Visesa

7 0 0
                                    

"Harusnya kamu cari tahu yang sebenar-benarnya, se detail-detail nya, sebelum kamu melibatkan Mas dalam misi-misi mu itu.”
Mas Arkan benar-benar marah, bahkan dia tidak membiarkanku mengganti baju dulu atau sekedar naik ke kamar.

Masuk rumah, Mas Arkan langsung menyuruhku duduk di sofa ruang TV, sedangkan dia berdiri mondar-mandir, berkacak pinggang di depanku.

“Kan mbak Rindu sendiri yang bilang dia belum menikah, Mas. Jadi ada kemungkinan bocah tengil itu ngaku-ngaku mbak rindu bundanya.”
Balasku tak ingin disalahkan.

“calon bundanya lebih tepatnya. Masa' gitu saja kamu nggak bisa mikir. Memangnya kurang jelas kamu, sampai calon suaminya ikut serta itu. Kamu pikir dia apa, tim hore gitu.”
Nada bicara Mas Arkan sangat ketus.

Sungguh ini kali pertama Mas Arkan serekatif ini.

“nggak lagi ya. Mas bener-bener nggak mau lagi terlibat dalam misi konyol mu itu. Nggak guna....”
aku tersentak.

Ini benar-benar pertama kalinya, Mas Arkan membentakku. Separah-parahnya kelakuanku, dia tidak pernah sekalut ini, dan seenak hatinya memperlakukanku.

Aku menunduk. Air mataku sudah siap akan turun, tapi aku tahan.

Kudengar nafasnya memburu. Sekilas dari lirikanku, dia menyugar rambutnya kasar.

Mas Arkan benar-benar tampak kalut. Kurasa mungkin dia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, dia melampiaskan nya dengan membanting asbak kaca yang terletak di nakas sebelah televisi, hingga pecah berkeping-keping.

Aku sangat kaget. Tubuhku bergetar seketika. Tangisku keluar dengan deras, tak bisa ku bendung lagi.

Aku tatap tajam Mas Arkan walau tampak kabur karena air mata, lalu aku tinggalkan dia cepat, dengan berlari kencang ke atas, masuk ke kamar.

Sekilas ku dengar, umpatan lirihnya...
“Shit...”

Aku kunci pintu kamar. Ku hempaskan tubuh ke ranjang. Ku tutup wajah dan telinga, lalu menangis kencang.

Aku takut.

Tak pernah sekalipun aku menghadapi Mas ku yang seperti ini. Sikapnya ini baru pertama kali aku lihat, dan aku rasa wajar jika aku bereaksi sangat kaget dan menangis.

Coba bayangkan, Mas Arkan yang selalu pintar mengendalikan dirinya, tak pernah egois sekalipun jika itu menyangkut diriku, memperlakukan aku sangat lembut seolah aku adalah porselin yang sangat rapuh, yang menjadikan kebahagiaanku sebagai tujuan hidupnya, tak pernah membiarkan siapapun membuat aku menangis atau terluka, tidak pernah marah-marah ketika aku melakukan kesalahan, selalu bisa memberikan pengertian secara bijaksana padaku atas hal-hal yang tidak baik untukku.... bisa bersikap tak terkontrol seperti tadi. Bahkan untuk hal yang mungkin sesungguhnya tidak aku mengerti.

Tok... Tok... Tok...

Sayup ku dengar ketukan pintu kamar. Aku sedang tidak ingin menemui siappun. Tidak mbok rum, apalagi Mas Arkan. Ku biarkan saja ketukan itu.

“Princess...”
ku dengar dia memanggilku dengan sayu.
Apakah dia sudah tenang?
Aku diam.

“princess, mas minta maaf.”
Hatiku tergetar, tapi aku masih tidak ingin menemuinya.

Ku dengar sedikit gesekan pada pintu kamar, lalu suara berdebam, seperti orang terjatuh ke lantai.

Aku terduduk kaget. Menajamkan pendengaranku. Tidak mungkin Mas Arkan yang jatuh kan.
Takutku.

Lalu ku dengar hembusan nafas lirih, aku bisa bernafas lega. Aku fikir mas ku yang nyebelin itu pingsan. Bisa repot aku.
Batinku.

“Princess...”
suaranya nampak bergetar. Ku gigit bibir bawahku lembut.

“..... I never thought I could be wracked. Its just complicated. Plis, let me tell you something. Keluar, princess. Mas mohon, dengerin Mas dulu.”

Deg.. Deg...
Benar firasat ku.

Ada sesuatu di antara mereka, yang aku tidak tahu. Tapi kan tidak seharusnya Mas Arkan melampiaskan nya padaku.

“princess, plis.”
Mohon nya lagi.

Aku berdeham, menghilangkan serak suara karena kebanyakan menangis.

“First, Not now. Let me alone. Kedua, This is first time and the last, you do this to me or siapapun. Oh come on, Mas. Mas selalu bisa tenang menghadapi masalah apapun. Jadi plis, ini yang terakhir Mas melampiaskan amarah Mas bahkan ke orang yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. So plis, just leave me. Kita akan bicara kalau kita berdua sudah tidak dipengaruhi amarah.”
Kataku lantang.

Beberapa detik berlalu, tak ku dengar lagi suara apapun. Apakah Mas Arkan sudah pergi?

Tapi aku tidak denger langkah kakinya. Keingintahuan ku terjawab, ketika...

“princess, she is that woman. Wanita yang Mas hancurkan hidupnya.”

“what... ... “

*****F.T.W*****

Love Mission ComplitedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang