Juu-Yon

778 100 61
                                    

Suara decakan lidah menyeruak saat Mino  memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana trainingnya. Pria itu mendekat kearah Irene dan berdiri dihadapan perempuan itu dengan ujung bibir menyeringai.

“Kenapa?” tanya perempuan itu dengan suara bingung, ia menggerakan kepalanya dengan sikap imut, Song Mino yang melihatnya mendesah dan mulai mengerti kemana arah tujuan perempuan Bae ini. Pria itu berdiri dengan sikap angkuh dan melipat kedua tangannya didada dan kemudian mendesis tajam kearah Irene yang masih setia dengan sikap sok imutnya hampir saja Mino mendecak mual melihatnya.

“Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan Bae Irene? Jujur saja aku mulai muak melihatmu seperti ini” tandasnya dengan tajam. Irene yang mendengar lontaran suara tajam itu perlahan  menghela nafasnya terkejut dan berusaha kembali tersenyum dengan lembut kearah Mino.

"Tuan Song anda berlebihan, aku tidak sedang merencanakan apa-apa” balas Irene, yang masih dengan suara lembutnya, Mino masih  menahan nafasnya menunggu perempuan itu meledak dan mengumpat tapi ia harus menelan kekecewaan saat Bae Irene hanya menggerakan kepalanya dengan bingung. Mino kemudian melepaskan tangannya dan duduk disamping perempuan itu dengan acuh.

“Baiklah, ini salahmu. Aku tahu kau sedang berusaha menarik perhatianku kan? Kau sedang berusaha bersikap seperti seorang perempuan –“

“Aku memang perempuan” sergah wanita itu, Mino mencebil dan melengos, “Aku tahu, tapi itu terlihat menjijikan dimataku”

“Benarkah?” tanya Irene tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia bahkan lupa untuk menahan diri. Sementara Song Mino yang melihatnya menyeringai perlahan.

“Hmm, kau bersikap baik, bersikap lembut. Itu untukku kan?” tanya Mino dengan nada tajam yang menyindir Irene secara telak.

“Tidak”

“Pasti benar, kau tidak bisa berbohong Bae Irene” sergah Mino yang dengan sengaja menaikkan nada suaranya. Terus berusaha memancing amarah perempuan yang kini memerah memahan emosi.

“Sudah hentikan”

Mino menyeringai saat melihat Irene mulai kesal, pria tampan itu menggeser duduknya hingga kini keduanya bersebelahan, Song Mino kemudian  melirik kearah perempuan itu dan mendecak, “Kau tahu, aku lebih suka melihatmu seperti kemarin-kemarin, tidak bisa diatur dan sedikit menyebalkan”

“Diam!"

“Itu benar, kau yang seperti ini lama-lama membuatku muak. Kau tidak pantas bersikap seperti itu Bae, kau tidak cocok bergaya seperti itu, sok imut, sok manja dan---"

PLAKK

Song Mino terdiam dengan senyum mengejek diujung bibirnya saat Bae Irene melepaskan tangannya, pria tampan itu mengulurkan tangannya mengusap pipinya yang terasa panas, seringai muncul saat ia melihat gadis itu melotot dengan nafas memburu. Begini lebih baik kan? Ia lebih nyaman bersama perempuan seperti ini. Lebih terasa hidup, Mino mendesis dan menyentuh ujung dagunya dengan sikap sombong, “Itu semua benar kan? Yang kukatakan itu memang kenyataannya kan?” tebaknya dengan suara mengejek.

Irene menghela nafasnya dan mendesis, sia-sia semua perjuangannya. Ikan besar itu kini lepas dari kailnya dan berlari menuju lautan. Ujung matanya memanas saat Mino  menyeringai kearahnya, perempuan itu mengepalkan buku jarinya dan mendengus marah, “Baiklah! Kau menang, asal kau tahu saja Tuan Song Mino  yang terhormat. Seharusnya kau mengerti kenapa aku bersusah payah melakukan semua itu, seharusnya kau bisa sedikit pintar menangkap apa keinginannku, tapi tsk, bagaimana lagi, anda tidak sepintar yang kukira, bodoh tetap saja bodoh" sembur Irene dengan nada tajam, perempuan itu bangkit dari kursinya dengan kaki menghentak, Mino buru-buru mencekal lengan perempuan itu tapi Irene menyentakkannya dengan keras.

“Kau mau kemana? Ini sudah larut malam” hardiknya dengan nafas memburu.

