Visesa

9 0 0
                                    

Pagi-pagi sekali, aku sengaja sudah bersiap untuk pergi. Biasanya jam segini Mas Arkan belum bangun. Kesempatanku untuk kabur sejenak darinya. Aku benar-benar belum ingin bertatap muka dengan nya.

Aku melangkah keluar kamar. Dengan tergesa, aku jalan melangkah ke pintu depan. Tapi sebuah suara mengagetkanku,

“Princess... “
sial...
Kenapa udah bangun ajah sih nie orang.

Aku berhenti. Bimbang. Menoleh atau lebih baik langsung lari ke pintu depan.

“kunci pintunya mas pegang, kalau itu yang ada dipikiranmu...”
double sial.

Akhirnya aku lebih memilih diam dan menunduk. Ku dengar suara langkah kaki Mas Arkan mendekatiku lalu tanpa aba-aba dia menggendong ku.

Aku kaget.
Tapi tentu menahan sekuatnya untuk tidak menunjukkan ekspresi itu.

Dia mendudukan ku di sofa depan televisi. Asbak yang pecah berserakan semalam pasti sudah dibersihkan mbok Rum.

Mas Arkan duduk di karpet menghadap ku. Tangannya menggenggam tanganku di atas lututku. Aku masih menunduk, tidak ingin menatap matanya.

“princess... Masih marah sama mas?”
aku masih diam.

“Mas minta maaf ya. Mas tahu mas salah. Tanpa kamu minta pun, mas sudah janji sama diri sendiri, itu yang pertama dan terakhir.”
Daripada Mas Arkan mengejarku terus menerus hanya karena maaf itu, akhirnya aku memilih mengangguk, memaafkannya. Aku lihat dia menghembuskan nafas lega.

“karena kamu udah maafin mas, jadi berangkat pagi-pagi nya batal kan? Sarapan dulu yuk, mas udah masakin kamu sup makaroni pake daging, pentol sama sosis.”
Dia berjalan ke meja makan, dengan menarikku serta.
Kami makan dalam diam.

Kalau saja aku sedang bersikap normal biasanya, aku tidak akan malu menghabiskan beberapa mangkok lagi. Makanan terfavorit ku hanya dua di dunia ini, pertama makanan yang dimasak mbok Rum, yang ke dua adalah makanan yang dimasak Mas Arkan.

Masih ingat rasanya pertama kali dia terpaksa belajar masak yaitu ketika suatu saat mbok Rum harus terpaksa kembali ke kampung halaman, karena ada satu dan lain hal.

Sedang aku belum bisa menyesuaikan makanan yang dimasak dari luar rumah,
ya.. Masih dalam proses penyembuhan ku waktu itu.

Akhirnya Mas Arkan lah yang dengan susah payah memasakkan ku meski mulai dari makanan yang paling sederhana.

Dan tahu apa ajaibnya...aku ketagihan masakan Mas Arkan, hingga meskipun mbok Rum telah kembali ke rumah, aku hanya mau makanan buatan Mas ku itu. Aku tersenyum mengingatnya.

“Hah... Lega akhirnya.”
Aku dengar hembusan nafas Mas Arkan ketika dia berbicara. Ku lihat dia penuh tanya.

“Kamu tersenyum, princess. Mas jadi lega.”
Aku memutar bola mata malas.

“Mau tidak mau, kamu harus mengakui kalau masakan mas ini masih menjadi favorit mu. Bahkan bisa mengembalikan mood mu.”
Dia terkekeh geli.

Sialan... Aku dijebak.

“iya.. Terserah mas aja.”
Kataku malas, menyudahi acara makanku, lalu melangkah duduk ke sofa depan TV lagi.

Mas Arkan mengikutiku. Aku pura-pura bermain ponsel, agar tidak perlu membicarakan apapun dengannya.

“mau kamu geser bolak-balik tuh beranda, nggak akan keluar jackpot hadiahnya, princess.”
Seketika ku hunus tatapan tajam padanya. Dia justru tertawa terbahak.

“Issssshhh... Sebel.. Sebel... Sebel...”
ku ambil bantal sofa di sebelahku lalu mulai memukuli mas Arkan brutal.
Rasakan....

Dia masih bisa tertawa terbahak.
Sialan... Argghhh...

Love Mission ComplitedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang