Viandra

4 0 0
                                    

“Sudah makan, baby?”
dia menggeleng.

Aku sedang berada di kantor saat ini, dan menyempatkan diri menanyakan kabar gadisku itu.
Gadisku?
Ya... Dengan yakin aku menyatakannya.

Kami terhubung dengan Video call. Dia tampak sedang bergelung dengan selimut, katanya capek setelah pulang dari kampus, bertemu dosen pembimbing skripsinya.

“udah lewat makan siang, dan kamu belum makan. Nggak mungkin karena mbok Rum nggak masak kan? Pasti kamu ini yang lagi males makan.”
Dia tampak mengangguk sambil menjulurkan lidahnya.

“Mas nggak bisa ke sana sekarang, baby. 10 menit lagi Mas ada meeting. Jadi plis jangan bikin Mas khawatir. Makan ya.”

“lagi nggak kepingin makan nasi. Mau double cheese burger aja.”
Kalau lagi males begini, manja nya suka bikin gemes. Melebihi Giel bahkan.

Ah.. Meeting Sialan.
Kalau bukan karena client nya kelas kakap, aku akan dengan cepat membatalkannya, dan berlari menemui gadisku itu sekarang juga.

“ya udah. Mas pesanin aja ya. Mc-D kan?”
Dia tampak mengangguk-angguk kecil.

“lama nggak meetingnya?”
aku sedang mengutak-atik aplikasi delivery makanan online dengan ponselku yang lain, ketika mendengar pertanyaan itu.

“mas udah pesan makanannya, foto pas lagi makan, mas pingin tahu kamu beneran makan atau nggak.”
Dia mengangguk menurutiku. Aku tersenyum melihat ekspresinya itu.

“tanya apa tadi? Mas meeting berapa lama ya? Kalo dari jadwal, kayaknya sampai sore, baby. Kenapa?”

“pingin nyusul ke kantor.”
Ya Tuhan... Dia menjawab begitu saja, aku berasa mau koprol sanking senangnya.

“Ya udah mas suruh Tian jemput ya? Atau mas aja yang jemput, sekalian makan malam di luar nanti.”

“eh.. Nggak jadi. Mas Arkan pulang nanti sore.”

“harus ya Mas mu itu pulang hari ini.”

“isshh.... Bahkan Mas Arkan disana udah extend seminggu. Aku kan kangen.”

“Aku yang kangen kalo kamu cemberut gitu.”

“iiih... Udah sana meeting. Aku mau nunggu cheese burger di depan. Eh, anakku di jemput siapa?”
satu lagi yang berubah, dia memanggil Giel dengan sebutan anakku sekarang.

“Opa nya... Papa lagi ada meeting sama client di deket sekolah Giel tadi.”

“Ya udah... Salam kecup manis dari aku.”

“telpon sendiri donk, baby.”
Dia hanya terkekeh Geli

“Nggak berani.”
Aku hanya tersenyum melihatnya begitu.

Selalu seperti itu jika ku ajak dia bertemu dengan Giel atau bahkan hanya sekedar menelponnya. Ia hanya takut Giel tidak menerimanya.

Meskipun Giel tampak mulai menganggap nya teman karena sudah mengajarinya bermain ice skating, dia tetap takut mendekati Giel lebih dari itu. Biarlah, kami menunggu waktu.

“ya udah, jangan lupa di foto. Mas tutup dulu, baby.”
Dia tampak melambaikan tangan dengan manis.

Seminggu setelah pengakuan waktu itu, hubungan kami menjadi dekat seperti ini. Ya sedekat ini.

Karena aku yang tak sungkan menunjukkan rasa sayangku padanya, dan dia yang mau menerimanya dengan tangan terbuka. Seminggu yang bisa membuat nyenyak dalam tidurku.

Seminggu penuh warna, yang membuat senyumku tidak pernah pudar. Seminggu yang membuatku gila jika sehari saja tidak melihatnya.

Senorak itu memang. Tapi aku tidak peduli. Yang penting kami bahagia menjalani ini.

Love Mission ComplitedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang