"jadi bagaimana menurutmu, Soo?" tanyaku setelah menceritakan tentang apa yang terjadi pada diriku dan Sooyeon.
"tentu saja cintamu lagi-lagi bertepuk sebelah tangan, Taeng. hahaha sial, kasihan sekali dirimu ini haha" suara tawanya membuatku begitu kesal. Dia tidak memiliki simpatik.
"Yak! Choi Sooyoung matilah sana!" kataku melihat tingkah menjengkelkannya.
Sooyoung menghentikan tawanya sambil mengusap ekor mata yang mengeluarkan sedikit air, menyesap kopi lalu mengubah raut wajahnya Menjadi serius. "kau terlalu cepat mengungkapkannya, Taeng. Satu bulan itu tidak kurang, jika kau melakukan sesuatu yg membuatnya ya~ merasakan hal yg sama sepertimu. Tapi satu bulan akan kurang ketika kau tidak memberinya sesuatu yg spesial atau membuatnya merasa spesial" Sooyoung"
Aku merenung sejenak, "tapi aku merasa sudah melakukannya. Membuatnya merasa spesial, melakukan hal spesial untuknya dan lainnya."
"hah? Kau yakin? Sebutkan, Taeng." Sooyoung menantangku.
Aku diam. Mencoba mengingat segala hal yang pernah kami berdua lakukan, lebih tepatnya yang aku lakukan untuk Sooyeon. Uh, tidak ada? Kami hanya bertemu, jalan bersama, bertindak romantis secara tidak sadar, dan membahas Tiffany. Aku menatap Sooyoung murung. Dia benar. Apa yang aku lakukan untuk Sooyeon? Hanya menjahilinya saja. Kupikir Sooyeon lah yang selalu melakukan beberapa hal untukku.
"aku benar kan, Kim Taeyeon? Nah, sekarang. Waktumu hanya satu minggu, buat dia jadi milikmu"
"bagaimana caranya?"
"mana aku tau! Pikir sendiri!" tidak berguna.
-
"aku tidak tahu kau suka menonton drama" suara Sooyeon membuatku terkejut. Mengubah posisi badanku karena terasa pegal.
Aku terkekeh, "ya, sebenarnya ini sangat membosankan. Tapi mereka adalah guruku, hehe"
"guruku? Apa maksudmu?"
Mereka mengajarkan aku caranya bersikap manis. Padahal aku akui dulu hal-hal seperti ini sangat mudah bagiku, tapi entah kenapa sekarang aku malah kebingungan sampai harus meriset begini. "kau sudah menontonnya, Everest?"
"baru dua episode dan tidak akan aku teruskan. Aku sudah jarang menonton drama, terkadang episodenya membuatku penasaran sampai tidak bisa berhenti lalu aku akan terjaga sampai larut malam. Itu buruk."
Ting
Ada bunyi notifikasi di ponselku. Itu adalah pesan yang masuk dari Min Ho. Aku melirik Sooyeon sebentar, dia sedang memainkan game ponselnya. Min Ho mengajakku untuk datang ke rumah barunya, makan-makan dan minun beberapa bir sekadar merayakannya. Ternyata Sooyoung juga ikut.
Aku berpikir sejenak sampai akhirnya bertanya, "Everest kau mau ikut?"
"kemana?"
"temanku baru saja pindah, dia mengundangku." aku menutup laptop dan menunggu jawabannya. "tenang saja, mereka baik dan aku yakin akan cepat akrab denganmu lagipula ada Sooyoung, kau kan sudah mengenalnya"
Baru saja Sooyeon hendak menjawab aku dengan cepat langsung menghilangkan kesempatannya, "oke, terlalu lama. Aku anggap kau setuju. Bersiaplah, sampai jumpa."
Aku dan Sooyeon turun di halte bus. Aku mengecek alamat yang dikirimkan oleh Min Ho dan berjalan bersamanya, jaraknya dengan rumahku bisa dibilang cukup jauh. Ini jam tujuh malam dan anehnya jalanan disini sepi. Aku sendiri belum pernah ke wilayah ini, paling hanya lewat saja.
"ah kita harus naik. Min Ho memang payah, malah memilih wilayah yang kurang strategis seperti ini. Dia akan tersiksa ketika berangkat ataupun pulang." Sooyeon terkekeh kecil ketika aku menggerutu kesal.