Arkan

8 0 0
                                    

Sudah hampir seminggu, aku mengalihkan pikiran untuk pekerjaan. Lagi-lagi, bekerja itu adalah cara ampuh melarikan diri.
Atas apa?
Ya apalagi kalau bukan karena Rindu.

“cemen lu...”
Angkasa mengolok ku saat itu ketika dia tahu aku belum mau bertemu Rindu kembali.

“Gue juga masih banyak kerjaan, Sa.”

“alibi...”

Arrrggghhh...
Memang bukan Angkasa namanya, jika tidak mengenalku luar dalam.

Oh ayolah, ini Rindu.
Tidak semudah itu menghadapi seorang Rindu. Aku masih belum siap dan mampu mengorek lagi luka lama.

Setelah bertahun-tahun berjuang menekan perasaan yang dengan seenaknya entah kapan munculnya, dan ternyata tidak bisa, sekarang datanglah dia, yang mungkin sebagai jawaban Tuhan.
Lalu apa yang harus ku perbuat?
Ah... Aku blank kalau menyangkut urusan begitu.

Kemarin, saat aku menghubungi echa, biasa lah jadwal rutin menanyakan keberadaannya dan apa yang sedang dia lakukan, aku cukup kaget dengan apa yang dia bilang.

Dia sedang makan siang dengan Rindu. Jikalau aku sedang giat-giatnya menghindari Rindu, entah kenapa adikku yang satu itu, semakin giat berdekatan dengan dia.

Akankah echa masih memikirkan misi itu?
Arrrggghhh.. Bisa gila aku. Dan jawaban apa yang lebih baik untuk menutupi kegugupan ku hanya mendengar namanya di sebut, kalau tidak hanya dengan “oh” saja.

Kalau aku berkata atau bertanya mengenai dia, bisa panjang urusannya dengan adikku itu. Pasti akan dibilang “kepo” atau bahkan menggodaku dengan “cieh.. Cieh”.
Lah serba salah kan.

Skip dulu tentang Rindu. Hari ini aku memiliki banyak hal yang harus aku kerjakan. Nanti malam aku akan terbang ke Singapura, untuk menemui client penting di sana besok pagi-pagi sekali.

“lu udah ngasih tahu calon masa depan gue, belum?”
ah capek sudah aku melarang Angkasa untuk memanggil echa begitu. Terserah dia lah. Aku hanya menggeleng.

“lah awas ngamuk ntar dia.”

“besok sabtu. Kemarin dia bilang, lagi nggak kepingin Kemana-mana katanya. Jadi nggak akan protes dia kalo gue pergi.”

“di ajak aja lah. Biar gue yang temenin dia jalan-jalan di sana besok selama lu meeting.”

“nglunjak ya lu. Kan lu juga ikutan meeting, bambang.”
Angkasa melemparku dengan map berisi dokumen yang dia bawa, karena kesal ku panggil begitu. Aku hanya tertawa.

Malamnya, setelah pulang kerja, tanpa mengganti bajuku, aku ketuk pintu kamar echa.

“Princess...Mas kangen.”
Kupeluk tubuhnya erat. Dia meronta minta dilepaskan, katanya aku bau.

“makanya, melarikan diri sih boleh-boleh aja ya, tapi kok adiknya yang kena getahnya juga.”

“siapa yang melarikan diri?”

“au tuh, coba ngomong sama kaca.”
Jawab adikku ketus.

Aku hanya terkekeh. Aku rebahkan tubuhku di ranjang dan kepalaku di pangkuannya.

“ih... Mandi dulu sana.”

“bentar princess, mas capek.”
Dia memajukan bibirnya, sebal.

“Princess, mas ntar jam 2 an, terbang ke Singapura, ada meeting besok pagi sama client di sana. Kamu mau ikut mas?”
Echa menggeleng cepat. Kok berasa ada yang aneh ya.

“cepet banget nolaknya, kamu ada acara besok.”
Cepat juga dia menggeleng, plus terlihat gugup. Ada yang dia tutup-tutupi pasti.

“ada yang kamu sembunyiin dari mas?”

Love Mission ComplitedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang