergi dengan derita pula?

Tak bisa dibendung air mata mereka mengalir begitu saja, mereka menangis dalam dim. Bagaimana cara mereka memberi tahu yang lain? Sedangkan mereka juga berat mengatakannya.

Kata kan mereka egois karena ingin sosok itu tetap disamping mereka, sosok yang telah berjuang selama 4 tahun tak pernah mengeluh selalu tegar menghadapi semua masalahnya sendiri tanpa adanya kata keluarga yang menemaninya.

Aldira Bumi Alaska Sandrika, yang selalu dipanggil Aska kini telah pergi kesisi Allah SWT melepas beban yang selalu dipikulnya meninggalkan rasa penyesalan orang-orang didekatnya tanpa memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan.







Gimana gimana? Seru ga😂 wkwkw gaze ya... maaf ini cerita pertama tentang keluarga brothership gitu.. jadi mon maklum ya Ita masih belajar😄 semoga pada suka😙

Setelah ini kita akan menyaksikan cerita seorang Alaska Bumi Sandrika😇

Cerita Aska dimulai...

Assalamualaikum
Banjar, 2-Juni-2020

Cerita Aska✔endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang