"Apa kalian tahu tiga puluh menit telah berlalu dari waktu yang seharusnya?"
Aku hanya bisa menunduk mendengar omelan gadis yang berperan sebagai panita bagian kedisiplinan di depan kami. Alisnya menukik tajam dengan kedua tangan tertekuk memegang pinggulnya. Mataku hanya bisa melihat ujung sepatunya. Tenggorokanku merasa kering setelah puas menangis di tengah jalan. Aku butuh minum, tapi aku tidak bisa bergerak sedikit pun. Untuk mendongak pun aku tidak berani.
Meski meminta maaf tidak merubah apa pun, setidaknya aku terlihat mengakui kesalahanku. Aku memang bersalah. Tidak seharusnya aku terbawa emosi terlalu dalam, tapi aku tidak menyesalinya. Karena sekarang aku memiliki semangat setelah melupakannya.
"Ma—"
"Maaf sunbae. Sesuatu terjadi saat kami di jalan." Suyun memotong ucapanku. Aku meliriknya dan rasa bersalah untuknya kembali muncul. Aku memang tidak menyesali apa yang kulakukan hingga membuatku terlambat, tapi tidak seharusnya melibatkan Suyun dalam masalah ini. Seharusnya aku menyuruhnya pergi, tapi aku justru terlalu sibuk dengan diriku sendiri.
"Kalian tahu, kan? Aku tidak peduli apa yang terjadi pada kalian saat diperjalanan. Intinya adalah kalian tetap terlambat, tiga puluh menit!"
Ia membentak. Ia memang harus melakukannya. Itu tugasnya untuk mendisiplinkan mahasiswa baru yang melanggar peraturan. Membela diri hanya akan membuat masalah semakin panjang dan rumit. Lagipula memang tidak ada alasan yang akan diterimanya. Jadi, aku akan tetap merapatkan bibirku agar saling menyatu satu sama lain. Menunggu ia puas mengomeli kami dengan sabar dan bertanya-tanya hukuman apa yang akan ia berikan.
Tidak mungkin hukuman bentuk kekerasan, kan? Tidak. Mereka tidak akan berani. Mungkin membersihkan toilet? Hm, bukan masalah besar.
Kurasakan dewi batinku bersedap dengan wajah malas menatapku. Kemudian melihat ujung jari tangannya, gedung utama memiliki dua belas lantai yang mana di setiap lantai memiliki toilet. Aku meneguk ludahku sendiri. Sepertinya ini akan menjadi masalah besar.
Sepatu lain mendekati gadis itu ketika beberapa saat membiarkan suasana menjadi tenang mencekam. Melirik mereka melalui bulu mataku, aku dapat melihat pria pemilik sepatu tersebut membisikkan sesuatu. Eh? Hangyul sunbae. Dia memberiku kedipan saat tahu aku sedang meliriknya.
Gadis itu berdehem, membuatku kembali menatap ujung sepatunya. "Untuk saat ini, ikuti kegiatan yang ada. Kalian akan berurusan dengan kami saat Open House ini selesai." Aku melihat wajah gadis di depanku ini tidak sekeras sebelumnya—meski matanya masih memandang kami dengan tajam.
Hangyul sunbae memiringkan kepalanya, memberi tanda agar kami mengikutinya, masuk ke dalam Auditorium. Aku dan Suyun segera bergerak mengikutinya, selangkah di belakang Hangyul sunbae.
"Aku hanya bisa membantumu sampai di sini. Peraturan tetaplah peraturan." Hangyul sunbae menolehkan kepala ke belakang melewati bahunya.
Aku paham. Kami memang salah karena terlambat. Sudah sewajarnya kami mendapatkan hukuman. Bukankah begitu?
"Terima kasih sunbae."
Kulirik Suyun. Ia menatapku dan Hangyul sunbae bergantian. Ada banyak tanda tanya mengelilingi kepalanya. Mungkin ia bertanya-tanya darimana aku bisa mengenal Hangyul sunbae, karena aku memang tidak pernah menceritakannya pada siapa pun, tidak juga pada Yeonhee.
"Maafkan aku. Tidak seharusnya kamu ikut mendapatkan masalah ini." Aku menggenggam tangan Suyun yang terjuntai di samping badannya.
"Tidak masalah. Mendapatkan hukuman lebih baik daripada harus meninggalkan eonni."
YOU ARE READING
A Letter of Hope (✔)
Fanfiction[ Hwang Yunseong x Kim Chaewon ] Kim Chaewon, seorang mantan idol yang menyerah akan mimpinya. Ia memilih untuk menjalani hidup sebagai masyarakat biasa demi menyelamatkan hatinya dari kemungkinan luka ketika menjadi seorang idol yang berhasil debut...