TUJUH: CARE?

253 134 14
                                    

'Siapa lelaki ini? Untuk apa dia menggangguku? Apa aku pernah melakukan kesalahan kepadanya, atau mengganggunya? Apa yang akan dilakukannya?' Semua pertanyaan itu ada di benak Aurel

"LEPAASS!!" Teriak gadis itu sambil menendang tulang kering lelaki yang mencengkramnya itu.

Lelaki itu melepaskan cengkramannya seketika, dan meringis kesakitan sambil memegangi tulang keringnya itu.

Disaat itu juga, Aurel memiliki kesempatan untuk melarikan diri.

Tetapi, disaat ia ingin melarikan dirinya, salah satu teman dari lelaki itu menaruh kakinya tepat saat Aurel ingin melangkahkan kakinya, sehingga berhasil membuat gadis itu terjatuh.

Aurel memekik kesakitan karena dia merasakan lututnya sangat perih detik itu juga.

Benar saja. Ia melihat lututnya sudah berdarah, dan luka lecetnya terlihat cukup parah. Karena menghantam kerasnya permukaan aspal.

Kedua lelaki itu tersenyum licik saat melihat gadis itu menderita. Begitu juga lelaki yang bernama Rafael itu.

Kemudian ketiga lelaki itu berjalan kearah motornya, dan pergi meninggalkan gadis itu sendirian dan kesakitan.

Di sisi lain, Aurel hanya bisa menangis. Ia masih belum bisa bangkit. Karena ketika ia berusaha berdiri, lututnya semakin terasa perih karena mengkerut.

Kemudian Aurel berusaha sekuat mungkin menahan perih ketika berdiri. Karena, jika berlama-lama disana, ia bisa dikira orang gila oleh orang lain.

Akhirnya, Aurel memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju halte dengan langkah yang terpincang-pincang.

Saat ini ia berjalan di bahu jalan sambil tertunduk. Gadis itu hanya menangis dari tadi.

Ia melihat sepasang kaki berdiri dihadapannya. Dan ia merasa, seseorang telah menghalangi jalannya.

Aurel mendongakkan kepalanya, memastikan apakah hal itu benar.

Dan ya, seseorang sedang berdiri dihadapannya. Tunggu! Dia? Dia kan Sean. Untuk apa dia disini? Aurel menatap mata lelaki itu, dan mata mereka pun bertemu. Menciptakan romansa yang menghentikan waktu.

"Ngapain lo disini?" Tanya Sean ketus.

Aurel tidak menjawab pertanyaan Sean, dan hanya melewatinya saja.

Sean menyusul gadis itu, dan menarik tangannya.

"Apa? Lo mau ngapain sekarang? Mau pukul gue? Silakan! Kenapa ada orang yang merasa puas ketika melihat orang lain menderita?" Lirih Aurel sambil menatap lemas mata Sean. Gadis itu pun menangis lagi.

Detik berikutnya, Aurel kaget, karena tubuhnya terangkat. Lelaki itu menggendongnya ala bridal style. Dan memasukkaan gadis itu ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil, Aurel hanya bingung dengan apa yang akan dilakukan Sean.

"Gue antar lo pulang" Ucap Sean ketus sambil menyalakan mesin mobilnya, dan melaju dengan kecepatan sedang.

Setelah berjalan 5 menit, Aurel merasa Sean tidak membawanya ke arah rumahnya.

"Kita mau kemana?" Tanya Aurel bingung.

Sean hanya diam, dan tak menjawab pertanyaan gadis itu.

Tak lama kemudian, mobilnya berhenti di depan sebuah apotek.

"Tunggu disini!"

Sean keluar dari mobilnya, dan memasuki apotek.

Tak lama, lelaki itu datang, sambil menenteng sebuah kantong plastik yang berisi obat-obatan.

"P3K gue tinggal di rumah. Jadi lo bisa pake ini buat bersihin luka di lutut lo"
Ucap Sean sambil menyodorkan kantong plastik yang tadi.

Gadis itu heran mengapa lelaki itu sekarang menjadi peduli terhadapnya. Ia pun tersenyum kepada Sean. Seraya mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu.

Selama perjalanan ke rumah Aurel, Aurel membersihkan lukanya sendiri di dalam mobil Sean. Luka di lutut sudah dibersihkannya, kemudian diobatinya.

Tak lama, mobil Sean berhenti di depan rumah Aurel. Membuka pintu mobil, dan tidak lupa ia mengatakan sesuatu.

"Terima kasih, Sean" ucap Aurel, sambil melemparkan senyuman tipis ke arah Sean.

Sean yang merasa namanya dipanggil pun, sedikit terkaget. Pasalnya, baru pertama kali ia mendengar gadis itu menyebut namanya.

Sean menatap Aurel, dan tersenyum kepadanya. Walaupun senyuman itu tidak lebar, teapi Aurel melihat keiklasan senyum itu dari raut wajahnya.

Aurel memasuki rumahnya, dan Sean pun meninggalkan rumah Aurel untuk pulang.

Di jalan pulang, Sean masih memikirkan gadis itu. Hawanya masih terasa di dalam mobilnya. Yang Sean pikirkan adalah, apa yang terjadi dengan dirinya. Mengapa tiba-tiba ia peduli? Ah, ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri.
.
.
.
.
.
Up lagii..😁
Jangan lupa vote kalau kalian suka, dan komen😁.
Karena vote itu sangat berharga dan buat semangat nulis hehe<3
See u next chapter👋👋
Bisa follow instagram aku
@ruthevinora17

SEAN (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang