"Sayang ini terlalu pedas, perutmu tidak akan kuat. Sebaiknya ganti dengan rasa yang lebih normal okay"
"Thank you sayang"
"Hmm... Kamu harus jaga kondisimu dong sayang, aku ga mau ya liat kamu sakit lagi"
"Aish ... Iya, iyaaa" Jawab Yerim sekali lagi. Dengan nada nyaring penuh kemanjaan. Wajahnya merona begitu perhatian Mark bertubi-tubi ia dapatkan. Wajah Kim Yerim memerah dan Mark hanya tertawa melihatnya, pria Lee itu hanya merengkuh perempuannya dan mendekapnya dengan lembut.
Sementara Irene yang lagi-lagi menjadi penonton hanya menenggak tequila terakhirnya. Kini keempatnya sudah duduk diruangan lain yang lebih private, duduk berhadapan tanpa suara sementara diatas meja sudah terhidang berpiring-piring makanan yang berisi hidangan khas jamuan makan malam keluarga chaebol. Perempuan Bae itu pun kemudian menarik nafasnya dengan kelu lalu memijat pelipisnya yang mulai pening. Bukan efek minuman yang membuatnya mabuk, Irene yakin. Irene hanya mabuk melihat romansa pasangan muda yang menurutnya begitu berlebihan dan membuatnya semakin jengkel.
Karena terlalu iri. Ia bahkan cemburu melihatnya. Kenapa ia harus selalu menjadi penonton? Kenapa bukan dirinya yang jadi putri. Ini bahkan kehidupan yang betul-betul ia inginkan. Jujur, Irene merasa begitu iri pada Kim Yerim.
"Makanlah" Usik suara dingin dan pendek itu. Irene yang mendengarnya kemudian menoleh kearah piring makan nya yang sudah penuh oleh hidangan laut dan sushi. Perempuan itu kemudian mengangkat kepalanya dan menatap kearah Mino yang tengah memotong daging asap nya dengan begitu sempurna, cara makannya benar-benar luar biasa. Khas kaum chaebol. Irene yang tanpa sadar terus menatap kearah Mino bahkan semakin terpesona melihatnya, bagaimana caranya ia mengiris daging, bagaimana caranya ia memisahkan setiap potongan-potongan daging yang sudah ia iris ke beberapa tepian piring. Semuanya benar-benar keren. Benar-benar seperti pangeran, sayangnya pangeran yang berwujud iblis.
"Jangan diam saja, cepat makan!" Desis Mino dengan suara tajam nya. Pria Song itu bahkan sudah selesai makan dan kemudian membersihkan sisa-sisa makanan diujung bibirnya dengan cara yang sangat elegan. Irene yang sedang melamun bahkan hampir tersedak ketika suara omelan yang pelan dan dalam itu kembali ia dengar. Perempuan itu kemudian menjauhkan piringnya dan duduk dengan nafas memburu. Song Mino yang melihatnya kemudian melirik kearah Irene dengan tatapan penuh intimidasi tapi Irene bertahan dengan sikap keras kepalanya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau ia tidak akan membiarkan penghinaan itu kembali tertuju padanya. Perempuan itu hanya meminum cocktail yang tersedia dan menghirupnya perlahan. Mark dan Yeri semakin larut dengan dunia mereka sendiri, bahkan makan malam kali ini lebih mirip dinner bagi keduanya, dan Mino serta Irene hanya hiasan manusia yang tidak dianggap.
"Bae Irene!!"
"Cerewet!" Balas perempuan itu dengan desisan yang tidak kalah sengit. Mino menoleh kearahnya dengan cepat dan mencebil dengan kesal. Sementara Irene kemudian menarik nafasnya kuat-kuat dan menundukkan kepalanya. Malam ini terasa lebih lama dibandingkan malam-malam sebelumnya dan sialnya ia masih saja terperangkap ditempat ini. Tanpa arah tujuan yang jelas. Harapannya buyar seketika, seharusnya Irene tidak bermimpi terlalu tinggi. seharusnya ia tidak berharap terlalu jauh. Pria Song brengsek ini bukanlah seorang pangeran, dia jelmaan iblis. Tarikan nafasnya menyiratkan rasa frustasi yang luar biasa. Tempat ini dan segala romantisme yang pasangan penuh cinta tunjukkan pada nya benar-benar membuatnya tersiksa dan mati rasa.
Suara-suara romantis bernada candaan kembali terdengar dan itu semakin membuat Irene jengah mendengarnya. Tapi raut wajah Irene yang jengah malah seolah menjadi sebuah persetujuan atas romantisme berlebihan itu. Dengan nafas terhela perempuan Bae itu kembali menenggak cocktailnya, ia tidak perduli sudah berapa gelas minuman keras yang masuk ke tubuhnya, membakar tenggorokannya. Ia tidak perduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKEN [FIN]
FanfictionPercayalah, Song Mino itu sebetulnya baik. Dia hanya tidak mampu mengekspresikan bagaimana perasaannya saja. Mungkin itu memang kenyataan, tapi tetap saja bagi Irene ini sulit. TAKEN a Minrene Story ©ziewaldorf