BAB 5 - AMARAHMU

129 12 0
                                    

Jika kamu mampu bersabar sebentar pada saat dirimu marah, maka hal itu dapat menghindarkanmu dari ribuan penyesalan di masa yang akan datang.
(Ali bin Abi Thalib)

🌺🌺🌺

"Zara", panggil lelaki bersuara lembut dari kejauhan. Wajahnya sulit terlukiskan oleh bola matanya, sebab lelaki itu datang berlari. Terus berlari mendekatinya yang terpaku menanti lelaki itu.

"Mas Galih", netranya berbuah bulir yang hampir tumpah. Bibirnya mengukir lekuk yang kian merekah.

(Sett)
Lelaki itu memeluknya, begitu erat hingga Zara kaku oleh rindu yang mengikat. Kedua tangan Zara pun tak mengelaknya. Ia membalas peluknya. Kini dua insan yang terjerat oleh rindu, beradu saling mengharu.

"Maaf Zara, maafkan aku. Maaf... " dengan suara gemetar lelaki itu berucap. Air matanya menjejak dibahu  Zara yang begitu erat ia rengkuh.

Zara hanya terisak, jarinya mengerat seakan enggan melepaskan peluknya.

Lelaki itu meredam peluknya, kedua tangannya kini singgah di pipi mungil Zara. Tatapan mereka saling menyelami binarnya, dan ibu jari lelaki itu mulai mengapus bulir - bulir rindu di pipi Zara.

***

Tiba - tiba Zara terbangun oleh kumandang adzan subuh. Ia beristighfar dan meludah kecil tiga kali di sisi kirinya.

"A'udzubillahiminassyaitonitrojiim." bisiknya seraya mengusap keringat yang membanjiri dahinya. "Mimpi dari syetan." ia bergeleng enggan mengingatnya.

Tapaknya berpangku diatas dada, merasakan betapa cepat jantungnya berdetak.

Ia melangkah mengambil air wudhu. Ada kemuliaan yang tiada mungkin manusia menolaknya. Apa manusia mampu menolak dunia dan seisinya? Mustahil, sebab manusia hidup mengejarnya. Tapi tidak banyak manusia yang mampu membelinya. Meski hanya dengan dua rekaat sholat fajr. Zara bermunajat diatas sajadahnya. Ia malu untuk menyesali takdirnya, bibirnya pun tak mampu berucap selain syukur kepada Rabbnya. Tapi Zara yakin Allah Maha Tau isi hatinya.

Selepas sholat Zara berjalan menuju dapur, ia mendapati para pelayan yang tengah sibuk melakukan tugasnya.

"Assalamualaikum, bu" sapanya pada Bi Atin yang tengah mengiris beberapa sayuran.

"Eh, eneng. Wa'alaikumsalam. Panggil bibi aja ya neng." balasnya ramah.

"Iya, bibi."

"Neng kenalan yuk sama temen-temen bibi disini." ajak bi Atin sumringah.

"Boleh bi", sahut Zara yang tak kalah sumringah.

Bi Atin menggandeng Zara, memperkenalkannya pada semua pekerja dirumah Tuan Rayyan.

"Ini Mbak Nur, yang tugasnya bersih - bersih."

Zara tersenyum ramah dan memanggut sopan pada semua karyawan.

"Ini Bi Sumi, yang bantu bersih bersih juga."

"Ini Bu Mumun, satu - satunya yang dipanggil bu" jelas bi Atin terkekeh kecil. "Bu Mumun tugasnya nyuci."

"Ada Pak Man dan Mang Jaka, lagi kemesjid subuhan." tuturnya dengan jeda memberi ruang pada Zara untuk memahaminya. "Kalo Pak Man biasanya bersih - bersih kebun sama kaca. Nah kalo Mang Jaka itu sopirnya Tuan Rayyan." jelas Bi Atin yang begitu sabar.

SENJA From ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang