"Bisa tidak sih jangan ngomong hal gila? Kepala ku sudah mau pecah,"
"Yuju, luka mu tahun lalu sudah sembuh?" Seokmin malah mengalihkan perhatiannya ke gadis itu.
Rahasia apalagi ini, pikir Sowon.
Yuju hanya mengangguk, tidak sepenuhnya menyetujui tindakannya sendiri.
"Bukan luka di kaki, luka di hati," Yuju mengangkat kepalanya menatap lelaki yang terbaring itu.
"Berapa lama sembuhnya?"
Gadis itu diam, berfikir apakah ia harus menjawab pertanyaan macam itu.
"6 bulan," bisiknya.
Seokmin tersenyum kemudian menghadap ke Dokyeom, melambai menyuruhnya datang dan duduk ditempat nya semula.
"Sowon dan Yuju berteman sudah berapa lama?" Keduanya hanya saling menatap, tidak paham betul dengan apa yang dimaksud dengan guru ini.
"Sudah berapa lama kau menyerah akan cita-cita mu?" Seokmin kemudian beralih ke Dokyeom. Lelaki itu paham betul kembaran nya lebih memilih menjadi seorang tentara atau polisi dibanding menjadi tenaga pengajar.
"Aku juga suka menjadi guru,"
"Sudah saat nya kita berpisah. Kau berfikir begitu kan?" Dokyeom melempar pandangan nya jauh, menghindari tatapan saudaranya itu.
"Yuju dan Sowon juga. Kami hanya akan menjadi sebagian dari cerita kehidupan kalian. Setelah ini lupakanlah kami dan berteman dengan baik. Habiskan masa SHS dengan penuh kenangan agar kalian tidak menyesal nanti nya,"
"Tapi saya ingin anda selalu ada di kehidupan saya," ucap Yuju yang kemudian berjalan keluar meninggalkan ruangan itu. Yuju merasa seperti melihat diri nya yang dulu, terpuruk dan merasa dunia akan berakhir. Dunia Yuju baru dimulai kembali saat guru itu merepotkan dirinya tanpa berkata semua akan menjadi baik-baik saja walau ia kehilangan sebagian dari diri nya.
Namun kenapa sepertinya dunia Yuju kemudian dirampas kembali, seperti tahun lalu?
Sowon melihat kedua guru nya, entah harus melakukan apa.
"Kejarlah dia, kau tahu apa yang harus kau lakukan. Ku tunggu surat dari akademik,"
Dengan itu Sowon berjalan keluar, berharap Yuju tidak akan berada jauh.
"Kau sebenarnya sedang apa?" Dokyeom tidak pandai mengutarakan isi hati nya, tapi Seokmin tahu saudaranya yang pintar sedang kebingungan.
"Aku ingin ke Swiss,"
"Jangan lanjutkan ucapan gila mu. Aku tidak mau dengar,"
"Bukankah menurut mu ini saatnya kita berpisah? Kembar tidak harus selalu bersama. Lagipula aku sudah muak selalu dengan mu,"
Dokyeom menatap Seokmin tajam.
Sebuah kalimat yang selalu terngiang di kepalanya, ia sudah muak dengan permainan saudara kembar itu dimana ia harus menjada Seokmin dengan alasan Seokmin sakit dan Dokyeom tidak.
"Aku akan hidup disana. Sampai umur ku habis,"
"Diam,"
"Kau bisa mengejar mimpi mu sekarang, belum terlambat"
"Ku bilang diam," mata Dokyeom sudah terisi kesedihan, Seokmin merasakannya.
Seokmin masih betah mempertahankan senyumannya.
"Bagaimana kau akan mengurus dirimu sendiri disana? Kenapa harus Swiss? Apa lagi yang kau sembunyikan dari ku?" Dokyeom berusaha sebisa mungkin menahan amarahnya, walau yang menjadi kakak adalah Seokmin.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Yes, Sir! [LSM]
Romance"Isi janji siswa nomor dua?" "Setia dan taat terhadap nasehat guru dan orang tua, peraturan dan tata tertib sekolah." "Jadi kalau saya suruh kamu buat ninggalin saya, ingat janji siswa nomor dua."