1. Pengkhianatan

1.9K 95 0
                                    

Di dalam pikiran Na Jaemin berkecamuk 1001 pertanyaan yang tidak bisa ia uraikan. Hal yang menimpanya belakangan ini benar-benar mengganggu fokusnya dan kali ini dia tidak bisa diam saja seperti biasanya.

Na Jaemin paling suka menghindari masalah, tapi masih saja masalah menghampirinya tanpa ampun meskipun dia tidak pernah berbuat yang macam-macam dan juga tidak sekalipun ikut campur urusan orang. Dalam kehidupan damai Na Jaemin, Lee Jeno benar-benar telah menanamkan bom waktu yang dapat meledak kapan saja.

Jaemin berdiri dengan angkuhnya, menatap nyalang pada pemuda dihadapannya itu, wajahnya sudah merah padam dan dari auranya dapat dikatakan bahwa saat ini juga dia ingin menghabisi lawannya tersebut. Sementara itu Jeno tetaplah tenang, dia menghembuskan asap rokoknya dengan tanpa beban, tidak khawatir bahwa akan ada dosen memergokinya, terlebih dia sama sekali tidak khawatir dengan tatapan Na Jaemin yang melemparkan api-api kebencian itu. Lagipula sejak kapan dia pernah takut dengan temannya itu?

"Denger ya, Lee Jeno. Gue paling nggak suka sama pengkhianat. " Jaemin sudah mengambil ancang-ancang sebenarnya, tetapi ia masih ingin mendengar alasan Jeno melakukan itu terhadapnya.

"Apa sebenarnya tujuan lu ngelakuin itu, huh?" Bola mata Jaemin yang sudah lebar itu semakin melebar lagi, dia tidak sabar dengan bungkamnya Lee Jeno.

"Siapa yang berkhianat? Oh ayolah, dia yang mulai duluan. " Jeno mematikan asap rokoknya, kali ini berdiri dari tembok rendah pembatas atap tempat dia duduk.

"Apapun itu lu udah berkhianat, apalagi sebutan buat orang yang mengencani pacar temannya sendiri?" Jaemin maju selangkah, kepalan tangannya yang sudah berkeringat itu akhirnya mendarat di bibir kiri Jeno.

"Brengsek, lu." Satu pukulan

"Bajingan." Dua pukulan

"Apa susahnya berterus terang kalau lu suka sama pacar gue?" Jaemin menghentikan pukulannya, hatinya terasa nyeri. Hyemi itu cinta pertamanya, dan Jeno harusnya tahu betapa susahnya bagi Jaemin yang pendiam itu untuk memulai sebuah hubungan.

Lee Jeno menyeka darah di sekitar bibirnya, panas di pipinya membuatnya sadar bahwa Na Jaemin benar-benar marah dan jika dia tidak menjawab dengan benar mungkin dia akan habis di tangan ilmu karate Jaemin.

"GUE NGGAK SUKA DIA." Jeno berteriak, tidak peduli apa akibatnya, yang jelas Jaemin harus tahu bahwa pacarnya itulah yang mengajaknya berkencan dan bukan Jeno.

"Terus kenapa lu kencan sama dia? Mau pamer sama gue? Mau menunjukkan bahwa gimanapun juga semua orang bakalan milih, lu? " Seperti dugaan, Pemuda Na emosi lagi, kali ini kakinya menendang, berkali-kali sampai si Lee tersungkur, dia sudah tidak punya belas kasihan. Seorang pengkhianat tidak perlu dikasihani.

Mulai dari Jaemin melangkahkan kakinya pergi, membanting pintu atap dan menghilang di balik tangga Jeno tidak berkata apa-apa. Dia hanya malas berdebat dengan orang seperti Na Jaemin yang hanya tahu menggunakan ototnya saja saat emosi begini. Iya, Lee Jeno tidak akan membalasnya.

****

"Kak, maaf." semilir angin musim semi tidak cukup untuk menyejukkan hati Jaemin yang terbakar, dia terus menatap kosong pada jendela, sambil mengaduk-aduk Lemon Tea di hadapannya.

"Aku bersalah dan aku nggak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kakak. " Gadis manis itu menunduk, air matanya sudah menetes sejak dia melihat dua manik gelap pacarnya. Tidak-tidak, dia bahkan sudah menangis sedari semenjak dia melakukan kesalahan terhadap pacarnya itu.

"Hyem." Na Jaemin menghela napas, dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya ke arah lawan bicaranya itu.

"Kamu harusnya jujur aja sama aku, sehingga kita nggak akan melalui semua ini. " Ucapnya sedih.

"Maaf, Kak. Aku nggak bisa menahannya, dan terlalu sulit buat bilang sama Kakak. "

"Kamu tahu? Kalau kamu berterus terang, aku akan melepaskanmu dengan lapang. Kamu bisa mengencani siapapun yang mau kamu kencani tanpa harus mendapat label perselingkuhan. "

Hyemi hanya bisa membalas dengan isakannya, dia merasa bersalah. Sungguh ingin mati karena bersalah. Tapi bagaimana? Berkencan dengan Lee Jeno bukan sesuatu yang dapat diselali, pemuda berlesung pipi itu sudah membuatnya jatuh cinta luar biasa.

"Aku harap kamu nggak akan melakukan hal-hal seperti ini lagi di masa depan. Menjadi jujurlah akan perasaanmu."

Hyemi hanya terus menangis, dia sama sekali tidak berani menatap dalam netra kelam milik Jaemin.

Na Jaemin mengumpulkan semua keping-keping hatinya, dengan lembut dia menyentuh tangan Hyemi, menggenggamnya erat. Gadis itu mendongak, riasannya kacau oleh air mata.

"Karena semuanya udah terjadi aku rasa cuma ada satu jalan buat kita. " Na Jaemin tersenyum, masih senyum yang sama saat pertama kali Hyemi mengenal pemuda itu, senyum yang tulus dan itu membuat Hyemi semakin merasa bersalah. Dia mengencangkan tangisnya hingga pengunjung cafe yang lain ikut menoleh.

Apa yang dilakukan pemuda itu? Semua mata memicing curiga pada pemuda Na, mereka hanya tidak tahu saja bahwa Jaeminlah korbannya disini.

"Terima kasih untuk semua waktu yang sudah kamu berikan buat aku. Aku bersungguh-sungguh. " Jaemin beranjak berdiri, hatinya ikut jatuh kala itu. Dia hanya bisa tersenyum masam, ternyata beginilah cinta pertamanya harus berakhir.

Saat tangannya mencapai pintu cafe, Hyemi berdiri dan mengentikan langkahnya.

"Apa Kakak tidak akan berbaikan dengan Kak Jeno? Aku janji akan menjauh dari kalian berdua. "
Jaemin menoleh lagi, tetap memberikan senyum pada mantan kekasihnya itu.

"Jangan khawatir, itu urusan kami Hyemi. Kamu tidak perlu memaksakan diri jika memang menyukainya. "

Mana bisa dia marah pada cinta pertamanya? Jaemin sangat memuja gadis itu, dan dia tidak akan sanggup merenggut apa yang menjadi kebahagiaan gadis itu.

Ah, bahkan pengkhianatannya tidak sanggup menanamkan kebencian di hati Na Jaemin.

***

Halo semuanya. Salam kenal, ini ff pertamaku di wattpad. Kritik dan saran kalian akan sangat berkesan. Terima kasih, semoga menikmati!!!

Revenge [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang