12

157 18 32
                                    

"Seperti bunga yang tersenyum saat mekar." Yunseong sunbae membaca sesuatu dari handphone-nya. Aku yang sedang menikmati lagu Goose House sembari menghabiskan nasi dan kimchi jjigae-ku—yang gagal, menoleh ke arahnya.

Ia membalas tatapanku. "Aku akan membacakan arti dari lirik lagu ini untukmu." Ia kembali beralih pada layar handphone-nya, sedangkan aku bertopang dagu untuk melihatnya, memperhatikan sisi wajahnya. Kapan ya terakhir aku melihatnya dari sudut pandang ini?

"Seperti bunga yang tersenyum saat mekar."

"Hari ini semuanya adalah baru."

"Terletak di depan kita di bawah sinar matahari."

"Seperti kesedihan di masa lalu. Akan lebih baik jika kamu tersenyum."

"Dan aku lebih suka tertawa bersamamu."

"Aku lebih suka tertawa bersamamu." Yunseong sunbae menoleh ke arahku, setelah mengakhiri lirik yang ia baca.

"Oh, jadi, sunbae hanya ada di saat aku bahagia, bukan di kesedihan?" Aku ingin tertawa saat melihat wajah terkejutnya.

"Kim Chaewon. Jangan memberikan komentar yang merusak momen romantis." Tawa lepasku keluar. Yunseong sunbae merengut dengan bibir yang dicurutkan. Meletakkan handphone begitu saja dan kembali memakan nasinya yang tinggal beberapa suap lagi.

Ia dalam mode merajuk, mengabaikanku bahkan saat aku mencubit sebelah pipinya yang sedang mengunyah nasi dan telur. "Maafkan aku." Ia tetap mengabaikanku, menghabiskan nasi di mangkoknya hingga suapan terakhir dengan tenang.

Oke, aku menyerah bagaimana mengembalikan mood pria tidak jelas ini. Hanya tinggal satu cara yang biasa para gadis lakukan untuk meluluhkan hati pria.

"Sunbaeni~im, maafkan Kim Chaewon ya~?" Tolong, aku butuh kantong plastik, aku ingin muntah.

Aku bisa melihat bibir Yunseong sunbae berkedut. Aku bertaruh ia sedang menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Kurasa aku berhasil. Aegyo memang selalu berhasil jika kau bisa melakukannya dengan benar.

Yunseong sunbae mengumpat dan aku tertawa penuh kemenangan dalam hati.

"Bagaimana aku bisa marah jika kau tahu kelemahanku?" Kedua tangannya berada di atas kepalaku tiba-tiba, menekan, meremas dengan gemas. Aku menangkap tangannya, berusaha sekuat tenaga agar lepas dari kepalaku. Ini kepala, bukan bola!

"Jadi, katakan, 'komentar romantis' apa yang ingin sunbae ucapkan," kataku dengan menekan kata 'komentar romantis' setelah berhasil melepaskan tangannya dari kepalaku.

"Sebenarnya bukan hanya komentar yang keluar dari mulut, aku sungguh-sungguh ingin kau mengingat ini." Ia berubah menjadi serius dan aku menjadi gugup. Mata hitam yang selalu kukagumi menangkapku, memaksaku untuk tetap berada di sana.

"Mulai sekarang dan seterusnya, kau tidak perlu mencemaskan apa pun... Seperti kesedihanmu di masa lalu, atau kegelisahanmu tentang masa depan... Aku akan selalu di sampingmu, melakukan apa pun agar kau tetap tersenyum." Kedua pipiku terasa hangat, selain karena aliran darah yang naik ke kepala, kedua tangan Yunseong sunbae berada di sana, mengusap pipiku dengan ibu jarinya. "Sekali pun harus mengorbankan diriku sendiri."


— ◌ ⚝ ◌ —


Cukup. Aku tidak punya waktu untuk menangisi apa yang sudah terjadi. Ini adalah pilihanku untuk mendengar dari sudut pandang Yeonhee dan meninggalkan Yunseong sunbae. Menyesal, memang benar dan itu adalah normal. Apa pun pilihan yang aku ambil, penyesalan selalu akan datang setelahnya. Jadi, daripada membuang waktu untuk meratapi, lebih baik aku menggunakannya untuk terus maju.

A Letter of Hope (✔)Where stories live. Discover now