1

287 23 5
                                    


"Lee Hyun Ae. Panggil aku Miss Lee. Anak-anak menyebutku seperti itu."

Aku menatap wanita yang err... aku tidak yakin entah layak atau tidak untuk dipanggil Miss—diumur yang sejujurnya aku tidak tahu dan hanya menebaknya­–tapi senyumnya sangat terlihat hangat.

"Aku tahu, pasti ini terdengar aneh di telingamu gadis muda. Terserah padamu ingin memanggilku apa, tapi aku sarankan untuk tidak memanggilku ahjumma. Aku menolaknya." Ia mencondongkan tubuhnya—yang lebih pendek daripadaku. "Karena aku belum menikah." Suaranya lebih pelan dari sebelumnya.

Aku tidak tahu harus merespon apa pada sebuah fakta mengenai penjaga asramaku. Hei, aku baru mengenalnya lima menit yang lalu. Apa aku harus mengorek lebih dalam mengenai informasi pribadinya?

"Sekarang lupakan mengenai statusku dan biarkan aku mengantarkanmu ke kamar."

Fiuh... aku menghela nafas diam-diam. Merasa lega dan bersyukur aku lebih dahulu berdiskusi dengan diriku sendiri mengenai apa yang harus kukatakan. Karena melihat respon diamku, Lee ahMiss Lee memilih untuk segera mengantarkanku ke kamar yang—mungkin—akan aku tinggali beberapa tahun kedepan.

"Tolong jangan salah paham mengenai statusku."

Oh, kita belum selesai dari pembicaraan informasi pribadinya.

"Bukan berarti tidak ada pria yang mendekatiku. Aku hanya senang dengan kehidupanku sekarang—merawat anak-anakku hingga lulus dengan baik."

Aku melihat ekspresi sombong di antara kerutan samar pada kedua sisi matanya. Tapi ia terlihat jenaka di mataku. Tanpa perlu aku perintah, kedua sudut bibirku tertarik ke atas. "Aku paham. Setiap orang berhak memilih jalan hidup mereka sendiri."

Lee ah—Miss Lee menekan angka tiga ketika kami berdua telah berada di dalam lift. Ia menatapku dengan mengerutkan kening. Nampak berpikir—atau sedang menilaiku. "Kau terlihat lebih dewasa daripada wajahmu, gadis muda." Ia mengitip kartu mahasiswa milikku—aku menyerahkannya sebagai bukti siapa diriku saat pertama kami bertemu. "Kim. Chae. Won." Ejanya sembari mengingat-ingat.

Dentingan lift mengalihkan perhatianku dari Miss Lee. Wanita itu keluar terlebih dahulu dan memintaku untuk mengikutinya. Sembari menarik koper merah mudaku, aku melihat sekeliling. Mencoba untuk mengenali tempat yang akan kutinggali.

Tanganku terangkat kebelakang kepala, mencoba menyisir rambut dengan jari-jariku, dan aku merasahampa ketika menariknya ke depan saat melewati bahuku. Ah... aku lupa jika rambut panjangku telah terpotong menjadi pendek di atas bahu dua hari yang lalu—dalam rangka menyambut diriku yang baru—dan aku masih belum terbiasa dengan ini. Sejujurnya aku tidak menyesali hasilnya, hanya saja kebiasaan memainkan rambut panjangku belum sepenuhnya hilang.

Ketika kepalaku menghadap lurus ke depan, Miss Lee telah berdiri di depan sebuah pintu dengan senyuman hangatnya kepadaku. Ia mengetuk pintu ketika aku telah berdiri di sampingnya.

304—tertulis di tengah pintu. Sepertinya tulisan angka itu terbuat dari bahan logam karena terlihat mengkilap. Ada sebuah lubang kecil juga di bawah angka tersebut.

"Anak-anak, teman baru kalian satu lagi telah datang."

Lagi?

"Ada dua orang penghuni baru di kamar ini. Salah satunya adalah dirimu, nak."

Oh. Bagaimana ia tahu pertanyaan yang kuajukan di dalam kepalaku?

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang gadis berambut merah gelap. Matanya hitam besar dan kulitnya seputih susu. Cantik. Kata yang keluar dari otakku jika menggambarkannya dengan satu kata. Hanya saja badannya tidak setinggiku namun bentuknya lebih bagus daripadaku. Sial. Apa aku sedang membandingkan diriku dengannya?

A Letter of Hope (✔)Where stories live. Discover now