5

178 20 9
                                    

Hari ini waktu berjalan cepat dengan tidak jelas karena aku bahkan tidak tahu apa saja yang terjadi hari ini. Aku hanya menjalankan rutinitasku seperti biasa, dari bangun tidur hingga berkutat di kampus seharian. Tanpa sadar kurang lebih sepuluh menit lagi kelas terakhirku selesai—jika beliau menutup kelas dengan tepat waktu.

Sebelumnya, semua berjalan dengan baik-baik saja. Namun, melihat dosen muda yang mengajarkan kami mengenai teknik vokal sedang bersiap untuk menutup kelas, jantungku berdebar dengan sangat kencang. Semakin kencang hingga keringat dingin keluar dari tanganku.

Oh ayolah, jangan panik. Jangan panik. Jangan panik. Kalimat yang terus kuulang agar batinku merasa lebih tenang. Ini hanya sekadar minum kopi bersama, seharusnya aku tidak bereaksi berlebihan seperti ini. Seharian aku berhasil mengatasinya, maka satu jam bukan masalah bukan?

Kedua mataku menutup. Menarik nafas dalam-dalam. Tahan. Hembuskan perlahan. Benar, ini membuatku lebih tenang dari sebelumnya.

"AAAA!" Ya Tuhan. Jantungku yang mulai tenang, kembali meloncat hingga ke tenggorokan.

Wajah Minju tepat berada di depanku dengan jarak yang sangat dekat, ketika aku membuka mata. Membuatku terkejut hingga menjerit keras.

"Nona disana sepertinya begitu semangat mengikuti kelas ini."

Lelucon dosen tampanku membuat seisi kelas tertawa dan aku ingin mengubur diriku sendiri. Terima kasih Kim Minju-ssi. Aku melotot kepadanya dengan sedikit menahan malu. Sedangkan ia melirikku sembari menahan tawa.

"Aku tidak tahu, eonni akan bereaksi berlebihan seperti itu," bisik Minju dengan raut menahan tawanya. Huh. Aku hanya bisa mengumpat dalam kepalaku dan melirik Minju tajam—meski aku tahu setajam apa pun mataku memandang, Minju tidak akan takut.

Sudahlah. Aku menghela nafas. Tidak ada gunanya meributkan hal kecil ini.

"—kelas saya akhiri sampai di sini. Selamat menikmati akhir pekan kalian."

Tiba juga. Waktu yang entah sedang kunantikan atau tidak, akhirnya tiba. Debaran jantung yang semula kembali normal, kini berpacu dengan kencang.

"Let's go, eonni."

"Ah, ya." Pena dan buku kumasukan dengan asal ke dalam tas.

"Apa eonni sudah memutuskan untuk masuk ke klub mana?" Minju membuka percakapan ketika kami berjalan beriringan keluar dari kelas.

Klub ya? Aku sempat memikirkannya beberapa kali, tapi tidak ada yang benar-benar menarik perhatianku. "Entah. Mungkin Open House besok bisa membantuku memilih." Bibirku tertarik untuk memberikan senyuman kecil. "Kamu sendiri, bagaimana?"

Minju mencurutkan bibirnya dengan imut. Telunjuk terangkat untuk mengetuk dagunya beberapa kali. "Tidak tahu. Aku berpikir, tidak masuk klub satu pun tidak masalah." Dan ia meringis melihatku. "Ya, kan?"

"Ya, kita boleh tidak memilih satu pun." Aku melirik ke arah Minju. Terkesiap ketika melihat senyuman yang tak sampai ke matanya. Padangannya menerawang ke depan.

"Aku juga ingin bersenang-senang." Ia berucap lebih seperti bergumam pada dirinya sendiri. Apa sesuatu terjadi padanya?

"Minju-ya."

"Hei." Seseorang menghentikan langkah kami, mengalihkan perhatianku dari Minju.

Yunseong sunbae berdiri tegap dengan senyuman tipis menyapa kami. Ia mengenakan mantel putih, membuatnya terlihat sangat tampan. Putih, warna yang cocok dengannya. Aku tersenyum membalasnya. Melupakan bahwa debaran jantungku kembali berpacu kencang.

A Letter of Hope (✔)Where stories live. Discover now