Pagi ini aku tidak begitu fokus. Aku yang bertugas membersihkan kandang ayam, beberapa kali membiarkan pintu sedikit terbuka atau lupa menguncinya, oh salahkan ayam itu mengapa harus memiliki tenaga berlebih pagi-pagi, apa mereka kelebihan kadar gula? Hingga berakhir dengan aku yang mengejar ayam; satu berhasil masuk, yang lain keluar, repeat. Beruntung paman Kim bersedia membantuku.
Lupakan tentang ayam sialan itu.
Perasaan menyesal kembali datang saat melihat pantulan sosok Suyun di pintu lift. Meski pintu lift memantulkan bayangan yang samar dan sedikit abstrak, tapi aku bisa melihat rambutnya yang tergelung tidak lagi rapi—walaupun pagi tadi juga tidak rapi sekali. Ia pasti sangat kepayahan, harus menyelesaikan tugas yang lain sendiri, karena aku terus berurusan dengan ayam. Padahal ia dihukum karena aku, tapi yang kulakukan hanya semakin merepotkannya.
Alasan dibalik aku yang kehilangan fokus adalah Hyeop, teman dekat yang baru kutemui setelah sekian lama. Sebelum berangkat menjalankan hukuman, aku menemukan fakta bahwa seseorang yang memberiku surat adalah dia, Lee Hyeop. Apakah dia adalah sosok H, penggemarku? Lagi-lagi aku termenung memikirkannya. Bukan berarti aku tidak senang saat mengetahui fakta itu, aku sangat sangat senang dan bersyukur. Hanya saja sedikit aneh dan heran. Untuk apa ia harus menuliskan inisial daripada namanya? Lee Hyeop yang kukenal lebih suka berterus terang daripada memberikan kode ambigu. Apakah ia malu?
"Eonni tidak keluar?" Aku tersentak dan melihat Suyun menahan pintu lift agar tetap terbuka.
Lihat, kan? Aku kehilangan fokus lagi.
Aku menatapnya menyesal dan Suyun memberikan kekuatan lewat tepukan di pundakku—meski ia tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan. Mungkin, orang lain melihatku seperti sedang menghadapi banyak masalah, karena tanpa sadar aku lebih banyak melamun.
Aku berdecak pelan. Mengapa dia harus bermain misteri-misteri begini, sih? Kepalaku menjadi pusing jika harus menerka-nerka tanpa kepastian. Tapi, jika ini adalah yang dia inginkan—menyembunyikan identitasnya—maka aku tidak bisa begitu saja membongkarnya. Ia pasti memiliki alasan. Kurasa aku harus berpura-pura tidak tahu untuk sementara ini. Lalu apa yang harus aku katakan nanti saat makan siang? Kami memang telah berjanji untuk makan siang bersama, karena aku tidak punya cukup banyak waktu tadi.
"Eonni ada kelas pagi, kan?" Aku tersentak—lagi.
Kulihat jam di dinding, dua puluh menit lagi kelas akan dimulai dan aku belum membersihkan diri. Bau ayam-ayam itu masih menempel di tubuhku. Anehnya sejak tadi aku tidak mempermasalahkan bau menyeramkan di tubuhku sendiri.
— ◌ ⚝ ◌ —
"Minju!"
Rasanya aku sudah lama tidak melihat gadis ini, nyatanya hanya berselang dua hari. Tapi sudah begitu rindu dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluknya erat. Ia memukul punggungku karena merasa tercekik.
"Maaf. Aku terlalu merindukanmu."
Ia tersenyum cerah. "Benarkah? Tapi kita bertemu Jumat kemarin."
Benar, hari Jumat. Aku tidak menemukannya di hari Sabtu. Dia juga tidak membalas pesanku—hingga sekarang.
"Aku mencarimu saat Open House."
Ia meletakkan telunjuk di depan bibirnya. "Bolos," ucapnya singkat dengan suara kecil. Kemudian ia melanjutkan langkah memasuki kelas. Aku segera mengikutinya.
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih jauh. Tapi mengingat ia tidak membalas pesanku dan reaksinya tadi, membuatku harus mengurungkan rasa ingin tahuku, meski ada sedikit rasa khawatir yang tertinggal. Aku hanya berharap dia baik-baik saja.
YOU ARE READING
A Letter of Hope (✔)
Fanfiction[ Hwang Yunseong x Kim Chaewon ] Kim Chaewon, seorang mantan idol yang menyerah akan mimpinya. Ia memilih untuk menjalani hidup sebagai masyarakat biasa demi menyelamatkan hatinya dari kemungkinan luka ketika menjadi seorang idol yang berhasil debut...