Membenci Ayah 7

18 6 1
                                    

"Ayah kandung?"

Perempuan yang duduk di hadapanku itu mengangguk pelan.

Aku terdiam. Merasakan nyeri yang teramat sangat di hati. Sakit yang bahkan lebih sakit dari sebelumnya. Mengetahui bahwa aku ternyata ... bukan anak mereka.

Bukan anak dari seseorang yang selama ini kujaga dan kusayang penuh hati. Bukan anak dari seseorang yang satu-satunya kumiliki dalam hidup. Bukan. Bukan sama sekali.

Aku melempar lembar foto itu ke meja. Menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya pelan sambil mengusap wajah. Masih tak percaya.

"Lalu di mana mamaku? Maksudku ... ibu kandungku?"

Wanita itu mengerjap, saat tertangkap pasang matanya mulai berkaca-kaca. Lalu menatap ke lain arah, sejenak.

"Dia ... sudah meninggal sejak kau lahir," jawabnya pelan.

Aku kembali menghela napas. Sepertinya, hari ini adalah hari khusus untukku mengetahui sebuah fakta menyedihkan.

"Andra .... mungkin ini akan terdengar menyakitkan, tapi cepat atau lambat kau harus tahu tentang semua ini." Dia menatapku, lekat. Tertangkap binar kesedihan di mata itu, seolah kejadian demi kejadian tengah terulang di depan mata.

Aku hanya terdiam, tahu dia akan bercerita.

"Aku dan ibumu berteman sejak kami SMA. Ibumu adalah gadis polos yang cerdas. Dia belum pernah berpacaran sebelumnya, tapi semenjak ada murid baru yang pindah ke SMA kami, ibumu mulai bertingkah aneh. Aku tahu, dia diam-diam menyukai pemuda itu, ayahmu. Lambat laun, mereka semakin dekat. Dan akhirnya tersiar kabar mereka berpacaran.

Semenjak itu, ibumu makin berubah. Ia sering melalaikan tugas sekolah, dia juga sering ketahuan berduaan bersama ayahmu di sekolah. Tapi ibumu hanya diam, dia tetap menuruti ayahmu.

Belakangan, aku mendengar isu-isu tak enak dari beberapa siswa. Mereka bercerita bahwa ibumu hamil. Pernah aku berusaha menentang, karena aku sendiri belum mengetahui pasti. Tapi, tetap tak bisa menghilangkan kabar gosip itu karena ibumu memang hampir seminggu tidak turun sekolah. Pun ayahmu.

Aku akhirnya mendatangi rumah ibumu. Dari kejauhan, terdengar suara gaduh dan bentakan keras. Aku berlari ke pintu, saat melihat ibumu diusir oleh orangtuanya. Keadaannya sangat kusut. Dia sangat butuh dukungan, bukan hinaan dan dibuang.

Tapi ternyata kakek dan nenekmu merasa malu. Mereka menganggap bahwa ibumu adalah aib keluarga. Mereka jijik. Seolah pendosa seperti ibumu, tak layak berada di tengah mereka. Ya, mereka akan menerima ibumu kembali, tapi setelah anak itu lahir dan tiada. Yang artinya ...."

"Aku tidak diterima oleh mereka?"

Dia hanya terdiam, sebagai tanda bahwa itu benar.

"Dan ... aku membawanya ke kostan ayahmu, tapi ternyata dia tiada. Entah di mana. Di situlah, titik paling lemah hidup ibumu. Harapan satu-satunya hilang. Dia depresi. Hampir bunuh dari, tapi beruntungnya aku bisa menahan dia. Ayahmu penyebab semua ini. Karena keegoisannya, ibumu menderita.

Ibumu akhirnya tinggal di sebuah kontrakan. Dia begitu murung. Tapi untuk memenuhi kebutuhannya, dia terpaksa bekerja.

Dia berkata, bahwa dirinya boleh saja menangis atau kelaparan, tapi tidak dengan bayi yang ia kandung. Dirimu. Awalnya, dia tidak menerima kamu. Tapi lama-kelamaan, dia sadar bahwa tidak patut merasakan yang namanya dibuang.

Tapi sayangnya, ibumu meninggal setelah dua hari bersamamu.

Aku membawamu ke rumah kakek nenekmu, tapi mereka menolak. Tak sudi memelihara kamu. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimku ke panti asuhan, selama ayahmu belum ditemukan.

Membenci Ayah (GANTUNG KE HUBUNGAN LU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang