BAB 7 - JALAN TAKDIR

138 9 0
                                    

Meski bagai buih lautan keaibanmu di kalangan orang lain namun rahasia pribadimu hendaklah selalu tersimpan.
(Imam Syafi'i)

🌺🌺🌺

Malam ini pijar rembulan seakan mengambil penuh hak sinarnya. Kekuatan angin nan membawa cinta terbang melayangkan rindu tak beralamat. Bagaimana mampu ia membuai habiskan sedang rindu tiada pernah terbalaskan.

"Alhamdulillah, Zara.... Ini pasti takdir Allah hendak mempertemukan kita kembali. Tunggulah aku, aku akan datang untukmu." lirihnya pada selembar kertas yang terbuka ditangannya.

Penetapan Pindah Bekerja Pegawai Negri Sipil

Bibirnya mengulum senyum tanpa reda sedikitpun. Keputusannnya telah bulat membakar habis keraguan yang mulai ia tinggalkan.

Tidak ada yang kebetulan, Galih mengambil keputusannya untuk berpindah tugas ke Bali. Nekad, sungguh bukan kalimat dalam kamus percintaan. Itu adalah pengorbanan, sebab sesuatu tanpa diperjuangkan mana mungkin didapatkan. Seperti ia yang bekerja keras demi menjadi dokter, lulus dengan umur yang masih belia dan menjadi dokter muda bukanlah perkara mudah. Sebab menjadi kebanggaan dan disegani, permintaannya berpindah tugaspun tak tertolak.

Menjadi dokter bukan pekerjaan santai, hingga menyisakan waktu untuk mengejar wanita yang diidamkan. Ada banyak jam terbang yang dadakan, ada banyak pasien yang harus ia tangani bahkan bila harus ada panggilan, mustahil terelakkan.

Masih teringat jelas saat Galih bergegas menghampiri Zara di warung Bu Yuyun. Waktu itu dia sehabis menangani pasien, dan jam istirahat. Belum ada lima menit, telepon sudah berbunyi dengan pasien yang tidak bisa ditangani oleh perawat. Dengan merelakan jam makan ia pun sigap melangkah. Pun jam tidur yang kadang tak nyenyak, kala tengah malam harus dihadapkan dengan pasien dadakan.

Lelah? Sudah pasti. Tapi abdi tetaplah abdi. Yang mengabdikan seluruh jiwa dan raga. Dan kini rindu telah mengabdi pada hati. Yang menuntunnya untuk melangkah menemui Zara.

****

Malam yang sama, dibawah satu langit yang menaungi semesta. Zara berpangku diatas ranjangnya, masih dengan mukena yang membalut. Tangannya memegang lembut Al Qur'an kecil yang telah dibacanya. Menatap sesal, dengan rasa yang menjelma jadi kepedihan.

"Maafin Zara Mas, maaf.... Zara harus melakukan ini...   Astagfirullah... Zara yakin ini sudah takdir Allah Mas. Mungkin memang Mas Galih bukan jodoh untuk Zara."

Penyesalan Zara pun harus ia sesali sebab meragukan Takdir Allah. Tangannya mulai menyeka air mata, mengambil secarik kertas dan pena.

Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Mas Galih,

Semoga Allah selalu melindungi Mas galih,
Zara ingin meminta maaf, karena Zara sudah pergi tanpa berpamitan langsung pada mas Galih. Zara juga minta maaf, jika Zara harus mengatakan. Kita tidak bisa untuk bersatu, sebab Allah sudah menyatukan Zara dengan orang lain.
Semoga mas Galih dipersatukan dengan wanita terbaik dari Allah.
Terimakasih sudah mencintai Zara...

Wasssalam

Zara

Berat meminta orang lain pergi, tapi lebih berat membiarkannya menunggu tanpa kepastian. Sama - sama yakin pada takdir, namun tiada yang pernah tau bagaimana takdir membawa jalannya.

SENJA From ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang