"Bae Irene?"
Irene yang tengah melamun tergugu ditempatnya. Ia bahkan membiarkan pintu lift yang sudah ia tunggu sejak tadi terbuka dan kemudian menutup kembali. Perempuan itu menghela nafasnya dan memaksakan senyuman datar pada atasannya yang kini terlihat lebih ceria dimatanya. Irene mendengus kecil dalam hati.
Sepertinya tender nya sudah disepakati dan tugasnya memang sudah selesai. Sampai disini.
Rasanya sakit sekali. Tugasnya hanya sampai tender ini terlaksana dan sekarang semuanya sudah selesai. Ia harus kembali ke kehidupan nyata nya. Tanpa bayang-bayang Song Mino.
Astaga. Ia bahkan ingin menangis rasanya. Ini memang hanya mimpi, mimpi indah belaka. Mimpi indah yang biasanya akan berakhir saat pagi menjelang.
"Ya " Balas Irene kaku ketika wajah Lee Donghae masih menatapnya dengan intens. Pria Lee itu hanya mengekeh bahagia ditempatnya. Irene mendecih, kebahagiaan Lee Donghae memang sederhana.
"Kau mau kemana? Tidak menunggu dia?" Tanya nya dengan nada riang. Berbanding terbalik dengan wajah Irene yang terlihat lelah.
"Siapa?"
"Masih bertanya, kau fikir aku bodoh sampai tidak melihat ada yang terjadi diantara kalian berdua" Decaknya dengan senyum miringnya. Irene yang mendengarnya hanya menahan nafasnya tapi Lee Donghae bahkan mengabaikan raut wajah Irene yang nelangsa.
"Kuberi tahu satu hal padamu Bae, aku mengerti apa yang kau rasakan saat ini, dia memang seperti itu. Tapi sejujurnya pria itu tidak lebih dari orang yang sangat kesepian, dia hanya tidak tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang wanita. Tapi dia baik, aku bisa menjaminnya" Urai Donghae dengan panjang lebar. Irene yang mendengarnya hanya menaikkan satu alisnya dengan bingung. Kadang-kadang Lee Donghae lebih mirip dengan ayahnya dibandingkan bos besarnya. Dan ia selalu terkejut dengan kenyataan seperti ini. Perempuan Bae itu terdiam kaku ditempatnya, perasaannya campur aduk tidak karuan. Lee Donghae kemudian menarik nafasnya lalu menepuk pundak Irene dengan lembut, ketika perempuan itu menoleh Donghae bahkan mengedipkan satu matanya dengan seringai halus yang terukir dari ujung bibirnya.
"Kalau kau ingin mendapatkan ikan yang besar, umpan yang harus kau siapkan juga harus besar. Kalau hanya umpan kecil jangan berharap ikan besar yang kau incar itu tertarik dengan kailmu" Ucapnya dengan kalimat-kalimat penuh perandaian.
"Apa maksudnya?" Tanya Irene bingung.
"Kau mengerti betul apa maksudku, aku pulang dulu. Besok kutunggu dikantor, tidak ada alasan lagi untuk bolos, mengerti?!" Sahut Donghae yang berlalu dengan seringai aneh diwajahnya, meninggalkan Irene yang termangu, mematung dengan kepala penuh pertanyaan-pertanyaan.
Sepanjang perjalanan menuju lantai utama, Bae Irene memeras otaknya mencari jawaban dari semua perkataan Lee Donghae tadi.
Ikan besar? Umpan besar katanya. Irene bahkan tidak mengerti apa maksudnya. Ia bahkan sama sekali tidak bisa berfikir lebih jauh lagi. Kepalanya seperti mau pecah. Ditambah dengan perkataan Donghae yang serba membingungkan malah semakin membuat Irene rasanya semakin frustasi.
Ia hanya ingin Mino bersikap lebih baik, lebih mesra dan lebih perhatian padanya. Itu kan yang biasanya ditunjukan oleh seorang laki-laki kalau memang memiliki perasaan cinta. Ia hanya ingin Mino sedikit bersikap lunak padanya, Irene tahu hubungan yang terjalin diantara mereka masih belum jelas tapi kalau memang pria itu menyukainya seharusnya tidak begini kan? Seharusnya Mino seperti Mark, atau seperti pria lain diluar sana yang sedang jatuh cinta. Tidak mungkin Irene yang memulainya terlebih dahulu. Ia wanita dan rasanya, itu tidak pantas dilakukan. Tidak mungkin Irene yang duluan mengungkapkan perasaan. Seharusnya Mino kan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKEN [FIN]
FanfictionPercayalah, Song Mino itu sebetulnya baik. Dia hanya tidak mampu mengekspresikan bagaimana perasaannya saja. Mungkin itu memang kenyataan, tapi tetap saja bagi Irene ini sulit. TAKEN a Minrene Story ©ziewaldorf