"Aku menyukaimu."
Ini adalah pertama kali aku mendengar seseorang—lawan jenis—mengatakannya kepadaku. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk menanggapi ini. Kepalaku kosong karena sel-sel dalam tubuhku ikut terkejut. Bahkan dewi batinku hanya sanggup berkedip-kedip menatapku. A-aku... aku harus m-mengatakan apa? Masa bodoh dengan aku yang tergagap.
"Jangan memaksakan dirimu untuk menjawabnya." Malu-malu aku melirik Yunseong sunbae. Ia sedang menatapku dan aku segera mengalihkan mataku ke arah cangkir teh di depanku.
"Rencananya, aku ingin mengatakan ini saat melihat ada tanda-tanda kamu akan menerimanya." Aku merasakan gerakan tangan. Ia menggaruk frustasi kepalanya dan aku masih menjadi patung.
"Jadi jangan terlalu dipikirkan, okay?"
Kali ini aku memberanikan diri untuk menoleh ke arahnya. Karena aku membiarkan pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban beberapa menit—bukan berarti aku sedang mengabaikannya. Aku hanya... masih diliputi rasa terkejut.
Ia terdiam. Aku terdiam. Kami saling berpandangan dalam keheningan. Hingga aku memutuskan untuk mengangguk dan ia terlihat bernafas lega.
Sebenarnya, aku juga sedikit tertarik dengannya—sudah terlihat jelas, kan? Tapi, selain karena merasa ini terlalu cepat bagi kami—atau aku sendiri—alasan lain adalah ada pada diriku sendiri. Aku belum cukup berani untuk melompat lebih jauh. Bimbang dengan perasaanku yang sesungguhnya. Apakah aku tertarik karena memang menyukainya atau aku tertarik karena ia selalu baik hingga membuatku nyaman dengan kehadirannya? Atau justru aku tertarik karena perasaan asing ini adalah sesuatu yang baru untukku, sehingga membuatku bersemangat dan salah mengartikan perasaanku sendiri.
Mungkin orang akan mengatakan kepadaku terlalu banyak berpikir. Namun, seperti inilah aku. Tindakan sekecil apa pun selalu membuat otakku bekerja dengan keras. Meski sejujurnya, terkadang aku ingin berhenti berpikir dan melakukan apa pun yang kusuka—apa pun resikonya.
"Mungkin." Suaraku mengecil tapi ia mendengarku. "Mungkin sunbae bisa mengatakannya lagi lain waktu."
"—AH! Maksudku, mungkin jika s-sunbae berusaha lebih keras lagi, maka aku bisa benar-benar m-menyukaimu." Aku cepat-cepat menjelaskannya, karena tidak ada reaksi apa pun dari Yunseong sunbae. Tapi, ini justru membuatku semakin malu. Terlebih saat aku melihat ada seulas senyum terbit dari wajahnya.
"Aku mengerti." Dia mengangguk dan kembali menyesap tehnya. Aku mengikutinya.
"Siapkan dirimu, karena aku akan berusaha lebih keras setelah ini."
Sialan! Teh dalam mulutku sukses menyembur hingga membuatku terbatuk. Ia memberikanku beberapa lembar tisu dan aku menerimanya dengan cepat.
"Berhentilah membuatku terkejut, sunbae!"
Ia tertawa kecil sembari membersihkan meja. Tidak memperdulikan bahwa aku memang berharap dia benar-benar berhenti memberikan komentar random secara tiba-tiba.
"Bagaimana jika kita pesan chicken dan tteokbokki?" Ia mengambil tisu dari tanganku dan berjalan ke arah tong sampah di sudut dapur.
"Ide bagus." Lagipula perutku mulai memberontak minta diisi. Jika aku tidak salah, terakhir aku makan adalah salad buah di asrama.
Yunseong sunbae tersenyum. Mengambil handphone dari saku celana dan bersandar pada pinggir counter. "Aku akan pesan. Kamu bisa pilih film untuk kita tonton."
Emm...
"Sunbae yang pilih. Aku akan membereskan cangkir-cangkir ini." Aku tidak terlalu pandai memilih, apalagi pilihanku akan digunakan untuk bersama—dalam keadaan ini, maksudku adalah memilih film yang akan kami tonton berdua. Aku tidak cukup percaya diri dengan pilihanku akan dinikmati juga oleh orang lain.
YOU ARE READING
A Letter of Hope (✔)
Fanfiction[ Hwang Yunseong x Kim Chaewon ] Kim Chaewon, seorang mantan idol yang menyerah akan mimpinya. Ia memilih untuk menjalani hidup sebagai masyarakat biasa demi menyelamatkan hatinya dari kemungkinan luka ketika menjadi seorang idol yang berhasil debut...