“Aku mau pulang, memangnya kemana lagi aku harus pergi hah!”

“Ini sudah terlalu malam”

“Ini bukan urusanmu, Tuan Song” dengusnya dengan suara parau, Song Mino mendecak lalu berusaha menahan bahu perempuan itu dan menahan langkah Irene.

“Dasar keras kepala” dengusnya kesal, Bae Irene memutar kedua matanya dan mengerjap kaget. “Kubilang ini bukan urusanmu!!! Kau bukan siapa-siapa  dan kau tidak ada hak apapun untuk mencegahku” sentak Irene dengan suara lantang, Mino sedikit terkejut mendengar untaian kalimat-kalimat itu. Ia bahkan tertegun saat Irene melangkah dan menutup pintu dengan kasar. Dengan perasaan tidak menentu, pria tampan itu mendudukan tubuhnya dikursi dan menghela nafasnya dengan kelu.

"Apa maksud ucapannya barusan?! Hah ...bodoh!"

🌼

Udara malam yang berhembus melewati daun wilow tua benar-benar membuat Bae Irene terganggu, perempuan itu melipat kedua tangannya dan memeluknya dengan erat. Ia terus saja berjalan sampai ke ujung halte, tapi tidak ada satupun taxi yang melintas. Irene mendudukan tubuhnya diatas kursi halte dan menunduk menghindari pandangan orang yang melewat, meraka pasti menuduhnya yang tidak-tidak. Tapi memangnya ada urusan dengannya?. Lelah menunggu perempuan itu memutuskan untuk berjalan sampai halte berikutnya, ia harus segera pulang ke apartemen mereka karena besok ia harus sudah mulai bekerja.

Reriuhan angin yang berhembus tiba-tiba saja membawa rintik hujan bersamanya, Irene memeluk dadanya dan menarik nafasnya dengan berat, matanya yang sudah panas sedari tadi akhirnya bisa mengeluarkan air mata yang tertahan. Jalanan sudah mulai basah oleh hujan yang semakin lebat. Isakan bahkan mulai terdengar saat Irene melewati beberapa blok rumah, ia sudah tidak bisa lagi menahan ini semua, kesakitan ini, keanehan ini semuanya bercampur.

“Berdiri ditengah hujan seperti ini, bukan sesuatu yang lazim dilakukan nona” sahut seseorang dengan berat, Bae Irene menghentikan langkahnya saat melihat seorang pria yang tengah memayunginya. Perempuan itu buru-buru menggelengkan kepalanya, pria yang tadi mengusiknya menarik bahu kecil Irene  dan melindunginya dengan payung kecil. Saat Irene mendongak pria berambut pirang itu tersenyum dengan sangat manis kearahnya, "Terima kasih" Sahutnya terbata, suaranya bergetar karena tangisan bahkan masih saja mengalir bersamaan dengan rintik hujan yang turun.

“Sama-sama, kebetulan aku juga sedang lewat”

“Hmm” balas perempuan itu dengan kaku, mereka berdiri dipinggir trotoar, pria itu berkali-kali memiringkan badannya mencari taxi, sementara Irene menatapnya dan menghela nafasnya dengan lelah.

Bahkan orang lain bisa begitu baik padanya, kenapa pria menyebalkan itu tidak bisa?. Suara lembut mengusik kediaman Irene, perempuan itu menoleh dan tersenyum pada pria itu, taxi sudah berhenti didepan mereka, “Naiklah, kalau sudah malam seperti ini jarang taxi yang lewat”

“Bagaimana dengan anda?”

“Rumahku tidak jauh dari sini” ucapnya dengan senyum manis terukir diujung bibirnya, perempuan itu mengangguk dan mengusap kedua lengannya yang tersiram air hujan, Irene sedikit terkesiap saat pria itu menutupi bagian tubuhnya dengan coat cokelatnya. “Ini pakai saja”

Bae Irene hanya mengangguk dan tersenyum kaku kearah pria itu, ia buru-buru masuk kedalam taxi tanpa mengucapkan apapun. Tanpa mengucapkan terima kasih. Memang sangat tidak sopan tapi Ini benar-benar malam yang berat untuknya. Sangat berat. Dan rasanya Irene hanya ingin segera pulang ke apartemennya dan berlindung dibalik selimut tebal hangat nya.

Semoga saja ini hanya mimpi buruk semata. Walaupun terasa sekali nyata.










Bersambung

TAKEN [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang