11

154 19 28
                                    

"Eonni, lama sekali." Aku melihat Minju berdiri di depan ruang kelas, membawa dua tas; salah satunya adalah milikku.

Aku mengambil alih tasku dari tangan Minju. Mencoba untuk menarik kedua sudut bibirku dan aku sedikit terkesan karena bisa melakukannya. Sejujurnya aku tidak bisa membohongi diriku untuk tidak terluka mendengar gosip yang baru kudengar—meski aku tahu bahwa gosip itu tidak benar. Cukup sulit untuk mengembalikan suasana hatiku menjadi lebih baik seperti semula. Bahkan hingga aku telah kembali bertemu akhir pekan lagi.

Tiga hari telah berlalu begitu saja tanpa aku sadari. Aku tidak ingat apa saja yang telah kulakukan atau siapa saja yang telah kutemui. Aku masih menjalankan hukuman di pagi hari bersama Suyun atau masuk kelas seperti biasa. Tidak ada yang berubah selain pandangan orang-orang asing di kampus ini terhadapku—lebih tepatnya orang yang mungkin telah mendengar gosip yang berbedar tentangku.

Terkadang aku memang tidak menggunakan otakku dengan benar, tapi aku cukup pintar untuk membaca suasana di sekitarku. Seperti sekarang, aku sedang makan siang di kantin bersama Minju dan mau tidak mau harus bergabung dengan mahasiswa yang lain karena kantin ini padat seperti biasanya. Tiga mahasiswi yang lebih dahulu menempati meja tersenyum ramah saat Minju meminta ijin untuk berbagi meja hingga mereka melihatku. Pandangan mereka berubah, namun senyuman itu masih ada, meski arti senyuman mereka tidaklah lagi sama; senyum yang biasa seseorang tunjukkan saat sedang memandang rendah orang lain.

Aku berusaha untuk tidak memperdulikan mereka. Fokus pada makan siang dan cerita Minju tentang tetangga kosnya yang seorang komikus daring lebih menyenangkan. Tapi sudut mataku tidak bisa mengalihkan perhatian dari mereka yang sekarang sedang berbisik-bisik sembari sesekali melirikku. Bukankah mereka terlalu jelas?

"Aku merasa beberapa hari ini tidak seperti dirimu, eonni."

Aku berdehem, menelan tonkatsu melewati tenggorokan dengan susah payah. Tidak heran jika orang terdekatku menyadari perubahan dalam diriku yang menjadi lebih pendiam dari biasanya. Sudah tiga hari berlalu, tentu orang berpikir ada sesuatu yang salah.

"Aku hanya mendengar sesuatu yang kurang menyenangkan dan itu berdampak pada mood-ku." Kedua bahuku terangkat. Berusaha bersikap setenang mungkin.

"Apa itu?"

"Sejenis gosip tidak benar," jawabku ambigu. Bukannya aku tidak mempercayai Minju, aku hanya tidak ingin mengucapkan gosip yang kudengar. Membuat emosiku semakin naik dan aku tidak ingin itu terjadi.

Beruntung Minju tidak bertanya lebih jauh lagi. Begitu pula ketiga roomates-ku; Eunbi eonni, Yeonhee, dan Suyun. Mereka menyadari perubahan sikapku dan seperti biasa, mereka tidak akan memaksaku untuk berbicara jika aku sendiri tidak menginginkannya.

Setelah mengganti pakaian menjadi piyama pink bermotif wortel dan kelinci, aku berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar. Suara pintu terbuka terdengar pelan di antara kegelapan. Tentu Yeonhee pelakunya. Ia baru saja menggosok giginya dan bersiap untuk tidur. Aku tidak tahu apakah apa yang dilakukannya itu bisa disebut persiapan tidur. Biasanya—saat tidak sangat lelah—gadis itu akan menonton video di YouTube hingga tertidur dengan sendirinya. Jika tidak tidur-tidur, ya dia akan menonton video, bahkan hingga matahari telah terbit.

 Jika tidak tidur-tidur, ya dia akan menonton video, bahkan hingga matahari telah terbit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
A Letter of Hope (✔)Where stories live. Discover now